[caption caption="Aburizal Bakrie-Agung Laksono (Ilustrasi Detik.com)"][/caption]Penutupan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali menghasilkan keputusan besar yakni Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar hasil Munas Bali memutuskan membawa Golkar hasil Munas Bali berputar haluan mendukung pemerintahan Jokowi-JK. Rapimnas yang juga menghasilkan kesepakatan penyelenggaraan Munaslub ala Golkar Munas Bali ini nyaris gagal dijadikan keputusan Golkar Munas Bali, karena pada dinihari tadi mayoritas DPD I tidak setuju kalau Munaslub diselenggarakan oleh Golkar Munas Bali. Namun akibat bujuk rayuan dari Aburizal Bakrie, pimpinan DPD I Golkar akhirnya luluh dan mengikuti keputusan yang diambil oleh Aburizal Bakrie.
Sesungguhnya perputaran haluan yang dilakukan oleh Golkar hasil Munas Bali yang dikomandoi oleh Aburizal Bakrie ini tak mengejutkan banyak pihak, karena sebelumnya Golkar versi Munas Bali ini sudah berulang kali menyatakan dukungannya kepada pemerintah bahkan bisa dibilang mengikuti jejak Golkar hasil Munas Ancol yang kini makin tak jelas nasibnya pasca keputusan Rapimnas Golkar Munas Bali yang memutuskan mendukung pemerintahan Jokowi-JK disertai pula dengan penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang digadang-gadang pada Mei mendatang.
Keputusan Aburizal Bakrie beserta kroni-kroninya untuk membawa Golkar masuk ke dalam pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tak lain adalah disebabkan oleh beberapa faktor antara lain. Pertama. Daya magis yang dimiliki oleh Presiden Jokowi sudah berhasil membuat Aburizal Bakrie harus memutar kendali kepemimpinan Golkar masuk ke dalam pemerintahan, bagi Aburizal Bakrie masuk ke dalam pemerintahan akan snagat menguntungkan Golkar, walaupun Golkar masih terpecah menjadi dua kubu, antara Munas Bali dan Munas Ancol. Intinya Aburzial Bakrie sudah tak tahan lagi melihat peluang Golkar Munas Bali dalam kabinet kerja serta tak mampu menahan daya magis Jokowi yang berhasil membuatnya putar haluan sekaligus menjilat ludahnya sendiri.
Kedua. Keputusan mulia Presiden Jokowi yang menalangi pembayaran ganti kerugian kepada korban yang terdamak bencana lumpur lapindo di Porong, Sidoarjo , Jawa Timur telah berhasil membuat Aburizal Bakrie merasa harus berterima kasih sekaligus berutang budi dengan Presiden Jokowi, sehingga diputarlah kendali kepemimpinan Golkar Munas Bali oeh Aburizal Bakrie. Dan lagi-lagi kepolosan Presiden Jokowi telah berhasil membuat Aburizal Bakrie malu, menjilat ludah sendiri hingga bertekuk lutut dengan Jokowi, akibat tak mampu menahan daya magis yang terus terpancar dari sosok Jokowi.
Ketiga. Kekuatan politik yang dimiliki oleh Koalisi Merah Putih (KMP) sudah membuat Aburizal Bakrie makin tak sanggup dan tak tahan jika berlama-lama harus dalam koalisi pemdukung Prabowo Subianto. Alasannya pun sederhana, Aburizal Bakrie tentu meninggakan Prabowo Subianto karena ingin membantu pemerintahan Jokowi dalam membangun bangsa dan negara, pun alasan ini sama sebagaimana Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang pada awal September 2015 lalu sudah terlebih dahulu memutar setir kepemimpinan PAN masuk ke dalam pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Keempat. Isu reshuffle kabinet yang sempat berhembus kencang ke permukaan beberapa waktu yang lalu menjadi pertimbangan bagi Aburizal Bakrie untuk membawa Golkar Munas Bali masuk ke dalam pemerintahan Jokowi-JK dan meninggalkan Agung Laksono beserta Golkar Munas Ancol yang kini makin tak jelas bagaimana nasibnya pasca keputusan Rapimnas Golkar Munas Bali yang akan menyelenggarakan Munaslub pada Mei mendatang.
Tentu isu kocok ulang kabinet inilah yang menjadi salah satu pertimbangan yang sangat matang sehingga Aburizal Bakrie beserta konco-konconya seperti Nudin Halid memutuskan mendukung Jokowi, yang tak lain disebabkan oleh daya magis yang dimiliki oleh Jokowi. Sosok Jokowi yang sederhana, merakyat, kalem, polos telah berhasil membuat Aburizal cs tak mampu menahan daya magis Jokowi tersebut. Namun keputusan Aburizal tersebut agak kalap, karena demi mengejar keuntungan dan posisi dalam pemerintahan, konflik dau kubu Golkar akan makin sulit untuk diselesaikan.
Keputusan Aburizal Bakrie berputar haluan karena sudah tak sanggup tak berdaya lagi dengan pancaran daya magis Jokowi membuat Aburizal Bakrie melakukan segala upaya agar penyelenggaraan Munaslub Golkar Munas Bali yang rencananya akan digelar pada Mei mendatang bisa terselenggara sesuai dengan rencana.
Bahkan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly pun sudah mengirim sinyal pasti bahwa kepengurusan Golkar hasil Munas Riau 2009 akan dihidupkan kembali agar Aburizal Bakrie memiliki legal standing yang jelas dalam penyelenggaraan Munaslub ala Aburizal Bakrie.
Meskipun secara hukum, suatu kepengurusan organisasi yang telah demisioner (berakhir kepengurusannya/sudah mati kepengurusannya) bisa diibaratkan dengan orang yang sudah meninggal, yakni tidak dapat dihidupkan lagi. Namun bagi Yasonna hal tersebut tidak menjadi masalah karena yang terpenting saat ini bukan soal aturan hukumnya melainan politiknya, yakni demi terwujudnya konsolidasi politik Jokowi seiring putar haluannya Golkar.
Namun keputusan Yasonna Laoly untuk menghidupkan kembali kepengurusan Golkar hasil Munas Riau 2009 adalah ada positif dan negatifnya. Positifnya adalah memberikan kesempatan bagi kedua kubu Golkar yang terpecah belah akibat dukungan Aburizal Bakrie kepada Prabowo-Hatta agar bisa kembali bersatu untuk membangun Golkar kembali dengan semangat persatuan dan kesatuan tentunya untuk penguatan internal Golkar dalam menghadapi Pilkada seretak 2019 dan Pileg & Pilpres 2019 mendatang.
Negatifnya. Menjadi sangat fatal bagi kehidupan demokrasi di Indonesia jika konflik kedua kubu Golkar tak kunjung berakhir, hal ini terjadi jika Golkar hasil Munas Ancol menolak untuk bergabung dengan Munaslub Golkar Munas Bali. Terlebih lagi Nurdin Halid yang menantang kubu Agung Laksono untuk tidak menjadi pengecut dnegan beratrung di Munaslub juga adalah sebuah bentuk provokatif yak tak perlu dilakukan. Nurdin Halid harus paham bahwa apa yang dilakukannya tersebut bukan malah menyelesaikan masalah namun makin menambahi masalah di tengah konflik dua kubu Golkar yang tak kunjung usai ini.
Dan yang menjadi menyedihkan lagi bagi Golkar pasca putar haluannya Aburizal Bakrie dan Golkar Munas Bali ke pemerintahan Jokowi adalah menyangkut soal penyelenggaraan Munaslub. Kubu Aburizal bergeming Munaslub harus diselenggarakan sebelum bukan puasa atau bulan Mei sedangkan Golkar Munas Ancol melalui putusan rapat pimpinan Golkar Munas Ancol juga telah menetapkan Golkar Munas Ancol akan menyelenggarakan Munaslub lebih cepat dari jadwal kubu Munas Bali, yakni bulan Maret, dan diselenggarakan oleh tim transisi yang diketuai Jusuf Kalla.
Tentu jika kedua kubu kembali menyelenggarakan Munas, yang mana Munas Ancol bulan Maret, dan Munas Bali bulan Mei, maka Munas tandingan yang akan kembali diselenggarakan oleh dua kubu Golkar jelas tak akan menyudahi masalah Golkar dan tak dapat pula menyatukan dua kubu yang berkonflik tajam ini.
Dan hal inilah yang akan menyeret Golkar masuk ke dalam jurang kematian secara politiknya. Ini terjadi akibat tidak adanya salah satu dari kedua kubu yang harusnya mengalah. Karena jalan satu-satunya untuk menyelamatkan Golkar dari kematiannya adalah tetap menyelenggarakan Munas rekonsiliasi bentukan tim transisi yang diketuai Jusuf Kalla dan yang dibentuk oleh Mahkamah Partai Golkar (MPG) pimpinan Muladi.
Karena berdasarkan UU No 2/2011 atas perubahan UU No 2/2008 tentang parpol, penyelesaian konflik internal partai politik haruslah melalui mekanisme Mahkamah Partai yang dibentuk sebagai mediator untuk mengakhiri konflik partai politik. Dan jika Aburizal Bakrie tetap ngotot untuk menyelenggarakan Munaslub berdasarkan Golkar kepemimpinan Riau 2009 adalah tidak mendasar, dan malah memperuncing konflik Golkar, sebab jika melalui Munas Riau 2009 bisa dipastikan akan ditolak oleh kubu Agung Laksono, jika demikian maka masuknya Golkar ke dalam pemerintah menjadi tak baik karena ‘’Singa masih terus mengamuk’’.
Perlu diketahui bahwa saat ini sudah ada keputusan Mahkamah Partai Golkar yang secara hukum bersifat final dan mengikat, artinya final tak ada celah untuk membatalkan keputuan tersebut dan mengikat antara kedua kubu yang masih bersitegang hingga saat ini, yakni keputusan penyelenggaraan Munas rekonsiliasi pada Maret mendatang.
Dan dengan belum usainya konflik Golkar terlebih lagi akan ada Munas Ancol yang kemudian akan disusul Munaslub alias Munas tandingan, Maka terhadap Presiden Jokowi diharapkan agar lebih berhati-hati akan manuver-manuver baru yang dapat dlakukan oleh Aburizal Bakrie, karena resiko memasukan anak harimau akan sangat berbahaya. Kecil terlihat imut-imut, lucu, dan mulai dewasa akan menjadi musuh. Karena sebelumnya pada era Susilo Bambang Yudhoyono, Golkar sukses berubah dari harimau kecil menjadi harimau besar yang siap menggangu kenyamanan pemerintah sebagaimana SBY pernah mengalaminya saat SBY masih berkuasa.
Yang terakhir yang sangat perlu ditekankan sekaligus ditegaskan kembali adalah pelaksanaan Munaslub harus dilakukan oleh tim transisi Golkar yang diketuai oleh Jusuf Kalla, yakni mengacu pada keputusan Mahkamah Partai Golkar hasil Munas Riau yang akan kembali dihidupkan kembali oleh Yasonna Laoly.
Karena jika Jusuf Kalla gagal menggagalkan rencana Aburizal Bakrie untuk menyelenggarakan Munaslub melalui Munas Bali, Maka masa depan Golkar akan makin suram dan makin terpuruk. Yang mana pada ujungnya yang akan memenangi pertarungan dalam Munaslub tersebut adalah dari kubu Munas Bali, dan jika ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan perpecahan Golkar kali ini akan kembali melahirkan partai baru sebagaimana Surya Paloh yang mendirikan NasDem, Wiranto membentuk Hanura, Prabowo Subianto membentuk Gerindra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H