Mohon tunggu...
Ricky Santosa
Ricky Santosa Mohon Tunggu... Lainnya - Interested in Politics, Social and Public Policy

Transforming idle moments into insightful reflections on society and policy.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Memahami Tren TikTok dan Konsumerisme Generasi Muda di Indonesia

10 September 2024   09:32 Diperbarui: 10 September 2024   09:33 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi "when gaya hidup lo ga sesuai sama kerjaan lo" di peragakan oleh salah satu pengguna tiktok (tiktok.com/@gea.dawet2_88)

Dalam era digital saat ini, media sosial memainkan peran penting dalam membentuk perilaku dan gaya hidup kita. Salah satu tren terbaru yang menarik perhatian adalah fenomena "When gaya hidup lo ga sesuai sama kerjaan lo" di TikTok dan Instagram. Tren ini, yang didominasi oleh generasi muda, menyoroti perbedaan mencolok antara gaya hidup yang ditampilkan di media sosial dan kondisi finansial yang sebenarnya. Meskipun kontennya sering bersifat humoris, tren ini membawa pesan mendalam terkait konsumsi dan tekanan sosial yang dihadapi oleh banyak individu.

Tren TikTok dan Gaya Hidup Konsumeris

Fenomena "When gaya hidup lo ga sesuai sama kerjaan lo" menekankan bagaimana individu sering kali menampilkan gaya hidup mewah atau ideal di media sosial, meskipun kenyataannya tidak selalu mencerminkan kondisi finansial mereka. Sebagai contoh, seseorang mungkin memamerkan foto perjalanan ke destinasi eksotis atau berpose dengan barang-barang mewah. Ini menggambarkan bahwa penampilan di media sosial tidak selalu mencerminkan situasi keuangan yang sesungguhnya.

(tiktok.com/@hstinura)
(tiktok.com/@hstinura)

Fenomena ini mencerminkan kecenderungan masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup konsumtif, meskipun penghasilannya tidak selalu mencukupi untuk itu. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting tentang apakah kita terlalu banyak membelanjakan uang untuk mempertahankan penampilan di media sosial, atau apakah ini hanya sebuah gambaran dari gaya hidup yang tidak seimbang.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa banyak orang, terutama generasi muda, merasa tertekan secara sosial untuk menampilkan gaya hidup yang lebih mewah dari kenyataannya. Hal ini sering kali dipicu oleh pengaruh media sosial. Laporan dari HubSpot menunjukkan bahwa 71% dari Gen-Z menemukan produk baru melalui platform sosial seperti Instagram dan TikTok, yang menyoroti peran penting media sosial dalam memengaruhi gaya hidup dan pola konsumsi

Indonesia sebagai Pasar Konsumeris

Indonesia telah menegaskan posisinya sebagai negara konsumeris, dengan tingkat impor yang jauh lebih tinggi daripada ekspor. Pada tahun 2023, Indonesia mengimpor barang senilai $200 miliar, sementara ekspor hanya mencapai $150 miliar. Ketergantungan pada barang impor ini mencerminkan pola konsumsi yang tinggi, terutama di kalangan generasi muda. Tren ini menarik perusahaan global untuk menargetkan pasar Indonesia melalui iklan yang disebarkan di media sosial.

Dampak Negatif dari Konsumerisme

Namun, konsumsi yang berlebihan ini juga memiliki dampak negatif. Survei mengungkapkan bahwa sekitar 35% orang dewasa mengalami stres finansial akibat gaya hidup konsumtif yang dipicu oleh media sosial. Tekanan ini berdampak pada kesehatan mental dan menyebabkan kecemasan. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menunjukkan peningkatan kasus gagal bayar pinjaman online sebesar 20% pada tahun 2023. Ini menyoroti konsekuensi finansial yang serius akibat gaya hidup konsumtif yang tidak terkelola dengan baik.

Masa Depan Konsumerisme

Diperkirakan bahwa konsumerisme akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan perilaku konsumen. Belanja online dan promosi produk melalui media sosial akan semakin mendominasi. Masyarakat dan pemerintah harus menanggapi perubahan ini dengan kebijakan yang tepat dan edukasi yang relevan untuk mengelola dampak dari tren konsumerisme yang terus berkembang.

Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan adalah apakah tren ini dapat berlangsung tanpa menyebabkan risiko seperti kesulitan finansial, kemiskinan, atau hutang yang berlebihan? Generasi muda, terutama yang berusia 19-30 tahun, tampaknya mendominasi tren konsumerisme ini. Meski mereka bebas memilih untuk mempertahankan gaya hidup seperti ini, apakah itu berkelanjutan dalam jangka panjang? Atau, apakah generasi ini akan terus berlomba menampilkan konten-konten mewah di media sosial hingga masa depan?

Apakah Generasi Muda Sepenuhnya Bersalah Atas Gaya Hidup Konsumerisme Mereka?

Tidak sepenuhnya. Generasi muda telah tumbuh dalam lingkungan yang memperkenalkan konsep konsumsi dan pembelian produk yang sangat berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Di masa kini, ada banyak platform untuk memfasilitasi perilaku konsumtif, dan begitu banyak produk yang bisa dibeli untuk dipamerkan di media sosial. Penelitian HubSpot menunjukkan bahwa 71% Gen-Z menemukan produk baru melalui media sosial, berbeda dengan generasi sebelumnya yang terbiasa dengan metode pemasaran tradisional seperti spanduk dan baliho, Sedangkan generasi muda harus menghadapi teknik pemasaran metode tradisional dan modern setiap hari melalui sosial media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun