Mohon tunggu...
Ricky A Manik
Ricky A Manik Mohon Tunggu... Peneliti -

belajar untuk menjadi kuat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Fiksimini

7 Januari 2019   07:54 Diperbarui: 7 Januari 2019   08:13 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fenomena Facebook dan Twitter 

Sampai hari ini diperkirakan ada sekitar 65 situs jejaring sosial, 39 situs jejaring sosial beranggota diatas 10 juta, dan ada lima situs yang memiliki anggota sebanyak 100 juta, termasuk salah duanya Facebook (FB) dan Twitter. Dua situs jejaring sosial ini sangat fenomenal dibandingkan situs-situs jejaring sosial lainnya yang ada sebelumnya seperti friendster, tagged, myspace, dll. 

Keberadaan Facebook dan Twitter seolah-seolah telah mengakomodasi masyarakat dalam menjaga hubungan pertemanan atau membuat hubungan sosial lainnya (misalnya mencari jodoh) serta saling berbagi informasi. Selain itu, kedua jejaring sosial ini juga memberi ruang ekspresi kata-kata bagi penggunanya yaitu berupa status yang bisa ditulis kapan saja. 

Ruang ekspresi kata-kata ini juga memberikan kebebasan tanpa batas sehingga kadang kita temui anak sekolah harus berurusan dengan yang berwajib karena telah memaki-maki gurunya melalui status FB yang dibuatnya. Fasilitas chatting yang ada juga memberikan ruang sesama anggota untuk saling berbincang-bincang secara langsung.

Fenomena Twitter juga menjadi kecemasan bagi industri media arus utama (mainstream), baik media cetak, elektronik, maupun online. Seorang kolumnis teknologi Guardian.co.uk bernama Alan Rusbridger dalam opininya itu memperingatkan dan menyarankan pemilik media untuk berdamai dan tidak harus malu mengadopsi kelebihan Twitter dalam mendistribusikan kontennya.

Bagi warga dunia maya (netizen), Twitter yang mulai online sejak 15 Juli 2006 adalah sebuah keniscayaan. Dengan tekanan waktu dan kesibukan, warga di dunia maya ini tidak lagi ngeblog dengan membuat posting yang panjang lebar. 

Cukup berkicau seperti burung tentang apa yang terjadi dan menginformasikan peristiwa yang menimpanya atau orang lain, pesan sudah sampai secara berantai. Kecepatan dalam mengakses informasi inilah yang harus diwaspadai dan menjadi pertimbangan oleh media cetak sekalipun telah memiliki kultur pembacanya sendiri.

Kehadiran FB dan Twitter dalam konteks sastra juga telah memiliki peran dalam penulisan sastra saat ini. Sebagai media di dunia maya, keduanya telah memperlihatkan kekuatan dan pesonanya yang membuka berbagai kemungkinan bagi pertumbuhan dan penyebaran sastra. 

Melalui Twitter dan FB seorang penulis dapat mendistribusikan, menjual, atau menginformasikan buku karya-karyanya. Selain itu, sebagai media sosial, FB dan Twitter telah mempertemukan para pemilik hobi dan ketertarikan yang sama, seperti halnya para pecinta sastra yang kemudian membentuk komunitas-komunitas sastra yang terbuka, heterogen, lintas sosial dan dunia. Komunitas-komunitas ini serupa yang oleh Bennedict Anderson sebut sebagai Imagined Communities.

Fenomena Fiksi mini

Istilah Fiksi mini dipopulerkan oleh Agus Noor. Fiksi mini menurutnya adalah fiksi yang hanya terdiri dari "secuil" kalimat. Mungkin empat sampai sepuluh kata, atau satu paragraf. Tetapi di dalam fiksi mini terdapat "keluasan dan kedalaman". Ia menyebutnya fiksi mini bukan prosa mini karena fiksi mini bisa juga berbentuk puisi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun