Pernahkah kamu melihat seseorang yang sangat mahir dalam berbagai bidang? Atau disekelilingmu ada teman yang mahir dalam berbagai bidang?Â
Kemampuan tersebut sering disebut sebagai expert generalist. Seseorang yang menguasai berbagai bidang tapi tidak secara mendalam. Sedangkan kebalikan dari expert generalist adalah spesialis. Dimana seseorang menguasai secara mendalam dan hanya fokus pada satu bidang saja.Â
Sesuai dengan faktanya, kemampuan manusia ada yang bersifat alamiah, maksudnya telah diwariskan oleh Sang Pencipta dan ada yang memang dibentuk manusianya sendiri dengan disiplin yang ketat. Mungkin bagi seseorang yang telah diwariskan bakat tertentu oleh Sang Pencipta, dia dapat berbangga diri dan tinggal mengasah kemampuannya semaksimal mungkin agar dapat menjadi lebih baik.Â
Nah pertanyaanya, untuk yang tidak memiliki bakat istimewa tersebut, lantas apa yang harus ia lakukan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, jawaban standarnya adalah berusaha semaksimal mungkin dan dibarengi dengan latihan/belajar yang disiplin. Tapi pada kenyataanya pelaksanaanya sangat sulit sekali, terkadang perencanaanya mungkin telah matang akan tetapi praktiknya tidak berjalan dengan mulus. Â
Kenyataan yang sering dialami sebagai orang yang terbilang tidak termasuk dalam kategori expert generalist ataupun spesialis adalah sering menelan pil pahit dalam kehidupan. Tidak diterima dalam pergaulan, pendapatku sering diragukan dan pada akhirnya akan selalu menyalahkan diri.Â
Menurutku, ketiga hal ini merupakan beberapa hal yang terjadi apabila kita tidak tergolong dalam expert generalist ataupun spesialis. Apabila ada sebuah masalah, selayaknya kita harus mencari solusi dari masalah tersebut.Â
Untuk mencari solusi dari masalah masalah tersebut, mungkin kita perlu mengerti arti dari perumpaan yang akan aku ceritakan berikut ini. Singa dan hyena merupakan hewan pemakan mamalia besar yang beratnya sekitar 50-500 kg, dan jenis mamalia yang diburu tergolong hampir sama.Â
Oleh karena itu, dalam mendapatkan sebuah mangsa, singa harus bersaing dengan hyena. Bahkan mereka harus saling serang-menyerang terlebih dahulu untuk mendapatkan sebuah mangsa. Pada akhirnya yang lebih kuat akan mendapatkan apa yang dia inginkan.Â
Hidup kita ini adalah sebuah kompetisi juga, sama seperti singa dan hyena. Dalam setiap fase kehidupan yang kita alami, entah atas sadar atau tanpa sadar, kita selalu dibandingkan/membandingkan diri dengan orang lain. Hal tersebut adalah cikal bakal dari kompetisi dalam hidup kita.Â
Tidak seperti kompetisi yang kita bayangkan ya teman-teman. Mungkin tidak ada panitianya dan tidak ada hadiah secara langsungnya. Mau tidak mau kita harus lebih baik atau minimal tidak tergolong dalam orang yang paling terbawahlah dalam sebuah kompetisi, agar kita tidak tersingkirkan dan hal yang kita inginkan dapat tercapai.Â
Berarti memang apabila kita tidak berusaha untuk memperbaiki diri, pada akhirnya kita akan disingkirkan oleh pesaing-pesaing kita nanti. Kita harus perlu sadar akan konsekuensi ini agar dapat mulai mengubah diri. Lebih sakit mana?Â
Apakah saat kita menjadi peringkat terbawah terus atau perjuangan untuk menaiki tangga dari terbawah hingga naik perlahan-lahan? Kita bisa menjawab pertanyaan tersebut di hati kita. Aku sendiri merasa lebih sakit kenyataan yang kuterima saat aku sering berada di peringkat terbawah terus (tidak tergolong dalam kategori expert generalis, spesialis).Â
Oleh karena itu pada akhirnya aku tertampar oleh kenyataan itu dan mau tidak mau harus berusaha keras, dengan mengubah diri, menanamkan disiplin (walaupun awalnya sangat sulit sekali) agar bisa menjadi lebih baik lagi.Â
Nah sekarang pertanyaannya lagi. Kita sudah mulai berusaha untuk belajar, sudah mulai mendisiplikan diri akan tetapi tidak terlihat progres yang berarti dalam diri kita.Â
Bagaimana solusi untuk masalah tersebut? Untuk masalah tersebut solusinya adalah kita harus belajar yang cerdas (belajar berkualitas). Kuantitas belajar memang penting akan tetapi setiap pelajaran yang kita serap harus kita pastikan apakah memang kita memahami atau tidak. Kalau belum kita pahami, perlu dikaji lagi. Hal ini yang dikatakan dengan belajar yang cerdas.Â
Ada beberapa cara belajar yang cerdas yang dapat kita terapkan dalam proses belajar kita, entah dalam belajar apapun. Misalnya, saat kita mempelajari perkalian, selayaknya kita harus mengerti terlebih dahulu tentang penjumlahan.Â
Jika kita disuruh mengalikan 7 x 5, kita dapat menyelesaikannya dengan menjumlahkan angka 7 sebanyak 5 kali ataupun menjumlahkan angka 5 sebanyak 7 kali. Pesan yang ingin disampaikan adalah sebelum masuk ke pembelajaran yang lebih sulit kita harus memastikan bahwa pelajaran sebelumnya (dasar) harus kita kuasai agar tidak ada kendala yang kita alami nantinya pada pembelajaran selanjutnya.Â
Kita harus rajin mengevaluasi kemampuan kita. Misalnya kamu adalah seseorang yang bercita-cita sebagai pemain sepak bola dan tentunya masuk ke dalam SSB (Sekolah Sepak Bola).Â
Pada saat dilaksanakan game/permainan secara langsung, kamu bisa meminta pelatih kamu memperhatikan performa kamu ataupun kamu bisa minta tolong kepada orang lain untuk memvideokan performa kamu saat bermain.Â
Kemudian minta saran dari pelatih ataupun kamu bisa menonton kira-kira hal apa yang masih kurang dari permainan kamu. Kemudian apabila sudah mengetahui kelemahanmu, kamu bisa perlahan tapi pasti memperbaikinya. Evaluasi adalah suatu langkah dimana kamu dapat mulai meminimalisir kelemahan-kelemehan yang ada pada dirimu.Â
Belajar dengan cara yang cerdas masih banyak lagi contohnya, mungkin hal tersebut dapat kamu dapatkan dari berbagai referensi lainnya. Akan tetapi yang penting kamu harus memastikan apakah memang itu memang cara yang efektif atau tidak. Semoga kamu dapat menjadi lebih baik dari hari ini teman-teman. Selamat bekerja keras, dan optimis lah nanti kamu akan dapat menjadi seorang yang spesialis ataupun expert generalis. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H