Mohon tunggu...
Ricky Hamanay
Ricky Hamanay Mohon Tunggu... Penulis - a cosmology aficionado

a spectator of the cosmic dance

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gravitasi Mengharuskan Bumi Bulat Tak Peduli seperti Apa Teori Konspirasinya?

21 Oktober 2021   13:03 Diperbarui: 9 Januari 2023   08:44 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selanjutnya, karena setiap benda yang memiliki massa memiliki gaya gravitasinya masing-masing, maka jika ada benda - sebut saja benda M - bergerak dalam jangkauan (medan) gravitasi dari benda L, benda M tersebut akan mengalami percepatan gravitasi dari benda L dan sebaliknya. Contohnya, apel yang jatuh menimpa kepala Newton diakibatkan oleh gravitasi Bumi dan jatuh dengan percepatan yang sama dengan percepatan gravitasi Bumi. Dalam kasus ini, apel juga memberikan pengaruh gravitasi terhadap Bumi (termasuk Newton), sehingga Bumi juga seharusnya mengalami percepatan gravitasi apel. Namun, karena besarnya gravitasi bergantung pada massa benda, maka apel yang ukurannya begitu kecil dibandingkan dengan Bumi terpaksa pasrah terhadap 'gaya tarik' Bumi. Makanya apel-lah yang 'jatuh' menuju Bumi dan bukan Bumi yang 'jatuh' menuju apel.

Pada prinsipnya, gravitasi bekerja dengan cara menarik benda lain ke pusat gravitasi dari segala arah secara merata. Karena gaya tarik gravitasi berasal dari segala arah secara merata, maka benda yang memiliki gravitasi lebih besar akan menarik benda-benda lain yang gravitasinya lebih kecil untuk menempel di segala arah pada benda yang gravitasinya lebih besar tersebut. Jika benda/materi yang ditarik semakin banyak maka bentuk dan ukuran dari benda yang gravitasinya lebih besar tersebut akan bertambah besar di segala arah dan di segala titik dan mengubahnya menjadi bongkahan yang lebih besar.

Meskipun gravitasi menarik benda lain dari segala arah, hal tersebut tidak serta-merta membuat semua benda langit yang tersusun atas miliyaran materi otomatis bentuknya menjadi bulat seperti bola. Jika kita amati dengan seksama kita akan menyadari bahwa benda langit yang berbentuk bulat adalah benda langit dengan ukuran yang sangat besar, sedangkan benda langit dengan ukuran yang kecil seperti meteor, asteroid, komet dan lain-lain tidak berbentuk bulat melainkan lebih mirip bongkahan batu besar. Mengapa demikian ?

Setiap benda di alam semesta memiliki kecenderungan untuk mempertahankan bentuk dan kekakuannya masing-masing. Semakin padat suatu benda semakin kaku strukturnya dan semakin sulit untuk dibentuk. Semakin kaku struktur suatu benda maka untuk mengubah bentuknya membutuhkan tenaga yang lebih besar. Hal ini analog dengan kasus ketika kita membentuk adonan kue; semakin padat adonannya semakin kaku strukturnya sehingga untuk membentuknya sesuai keinginan kita membutuhkan 'tenaga/kekuatan' yang lebih besar.

Benda langit dengan ukuran dan massa yang kecil seperti komet, meteor dan asteroid akan memiliki gravitasi yang kecil/lemah sehingga tidak cukup untuk melawan kekakuan dari bentuk fisiknya sendiri untuk membentuknya dirinya sendiri ke dalam bentuk bola. Sedangkan benda langit dengan ukuran dan massa yang besar seperti Bumi misalnya, memiliki gravitasi yang besar sehingga memungkinkannya melawan kekakuan dari bentuk fisiknya sendiri dan memaksa untuk membentuknya ke dalam bentuk bola. Ini sama seperti analogi adonan kue sebelumnya. Jadi, suatu benda hanya bisa membentuk dirinya sendiri menjadi bulat seperti bola jika benda tersebut memiliki gravitasi yang cukup besar yang mampu melawan kakakuan dirinya sendiri, dan untuk memiliki gravitasi yang besar maka benda tersebut juga harus memiliki massa yang besar.

Sejauh ini ada dua benda langit berbentuk bulat dengan massa paling ringan yang ditemukan manusia yaitu Mimas dan Miranda. Mimas adalah bulan dari planet Saturnus dengan massa sebesar 3,75 kali 10 pangkat 19 kg atau sama dengan 37,5 juta milyar ton. Sedangkan Miranda adalah bulannya planet Uranus dengan massa 6,5 kali 10 pangkat 19 kg atau 65 juta milyar ton. Benda langit lain yang telah ditemukan atau diamati manusia dengan massa yang lebih ringan atau lebih kecil dari ukuran tersebut tidak ada yang bentuknya menyerupai bola, melainkan hanya berupa bongkahan batu raksasa. 

Apabila diambil rata-rata massa dari Miranda dan Mimas maka syarat agar suatu benda langit bisa memiliki bentuk bulat menyerupai bola adalah jika benda langit tersebut memiliki massa minimal kurang lebih 50 juta milyar ton. Ukuran massa Bumi sendiri jauh berkali-kali lipat lebih besar dari ukuran tersebut sehingga Bumi lebih bulat jika dibandingkan Mimas dan Miranda.

Kita mungkin berpikir, jika memang Bumi bulat dan itu diakibatkan oleh gravitasi Bumi sendiri, maka mengapa permukaan Bumi tidak cenderung rata, malah sebaliknya justru ada gunung yang menjulang di mana-mana ? Kita mungkin membandingkannya dengan analogi adonan kue yang mana ketika kita 'membolanya' maka permukaan adonan kue terlihat rata tanpa tonjolan seperti gunung-gunung di permukaan Bumi. Dalam masalah ini, ukuran menjadi relatif. Kita mungkin berpikir bahwa gunung Q itu tinggi, dan lembah R atau jurang Y itu dalam, namun tinggi dan dalam ini sebenarnya relatif tergantung penglihatan dan perspektif kita.

Gunung tertinggi di dunia adalah gunung Everest yang merupakan puncak tertinggi dari pegunungan Himalaya dengan ketinggian mencapai kurang lebih 8 km di atas permukaan laut. Bagi kita manusia yang mendiami planet Bumi ukuran itu jelas sangat tinggi, namun jika tingginya gunung Everest dibandingkan dengan ukuran Bumi sendiri yang diameternya hampir mencapai 13.000 km, maka tingginya gunung Everest menjadi tidak berarti. Perbandingannya kurang lebih 1 banding 1.500.

Bandingkan, jika seorang bernama H berdiri sejauh 10 meter dari seorang bernama R, dan diketahui bahwa tinggi badan si H dalah 1,7 meter, dan di wajahnya muncul jerawat batu yang ukuran 'tinggi' jerawat dari permuakan kulitnya 0,25 cm, maka pada jarak tersebut si R tidak dapat melihat dengan jelas jerawat pada wajah si H. Apalagi jika jarak keduanya diperlebar hingga pada jarak yang memungkinkan si R melihat si H seukuran adonan kue, maka hasilnya jerawat si H benar-benar tidak akan terlihat oleh si R. Padahal perbandingan jerawat dan tinggi badan H kurang lebih cuma 1 berbanding 700, bukan 1 berbanding 1.500, seperti perbandingan tinggi gunung Everest dan ukuran Bumi.

Jadi, jika kita bisa berada pada posisi yang cukup jauh dari Bumi maka kita akan melihat Bumi seperti kelereng biru yang tampak bulat tanpa tonjolan dan mengambang bebas di angkasa. Itulah alasan mengapa foto Bumi dari satelit tampak bulat sempurna. Masalah persepktif ini berlaku juga pada adonan kue tadi, atau terhadap benda apapun yang ada di sekitar kita yang kita anggap rata. Apa yang kita anggap rata itu jika ukurannya diperbesar atau dilihat dan diamati menggunakan bantuan alat optik seperti kaca pembesar, maka kita akan mendapati bahwa permukaan benda yang kita anggap rata dan mulus tadi ternyata tidak rata, melainkan banyak tonjolan dan lubang di mana-mana. Jadi, ini benar-benar bergantung pada perspektif dari mata kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun