Mohon tunggu...
ricky gaok
ricky gaok Mohon Tunggu... Penulis - Back to Nature

Demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Surat untuk Dessy Darmawati

27 Mei 2019   19:57 Diperbarui: 27 Mei 2019   20:27 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tulis surat ini untukmu
karena aku benar-benar telah menyerah
Kebencian yang dulu akrab dengan namamu, akhirnya berbalik menyerangku dengan ancaman rindu

Hidupku dan hidupmu tak pernah sama
Tak pernah berubah juga karenanya
Begitulah memang Tuhan sudah benar
dan kita hanya menjalankan peran sebagai makhluk yang sekedar insan

Tetapi kenangkanlah,
Setidaknya kita pernah berada di dimensi yang tak jauh beda
Cara pandangmu, pernah serupa caraku.
Engkau memberi, Aku berbagi

Dan begitu seterusnya
Lalu kuajak kau menjelajahi setiap sisiku
Berbagai sudut pandang telah kubentang
Mata dan telinga ini berkarib dengan kesahmu

Seperti itu pula kuceritakan semua tentangku kepadamu
Tak benar-benar baik bukan?
Tak juga buruk-buruk amat...
Karena begitulah fitrah kita sebagai manusia

Nafas kita bertalian di ruang yang mendekap
Waktu menderu berendeng bersamamu
Ruang waktu telah menggelombang
Karena hidupku juga menggelombang

Karena Rambutmu yang blonda
membawa gairah baru dalam hidupku
Aku mendapat banyak pelajaran darimu
Belum pernah aku jatuh sejatuh padamu

Belum pernah pula aku terluka
seluka karena pernah melukaimu
Oh ya.... Kau mungkin lupa
Pertama kali kita tertawa, di cafe koma yaa...

Kalau difikir-fikir Tuhan memang begitu sempurna
Atas izinnya diperlihatkanlah surga

(2)
Waktu berjalan begitu tegas tanpa kompromi
Arah jarum jam pun tak mungkin berputar ke kiri
Dan akhirnya aku merasa
Bahwa cinta itu nyatanya ada

Kepada engkau yang begitu penuh menyita hidupku.
Aku tulis surat ini
Surat yang mungkin tak akan pernah sampai kepadamu

Ketika itu aku belum benar-benar yakin akan rasaku
Selalu salah kutafsirkan bahasamu
Bahasa yang begitu sulit kucerna
Bahasa yang timbul keraguan

Bahasa yang begitu mendalam
Mungkin aku hanya kurang percaya diri
Atau aku yang benar-benar tak tahu diri?
yang jelas... kesombonganku waktu itu jauh melampaui daya mencintai

Semua serba kuperhitungkan:
Kutimbang baik-buruk
Kuhitung untung-rugi

Kuperlakukan cinta seolah mitra dagang
Dan bukan sebagai berkah illahi
Lalu aku pilih meninggalkanmu

Kataku; Cinta tidak seperti ini
Suka dan Duka tidak bisa berdiri sendiri-sendiri
Dan kau benar-benar kecewa

Semua irama yang pernah kita cipta
kuhentikan begitu saja
Kurubah arah pandangmu
Yang semula berkaitan menjadi berlawanan

Setelah kau sadari
emosimu justru makin menjadi-jadi
Sempurnalah sudah!

(3)
Dayung mulai kukayuh, kubulatkan tekad untuk menjauh.
Membawa sebuntal pertanyaan yang diikat keraguan
Kau juga menutup cerita dan menolak kembali keruang nostalgia
Kita tak lagi sama...

Kita telah berpisah...
Aku tulis surat ini,
Surat yang mewakili caraku berbahasa

Saat ini mungkin kau sudah tak apa-apa
Nama belakang ku mungkin kau akan lupa
Tapi kenangkanlah..

Bukan kali pertama aku mencoba lari
Tanpa sempat mengungkapkan sebuah alasan
Yang memang sengaja kutahan...

Entah satu kali, dua kali, atau tiga kali
Kepergianku selalu saja membawa tanya yang mengganjal akal
Pertanyaan yang menggetar di dada
Begitu menjalar dan mendesak mencari jalan keluar

Akhirnya engkau berikan apa yang aku mau
Pertanyanku telah kau jawab pula
Bahwa ternyata kita pernah sama-sama saling merasa.
Bahwa aku telah salah menilaimu

Bahwa aku hanya tak mampu berkata terbuka
dan tanpa sadar, akhirnya aku benar-benar jatuh padamu
Jatuh yang sejatuh-jatuhnya.

Astaga!

Keangkuhanku mendadak runtuh.
Kuhapus lagi segala tuduh
Namun semua terlambat

Kukira diam adalah emas, nyatannya diam tetaplah diam
Sukmamu pergi bersama segala kesumat
Dan aku??
Berdarah ditikam masa silam

Tuhan telah menunjukan surga diawalnya
Tapi aku masih saja tak percaya
Hingga Tuhan mengganjar segala dosa

Waktu tak mungkin bisa kompromi
Waktu juga tak bisa kusogok untuk kembali
Daya waktu begitu cepat

dan aku tertinggal dibelakangnya
Tinggal nama tinggal cerita

Akhirnya, aku akhiri suratku ini
Sebagai tanda cintaku
Telah kubuatkan sajak untukmu

Karena begitulah sejujurnya yang ingin aku sampaikan
.
.
.

--------------------------------------------------
"Kepada engkau....

Begitu pernah kau mengisi penuh memori hati
Tiada satu detikpun pernah luput darimu
Setiap jengkal tubuhmu adalah keindahan
Setiap kata-katamu adalah perasaan

Kita memang pernah begitu dekat
Namun tak pernah benar-benar berdekapan
Dan kini...

di dadaku ada getar yang menjalar
Mendesak mencari jalan keluar!
Dan kau lupa
bahwa aku jugu pernah benar-benar memendam rasa

Kepada engkau yang kini berlalu tanpa sempat mendengar apa yang ingin kau dengar
Pilihanmu sudah tepat
Memang kukira akan seperti ini jadinya

Aku... adalah jalan buntu yang pernah kau tuju
Kesalahan besar dalam hidupmu
Dan jelas bukan dasar yang kokoh dalam hitungan masa kini

Kini Kurangkaki gedung-gedung tua
Ketika dulu pintu-pintu pernah terbuka
Aku gagal menyusun kata-kata
Yang lebih sederhana

-----------------------------------------------------
Salam sayang, dari lelaki yang pernah begitu jatuh kepadamu
-Gaok-

Bekasi
April 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun