Yap saya pun sudah berada di Hammersonic 2016. Sehabis pengecekan selesai, saya langsung mendapati Booth-booth merchandise. Sempat muter-muter walaupun untuk sekelas Hammersonic booth yang ada bisa dihitung oleh jari. Saya kira bakal ramai sekali. Tapi mau banyak ataupun sedikit, tidak berpengaruh pada saya. Ya duit tinggal satu lembar biru.
Selanjutnya, saya lewati sebuah jeda yang tidak enak dipandang antara area booth dan tempat atau lapangan yang dijadikan arena menonton. Meskipun hujan, untungnya tidak sebecek ketika saya menonton bandung berisik 2012.
Untuk pertama kalinya saya melihat Revenge the Fate. Penampilan mereka bisa dibilang cukup menawan. Sayang saya hanya mendengar kalau tidak salah hanya tiga lagu saja. Selanjutnya tidak ada yang begitu cukup menarik perhatian saya. Waktu siang hari mungkin Beside dan Straightout yang rada nyetel sama telinga.
Tiba malam hari, waktu dimana para band luar yang cukup saya kenal namanya. Dari beberapa band yang tampil, dari Mayhem, Deathstar, hingga sang dedengkot asal Polandia yaitu Vader, sangat mempesona sekali di atas panggung. Terutama Mayhem yang membuat suasana agak lumayan bikin merinding.
Sebelum Lamb of God naik ke atas panggung, ada satu band yang cukup menguras tenaga dalam melakukan Pogo, unit metalcore asal negeri Paman Sam, siapa lagi kalau bukan Unearth. Tidak dinyana, ternyata mereka mengalirkan sebuah pergerkaan yang cepat, sistematis dan begitu panas. Meski klimaks terjadi bukan diakhir, yaitu tepat ketika tembang “My Will be Done” dikumandang. Menurut saya pada waktu lagu tersebut dimainkan, merupakan salah satu moment dimana Atmosphere yang diinginkan saya dapatkan ketika nonton konser metal. Dan sekali lagi menurut saya lagu tersebut lebih cocok menjadi penutup gelar Festival ini ketimbang Black Labelnya LOG. Dan satu yang unik dari Unearth ini adalah ketika saya perhatikan ternyata drummernya menggunakan teknik traditional dalam menggunakan stik drum nya. Jarang sekali terlihat.
Well, satu dari sekian banyak band metal yang patut anda tonton sebelum anda kerja. “Lamb of God from Richmond Motherfucker Virginia”. Itulah penggalan kalimat yang mungkin selalu diucapkan Randy Blythe ketika bandnya naik panggung. Seakan menjadi trademark sendiri bagi dia. Ketika untuk kedua kalinya mereka memanaskan panggung Indonesia, kalimat tersebut tak lupa diucapkan. Seperti set list biasanya, penampilan mereka dibuka dengan titel Desolation yang kemudian sudah pasti dilanjutkan oleh Ghost Walking.
Penampilan tak henti-hentinya membuat para metalhead ber-moshing ria selama pertunjukan berlangsung. Beberapa lagu andalan mereka dari album Sacrament dan Ashes of the Wake terus menghujani telinga metalhead tanah air. Meski di seperempat akhir penampilan mereka sedikit agak aus, tetapi malam itu diakhiri dengan tembang yang sudah pasti dapat kita tebak disetiap penampilan band yang sudah menelurkan tujuh album ini. Tembang Black label seakan menjadi peluru yang menyobek gendang telinga anak-anak berjiwa muda ini.
Bisa ditebak, ataupun kita sudah pasti tahu apa yang akan Lamb of god tampilkan, tapi tidak ada yang bisa menyangkal bahwa mereka menjadi salah satu band yang dapat membagi atmosphere yang panas dalam setiap konsernya. Meski crowd berusaha untuk menambah jam kerja mereka, tapi teriakan “we want more” ibarat menanak bubur menjadi nasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H