Keberadaan internet dilengkapi berbagai media sosial secara tidak langsung telah menciptakan generasi baru yang melek teknologi. Kebaruan tersebut diikuti terutama dalam dunia pekerjaan. Di masa saat ini, media menjadi salah satu channel atau perantara yang berpengaruh pada dunia dan kehidupan. Media saat ini sudah berpengaruh karena dorongan era yang semakin maju. Di masa saat ini semua aktifitas sudah menggunakan alat komunikasi seperti handphone.Â
Media sosial adalah sebuah media online di mana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi. Maka bisa disebut era saat ini adalah era digital. Penggunaan media sosial sudah menjadi aktifitas sehari-hari. Mulai dari kalangan orang dewasa, remaja, ataupun anak-anak. Banyak dari mereka menggunakan media sosial (medsos) digunakan untuk berkomunikasi ataupun menyampaikan informasi tanpa adanya batas ruang dan waktu. Dalam penggunaan media pun saat ini berbagai macam bidang seperti Pendidikan, pekerjaan, dan lain lain.
Di masa pandemi virus corona saat ini, semua aktifitas bisa dikatakan sudah menggunakan media sosial dengan total. Mulai dari pekerjaan menjadi online, Pendidikan sudah berubah menjadi kelas online dan juga berbelanja sudah marak dengan jual beli online. Dari penggunaan media yang sudah marak di era digital saat ini, tidak luput dari pelanggaran-pelanggaran di dunia jurnalistik atau wartawan.Â
Pelanggaran kode etik adalah salah satu dari sekian banyak pelanggaran yang cukup banyak terekspos ke dunia maya atau internet. Bisa kita lihat di internet banyak sekali rekam digital pelanggaran kasus kode etik jurnalistik yang terjadi di negara Indonesia. Walaupun seorang jurnalis dituntut harus selalu tunduk dan patuh terhadap kode etik jurnalistik, jurnalis ternyata bukanlah pekerjaan yang tanpa kesalahan atau sempurna. Data yang ada menunjukkan bahwa pada suatu saat seorang jurnalis ada kalanya melakukan kesalahan atau kekhilafan sehingga jurnalis tersebut melanggar kode etik jurnalistik.
Dari berbagai kasus pelanggaran kode etik jurnalistik di negara kita, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran tersebut terjadi karena faktor ketidaksengajaan. Mulai dari tekanan deadline sehingga tanpa sadar terjadi kesalahan, tidak melakukan pengecekan ulang karena kemalasan, atau bisa juga pemilihan kata yang kurang tepat karena meracik berita kurang menguasai.Â
Di sisi lain dari faktor ketidaksengajaan, ternyata terdapat faktor kesengajaan pada kasus kode etik jurnalistik. Faktor kesengajaan itu muncul karena memang jurnalis tersebut sudah memahami tentang kode etik jurnalistik namun memang sejak awal sudah mempunyai niat kerja yang tidak baik. Dan juga ada yang beranggapan bahwa persaingan pers yang sangat ketat sehingga sifat ingin mengilahkan antar pesaing tersebut tidak wajar dan membuat kesengajaan berita yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Apabila pelanggaran terhadap kasus kode etik jurnalistik karena faktor ketidaksengajaan, masih memungkinkan adanya ruang yang bersifat toleransi, dan biasanya yang bersangkutan terkait pelanggaran kasus ini segera memperbaiki dan mematuhi kode etik jurnalistik yang sudah diatur.Â
Sebaliknya, pelanggaran kode etik jurnalistik dengan faktor kesengajaan akan disanksi secara berat. Kasus atau isu yang akan diangkat pada esai kali ini datang dari musibah kecelakaan pesawat Sriwijaya Air.Â
Dalam kasus tersebut Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menghimbau kepada jurnalis dan media agar memperhatikan aspek-aspek etik dalam melakukan liputan dan pemberitaan tersebut keluarga korban kecelakaan pesawat tersebut. Para media menugaskan kepada jurnalis untuk meliput ke banyak narasumber termasuk otoritas penerbangan dan keluarga korban.
Dalam tahapan proses peliputan dan pemberitaan inilah dilaporkan adanya ketidak sesuaian dengan kode etik jurnalistik. Beberapa contoh ketidaksesuaian proses peliputan yang dinilai tidak sesuai dengan kode etik antara lain, jurnalis mencecar pertanyaan yang tidak Menghargai perasaan keluarga korban seperti " bagaimana perasaan anda", " apa anda punya firasat sebelumnya".Â
Ada juga jurnalis media yang mengangkat topik soal gaji pilot pesawat naas itu dan media menulis soal ramalan jatuhnya pesawat yang sumbernya dari peramal. Beberapa pertanyaan tersebut mengesankan bahwa jurnalis dan media kurang menghormati perasaan dan traumatik kepada keluarga korban tersebut. Dalam proses inilah jurnalis melanggar kode etik jurnalistik pasal 2 yang berbunyi, " Wartawan Indonesia menempuh cara-cara professional dalam melaksanakan tugas jurnalistik".
Bentuk professional dalam pasal tersebut adalah menghormati pengalaman traumatik dari keluarga korban atau narasumber. Prinsip bekerja jurnalistik secara professional adalah menggunakan sumber informasi yang kredibel dan aktual. Menggali informasi yang benar adalah hal wajib bagi seorang jurnalis namun dalam pemilihan narasumber juga harus berkredibilitas untuk mencapai informasi yang benar.Â
Seorang jurnalis memang bertugas untuk mencari informasi dan menyampaikan informasi tersebut kepada khalayak publik, namun hendaknya memperhatikan hak-hak narasumber untuk menghormati perasaan keluarga korban musibah kecelakaan pesawat. Dalam menghormati sikap menghormati kepada keluarga korban musibah tersebut, media juga hendaknya tidak mengeksploitasi informasi, foto, atau video yang bisa menimbulkan trauma berkelanjutan kepada keluarga korban musibah.
Media sebaiknya lebih fokus untuk menjalankan fungsi informatif dan kontrol media sebagai seorang jurnalis. Karena memberikan pertanyaan soal dengan topik gaji seorang pilot atau awak penerbangan sama sekali tidak menjalankan fungsi informatif. Akan lebih bermanfaat lagi apabila seorang jurnalis dan media lebih fokus kepada memberi update informasi terbaru tetang peristiwa atau musibah tersebut, sehingga secara langsung bisa membantu publik dan masyarakat termasuk keluarga.Â
Dengan profesionalisme dalam bekerja sebagai jurnalis, perlu lebih mengungkap soal aspek dan tanggung jawab dari perusahaan dan otoritas penerbangan soal keamanan dan kelayakan mesin pesawat karena banyak sekali beredar di internet tetang layak atau tidak layak mesin pesawat. Hal itu perlu diungkap agar bencana seperti ini tidak terulang Kembali di masa yang akan datang.
Dengan banyaknya kasus pelanggaran kode etik di Indonesia membuat rating media yang ada di Indonesia semakin turun, karena mereka secara tidak langsung membuat blunder tentang mempublikasikan sebuah informasi yang seharusnya berguna bagi publik.Â
Faktor tidak sengaja melanggar kode etik jurnalistik sering kali terkuak ke media, karena memang para jurnalis tidak memiliki materi yang kuat dan tidak memahami aturan-aturan yang sudah ada dalam bidang jurnalistik. Faktor kesengajaan muncul dalam pelanggaran kasus kode etik jurnalistik karena persaingan media atau pers yang semakin lama semakin banyak jumlah media atau pers baru.Â
Dengan hal tersebut persaingan untuk memperebutkan suatu informasi yang valid menjadi hal yang sangat sengit untuk saling mengalahkan antar media atau pers. Oleh sebab itu untuk menghindari pelanggaran kasus kode etik jurnalistik ini, para media mulai menerapkan sosialisasi atau pembelajaran untuk memahami cara profesionalisme dalam bekerja dibidang jurnalistik sehingga tujuan seorang jurnalis untuk mencari sumber informasi yang kredibel dan valid bisa tersampaikan kepada publik atau masyarakat dan juga sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H