Mohon tunggu...
Ricko Blues
Ricko Blues Mohon Tunggu... Freelancer - above us only sky

Sebab mundur adalah pengkhianatan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup Bukan Lari Maraton, Berhentilah Saat Semuanya Begitu Kencang

28 Mei 2021   18:24 Diperbarui: 28 Mei 2021   18:26 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Jika kita saat ini menganggap diri sebagai anak zaman, maka kita seperti sedang berada di dalam sebuah mobil yang melintas kencang di jalan tol. Informasi-informasi begitu cepat menghampiri, seperti tanpa ampun,hampir tidak ada kesempatan untuk sekadar memberi jeda pada kebebasan individu. Hidup, jika dimaknai seperti sebuah perjalanan, maka ini adalah bagian perjalanan yang tercepat. 

Orang-orang seperti berlomba-lomba untuk berbuat kemajuan apa saja. Lulus sekolah, mendapatkan pekerjaan, menikah, memiliki anak, menikmati karier pekerjaan, memiliki kendaraan pribadi, membangun rumah idaman dan membahagiakan orangtua. Bayangkan, kemajuan-kemajuan itu harus diraih pada rentang usia tertentu. Jika tidak, kita seperti orang-orang yang kalah tanpa tahu alasan kenapa kita kalah.

Standar kebahagiaan dan kesuksesan telah diciptakan secara sistematis oleh masyarakat pragmatis dan kapitalis. Individu seperti tak berhak menentukan kebahagiaan atau kesuksesannya sendiri. Kecuali kalau dia punya cukup uang, maka di situlah letak kesuksesan dan kebagahagiaan itu sendiri. Sulit membayangkan hidup tanpa sepeser uang pun. 

Di sinilah letak paradoksnya. Kenapa kita bahagia dan sukses harus punya uang dulu? Kenapa orang yang tak punya uang tidak punya tempat dalam masyarakat? kenapa orang yang tidak punya uang adalah orang-orang kalah dan sebaliknya? Kenapa kalau orang tidak punya uang dia akan sangat terbelakang? 

Jawaban-jawaban atas pertanyaan ini akan sangat kejam bila dibahas satu per satu. Akan tetapi, mencari alternatif hidup yang lain pun susah bukan main. Sepertinya, bagi orang-orang yang jengah dan bosan dengan semua standar kehidupan yang tercipta karena konstruksi sosial yang tidak adil ini, berhenti dari segala macam hiruk pikuk adalah pilihan terbaik. Kita harus ambil keputusan, berhenti di terminal terdekat dan tidak lagi mengikuti mobil yang melintas di jalan tol.

Adalah benar dan tak bisa dibantah kalau orang mencapai sukses karena keringatnya sendiri. Dia berjuang berdarah-darah meniti karier hingga sampai di ujung kesuksesan sampai orang lain bisa mengangguk penuh pujian; 'dia sudah sukses'. Sama halnya juga dengan orang yang kelihatan bahagia. Mungkin kita tidak pernah tahu apa yang dia pendam dalam lubuk hatinya. 

Tapi yang tampak pada kita adalah wajah yang ceria dengan kehidupan yang berkecukupan. Kita juga sepakat bahwa ada pengorbanan yang tak bisa dianggap remeh dari hidup seseorang yang kelihatan makmur, mapan, dan sudah bebas finansial. Nah, bila kemajuan-kemajuan semacam ini bisa kita anggap mahfum dan tidak perlu dipersoalkan, lalu, apa yang salah dengan jalan hidup orang lain yang tidak seperti demikian?

Masyarakat kapitalis itu seperti penonton yang sedang duduk di atas tribun stadion. Lalu menyaksikan lima, enam atau sepuluh orang pelari sedang beradu kecepatan berlari. Kita bersorak paling kuat dan heboh untuk yang berlari paling cepat dan sedikit menurunkan energi teriakan bagi pelari yang kurang cepat dan memandang sinis tanpa pujian kepada pelari yang paling lambat.

Jalan hidup tidak seperti sebuah perlombaan lari maraton. Setiap orang punya waktunya masing-masing. Yang paling cepat juga tetap hidup dan yang paling lambar juga tetap menghirup udara kehidupan yang sama. Kadang, yang dianggap 'paling lambat' merasa lelah berjuang dan akhirnya putus asa kala melihat ada yang sudah melesat jauh di depan. Ini tentu tak perlu. Abaikan itu, jangan lagi menoleh, berhentilah sejenak, menepilah dan carilah ketenangan dari dalam diri sendiri. 

Itu lebih penting daripada harus melihat dan membanding-bandingkan kecepatan dan kemajuan orang lain. Kita harus mencoba berhenti saat dunia berlari makin kencang dan tidak karuan. 

Jangan dipaksakan, sekali lagi, jangan. Kalau kaki kita tidak cukup kuat berlari maka itu tandanya kehendak alam semesta untuk membuat kaki berhenti atau berjalan pelan saja. Kehendak alam sudah menunjukkan kalau tujuan kita bukan seperti yang orang lain kejar. Tanda alam menunjukkan arah lain saat berada di persimpangan jalan. Itulah jalan sunyi, jalan yang tidak semua orang lalui, jalan yang jauh dari hiruk pikuk dan di ujung jalan itulah tujuan kita. Ikutilah jalan itu dengan saksama dan pilihlah kebahagiaan karena bahagia itu pilihan, bukan ditentukan orang lain. 

Penyair terkenal berkebangsaan Amerika Serikat, Robert Frost menulis sepenggal puisi terkenal yang menggambarkan keindahan 'jalan sunyi' Puisi itu berjudul 'The Road Not Taken'.

Two roads diverged in a yellow wood,

And sorry I could not travel both

And be one traveler, long I stood

And looked down one as far as I could

To where it bent in the undergrowth

Berhenti sejenak dan memilih jalan sunyi bukan laku hidup melawan arus. Laku hidup ini hanya mengabaikan riuhnya kemajuan dan segala kenikmatan yang berkelindan dengannya dan melihat ke dalam jiwa kita sendiri. Sepanjang zaman, laku hidup macam ini selalu relevan dan punya tempatnya sendiri dalam sejarah. Ribuan tahun yang lalu, Kaisar Romawi, Markus Aurelius, seorang pemikir filsafat stoa, menulis dalam bukunya 'Meditations' (Perenungan), sesuatu yang membuat kita selalu merasa cemas.

"Apakah hal-hal eksternal di sekitarmu cenderung memecah konsentrasimu? Beri dirimu waktu untuk belajar sesuatu yang baru dan baik, lalu berhentilah mengembara dan berputar tanpa henti. Namun kau juga perlu menghindari terbawa ke jalan orang lain: mereka yang terlihat sibuk tapi tidak melakukan apa-apa, yang membuat mereka lelah menjalani hidup, dan tidak memiliki tujuan dalam mengarahkan setiap gerakannya dan semua pikirannya," tulis sang Kaisar bijaksana itu.

Kepada semua kalian yang sedang berjuang, lelah, nyaris putus asa, cemas dan merasa kalah dalam hidup, berhentilah sejenak, tengoklah ke dalam jiwa kita sendiri, pilihlah jalan yang sunyi, karena kita tidak sedang ada dalam lintasan lari maraton.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun