Sejujurnya, tanpa ada lapangan voli pun, kawasan Pantai Mingar sudah menarik banyak wisatawan lokal setiap akhir pekan ke sana. Dampaknya tentu, masyarakat akan untung secara ekonomi dengan membuka lapak-lapak kuliner di sana dan juga semua aktivitas penjualan di sana yang  memberdayakan masyarakat desa.Â
Inilah yang Raimundus maksud dengan pariwisata; Â poin yang berbeda dengan kerusakan lingkungan untuk membuka lapangan voli pantai. Kerusakan lingkungan justru akan mengancam eksistensi pariwisata di Mingar bahkan eksistensi masyarakat. Pandan yang selama berabad-abad menjaga pantai dari abrasi dan gelombang pantai selatan yang ganas kini sudah tak ada. Lalu ada yang bisa menjamin abrasi tak akan terjadi beberapa tahun mendatang? Ada yang bisa menjamin gelombang laut selatan tidak mengancam pemukiman?
Pandan yang juga menjaga pasir tetap berwarna putih sekarang sudah tidak ada. Apa ada yang bisa menjamin pasir Pantai Mingar tetap berwarna putih beberapa tahun mendatang?
Tidak ada yang bisa menjamin kalau setelah lingkungan dirusak, akan ada berkat yang datang setelahnya. Dalam salah satu tulisannya, Raimundus menulis, "kita itu seperti Rasul Thomas dalam Perjanjian Baru. Harus melihat dan merasakan dulu baru percaya. Kalau memang demikian, sepertinya kita juga harus merasakan dulu dampak dari kerusakan lingkungan itu; bencana alam."
Baiklah, kalau memang demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H