Menurut Arendt, setiap orang perlu menyadari posisinya sebagai manusia di dalam ruang publik atau dengan kata lain setiap orang perlu memiliki kesadaran politis dan tidak sibuk mengejar pemenuhan ekonomis dan gairah konsumeristisnya sendiri karena indikasi kapitalis konsumeristis modern ini yang membuat orang mudah 'dikontrol dari luar'.Â
Dengan demikian suara hatinya mudah diserahkan kepada institusi, tradisi, dan pemimpin mereka, dan bagi Arendt, di sinilah letak benih-benih kediktatorannya muncul.
Sampai pada titik ini, saya perlu memberi apresiasi tinggi atas analisis Hannah Arendt yang begitu tajam dan relevan hingga kini.Â
Akan tetapi, bagi saya yang membuat filsuf Yahudi-Jerman ini terkenal bukan hanya karena analisisnya terhadap totalitarianisme yang begitu natural dan jernih melainkan juga konsep filsafat politiknya sekaligus menghujam jantung liberalisme yang sangat dipuja-puja sejak awal abad-20 ini.Â
Singkatnya, di dalam liberalisme wajah totalitarianisme itu muncul secara baru dan terselubung. Bagaimana kebrutalan totalitarianisme itu bisa bertumbuh dalam liberalisme?
Dalam sistem ekonomi sebuah negara liberal, kapitalisme tidak mungkin tumbuh tanpa adanya kerja sama dengan pemerintah. Relasi kaum kapitalis dan pemerintah adalah niscahya dan bagi Arendt, relasi ini pra-politis, selain itu relasi timpang ini merupakan ekspansi yang privat terhadap ruang publik.Â
Kaum kapitalis membutuhkan stabilisasi dalam negara demi hasil yang memuaskan, dan stabilisasi itu hanya bisa dimungkinkan oleh pemerintahan politis. Sejak lama Arendt sudah melihat gejala negatif relasi ini.Â
Bahaya kolonisasi 'oikos ke dalam polis' ini-seperti sudah dijelaskan dalam contoh di atas-akan nampak seperti pada masa orde baru dan relasi fungsional Hitler dan para industriawan.Â
Di sinilah letak bahaya liberalisme, sebab atas dasar stabilisasi, pemerintah bisa berbuat apa saja demi tumbuh-kembangnya kapitalisme yang subur.
Apabila problem-problem ini terus membayangi tanpa ada itikad baik negara untuk mengatasinya, maka kita akan terjun bebas ke dalam totalitarianisme yang baru, di suatu masa nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H