Mohon tunggu...
Richardo Gerry
Richardo Gerry Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan S1 Ilmu Filsafat di STFT Widya Sasana Malang dan sedang menempuh persiapan S2 di STF Driyarkara Jakarta.

Menulis, Fotografi, Videografi, dan Editorial.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Makna dan Simbol Kata Hujan dalam Novel "Hujan" Karya Tere Liye (Kajian Hermeneutika Paul Ricoeur)

16 September 2023   15:00 Diperbarui: 16 September 2023   15:01 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images-na.ssl-images-amazon.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1451905281i/28446637.jpg

Hermeneutik adalah cabang ilmu dan filsafat yang menyelidiki syarat-syarat dan aturan-aturan metodis yang dibutuhkan, baik dalam usaha memahami (understanding) makna sebuah teks maupun dalam menafsirkan (interpretation), apabila makna tersebut tidak jelas.[1]Hermeneutik pada dasarnya menangkap makna teks tertulis dalam hubungan-hubungan kebahasaan yang ada dalam teks (aspek tekstual), hubungan teks dengan situasi psikologis pengarangnya (aspek autorial), hubungan dengan konteks di mana teks tersebut diproduksi (aspek kontekstual) atau dalam hubungan dengan pembaca (aspek resepsionis).[2] 

Paul Ricoeur mendefinisikan interpretasi sebagai usaha akal budi untuk menguak makna tersembunyi di balik makna yang langsung tampak atau untuk menyingkapkan tingkat makna yang diandaikannya dalam makna harfiah.[3] Dengan definisi tersebut, Ricoeur melihat struktur simbol sebagai intensionalitas ganda. Pertama menunjuk pada makna harfiah, kedua menunjuk pada makna tersembunyi. Intensionalitas ganda inilah yang mengundang interpretasi, sehingga kebutuhan interpretasi itu dapat dikatakan muncul dari hakikat dasar simbol itu sendiri. Di sinilah, hermeneutik memposisikan diri sebagai sebuah proses penguraian yang memunculkan makna dari keadaan semula yang tidak nampak/tersembunyi.

Ricoeur membedakan makna teks pada umumnya atas dua jenis. Pertama, sense atau makna tekstual, dan yang kedua sumber atau makna referensial. Makna tekstual adalah makna yang diproduksi oleh hubungan-hubungan dalam teks sendiri, sedangkan makna referensial adalah makna yang diproduksi oleh hubungan antara teks dan dunia yang berada di luar teks.[4] Dengan teori yang dikenalkannya tersebut, penulis akan menerapkan hermeneutik Ricoeur dalam novel Hujan karya Tere Liye.

Intisari Novel Hujan karya Tere Liye

https://images-na.ssl-images-amazon.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1451905281i/28446637.jpg
https://images-na.ssl-images-amazon.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1451905281i/28446637.jpg

Tere Liye adalah penulis populer asli Indonesia yang banyak menerbitkan novel dan cerpen. Buku-buku fiksi Tere Liye sangat digemari pembaca dan berkali-kali menjadi best seller. Salah satunya adalah novel Hujan. Hujan ini berhasil diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama pada Januari 2016 lalu. Novel setebal 320 halaman ini, mengambil latar di tahun 2042 hingga 2050 dengan genre science fiction (sci-fi) yang mengisahkan dunia di masa depan penuh akan kecanggihan teknologi.[5] Dengan kata lain, pesan manusiapun tergantikan dengan adanya keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir tersebut. 

Novel ini mengisahkan percintaan dan perjuangan hidup seorang perempuan bernama Lail. Ketika Lail baru berusia 13 tahun, dirinya harus menjadi seorang anak yatim piatu. Di hari pertama ia sekolah, ada sebuah bencana gunung meletus dan gempa dahsyat sehingga menghancurkan kota di mana ia menetap, bahkan merenggut nyawa ibu serta ayah Lail.

“Pagi itu, saat kapsil kereta yang ditumpangi Lail melaju cepat, salah satu gunung Meletus. Itu bukan gunung biasa. Itu gunung purba…Lail menjadi yatim-piatu sejak hari yang tidak akan pernah dilupakan seluruh dunia. Sejak hari itu pula penduduk bumi belajar tentang letusan gunung berapi. Mereka bisa menjelaskan dengan baik bahwa besar-kecilnya letusan gunung berapi diukur lewat volcanic explosivity index (VEI)...”[6]

Esok yang memiliki nama panjang Soke Bahtera merupakan sosok anak muda yang pintar dan jenius, saat 16 tahun ia berpindah ke ibu kota untuk meneruskan sekolahnya dan ia berhasil membuat mobil terbang untuk pertama kalinya. Sedangkan Lail sosok wanita sederhana yang tinggal di panti sosial sebagai relawan kemanusiaan dan mendapatkan pendidikan di sekolah perawat. Ia ternyata memiliki perasaan untuk Esok namun tidak dapat mengungkapkannya. Konflik dari cerita ini saat Lail akan memodifikasi ingatannya di pusat terapi saraf dan ia ingin melupakan tentang hujan, kemudian Lail menceritakan tentang kehidupannya dari terjadinya bencana alam sampai tiba di pusat terapi syaraf.[7]

Pembacaan Hermeneutika atas Simbolisme Hujan dalam novel karya Tere Liye

            Pembacaan hermeneutika atas simbol hujan dalam novel Hujan ditinjau dari aspek makna memiliki banyak makna. Hujan dapat bermakna kesedihan seperti yang terdapat pada kutipan novel berikut:

Hujan gerimis membungkus kota. Lail tersengal, duduk di atas trotoar. Wajahnya pucat. Dia baru saja melewati kengerian yang tidak pernah bisa dia bayangkan sebelumnya. 

“Ibu…,” Lail mendesis. “Ibu….” Tapi saat Lail berdiri tegak, menyeka wajah yang kotor dan basah oleh air hujan, melihat sekitar, menatap kota, kengerian yang lebih besar terhampar di depan mereka.[8]

            Kutipan diatas menjelaskan makna hujan sebagai keadaan yang mengerikan. Hujan datang bersamaan dengan keadaan Lail yang menyedihkan. Ia baru saja mengalami bencana gunung meletus. Setelah peristiwa ini, Lail merasakan bahwa setiap kali hujan, ia juga merasakan kesedihan yang sama seperti kejadian pada masa lalunya. Hujan bagi Lail adalah sebuah keadaan yang menyedihkan dan menyakitkan. Oleh karena itu, Lail selalu bertemu dengan Esok sebelum hujan turun agar kesedihan itu tidak dirasakan dalam pertemuan mereka.

Esok menghembuskan nafas, mendongak, menatap langit yang mendung. Awan hitam bergumpal di atas langit, sepertinya akan turun hujan. Itu kabar baik bagi kota. Air hujan akan mengusir sejenak tumpukan abu, membuat udara lebih bersih. Tapi hujan sekaligus juga kabar buruk. Esok mengusap rambutnya. Wajahnya tegang. Dia harus menemukan Lail sebelum hujan turun, atau akan terjadi hal yang sangat mengerikan.[9]

Kutipan diatas menunjukan suasana hujan yang membawa kebahagiaan dan kesedihan. Disatu sisi hujan menyebabkan kesedihan bagi tokoh utama Lail, namun hujan dibutuhkan untuk menghasilkan air bersih yang merupakan kebahagiaan bagi orang kota. Peran simbol “hujan” dalam novel Hujan karya Tere Liye digunakan sebagai pembentukan makna terhadap peristiwa dan estetika teks. Simbol “hujan” membentuk makna bahwa hujan sangat berperan penting dalam kehidupan karena hujan berhubungan dengan air dan setiap saat manusia membutuhkan air demi kehidupannya sehari-hari. Sedangkan dari segi estetika simbol hujan berperan penting untuk memberikan keindahan di dalam teks agar pembaca dapat menikmati cerita. Kata “hujan” di dalam novel Hujan dapat mengindahkan setiap cerita. Sebagaimana diceritakan bahwa hujan membungkus setiap kejadian baik menyenangkan maupun menyedihkan.

Kesimpulan

Seperti yang dikatakan Ricoeur, bahwa novel atau cerpen adalah gabungan dari makna tekstual dan makna referensial. Ricoeur menyebutnya sebagai event-meaning dialectics atau dialektika makna-peristiwa. Bila tidak mengandung peristiwa, dia akan berubah menjadi esai, dan bila tidak mengandung makna, dia menjadi laporan penelitian atau jurnalistik biasa.[10] Pembacaan hermeneutika Paul Ricour terhadap novel “Hujan” didasarkan pada metode dialetik dari teks ke simbol dan dari simbol ke teks telah menghasilkan pemaknaan yang bernuansa simbolis. Makna hujan dalam peristiwa-peristiwa yang tergambar dalam setiap peristiwa dalam novel memiliki simbol dalam beberapa arti seperti kesedihan, ketakutan, maupun kebahagiaan. Selain itu simbol hujan juga ditujukan untuk mengindahkan alur dalam cerita yang tere liye gunakan untuk membungkus beberapa peristiwa yang bermakna sedih ataupun menyenangkan.

Catatan Kaki

[1] Kleden, Ignas. 1997. Simbolisme Cerita Pendek, epilog kumpulan cerpen pilihan Kompas. Jakarta: Kompas.

[2] Kleden, Simbolisme cerita pendek,

[3] Ricoeur, Paul. 1974. The Conflict of Interpretation: Essays in Hermeneutics. Don Ihde (ed). Evanston: Northwestern University Press. 13

[4] Ricoeur, Paul. 1981. Hermeneutics and the Human Sciences: Essays on Language, Action, and Interpretation, ed., transl. And introd By John B. Thompson. Cambridge: Cambridge University Press. 140

[5] Tasya Talitha, “Review Novel Hujan karya Tere Liye,” Gramedia Blog, Desember, 2021.

[6] Tere Liye, Hujan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2019), 19 dan 31.

[7] Nurul Azizah, "Sinopsis Novel Hujan yang Ditulis Tere Liye, Kisah Cinta Masa Depan", 16 Januari, 2022 https://tirto.id/gnG5

[8] Tere, Hujan, 29.

[9] Tere, Hujan, 52.

[10] Yulia Nasrul, “Cerpen Rembulan di Dasar Kolam Karya Danarto” Adabiyyāt,” Vol. IX, No. 2 (Desember 2010): 392

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun