Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ketika 'Iblis' pun Ikut-Ikutan 'Nyaleg'

18 Juni 2023   10:05 Diperbarui: 18 Juni 2023   10:15 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sedang menyongsong Pemilu 2024 yang akan dilaksanakan secara serentak untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten. Tidak mengherankan Pemilu menjadi topik utama yang dibahas hampir dalam setiap diskursus baik di media-media maupun dalam kehidupan praktis. Pemilu tampak seperti bola liar yang bergelinding bebas di setiap pergumulan insan politik sesuai perspektifnya.

Lebih dari pada itu, setiap insan politik seperti berlomba-lomba untuk mengambil peran dalam pesta rakyat ini. Keterlibatan semua insan politik dalam kontestasi ini serta merta membentuk agonisme politik. Agonisme adalah kata yang tepat untuk membahasakan realitas politik tersebut karena di dalamnya terjadi pertarungan politik antara sesama insan politik yang melibatkan unsur-unsur penting seperti strategi, stamina, kecepatan, dan daya juang untuk merebut kemenangan.

Pada titik ini, tidak ada yang salah karena demokrasi memungkinkan itu. Siapa pun boleh ikut terlibat dalam agonisme politik tanpa memandang agama, suku, ras, status sosial dan budaya. Demokrasi ini juga terlegitimasi hukum yang ikut menjamin bahwa setiap Warga Negara Idonesia (WNI) berhak untuk memilih dan dipilih.

Fenomena Politisi 'Iblis' Berwajah 'Malaikat'

Ruang demokrasi semacam ini memungkinkan 'malaikat' dan 'iblis' sekalipun dapat berpartisipasi dalam helatan politik ini. Dalam bahasa lain, demokrasi memungkinkan para penjahat yang 'tiba-tiba' bertobat lalu menyuarakan kebenaran masuk dan bergumul jauh dalam politik yang kontemplatif. Fenomena ini terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia.

Dalam tahapan daftar sementara, ada begitu banyak deretan para bakal calon DPRD seperti mantan narapidana, pensiunan pegawai, koruptor, tokoh agama, tokoh pendidik yang terdaftar di Partai Politik. Mereka mudah dikenali karena sempat populer di masanya. Ada yang populer karena mencuri uang rakyat, melanggar hukum, merusak kemanusiaan, menjadi teladan, inspirator, fasilitator yang handal dan lain sebagainya.

Belakangan ini yang menjadi kegelisahan publik adalah hadirnya orang-orang yang pernah terlibat berbagai skandal kemanusiaan seperti mantan narapidana, pelaku-pelaku amoral, dan provokator (ada yang sedang terlibat dalam pemeriksaan kasus dana publik). Mereka hadir dan terlibat dalam ruang-ruang publik untuk meramaikan pesta rakyat.

Saya teringat almarhum mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo yang menyebut orang-orang seperti itu sebagai penjahat politik (beritasatu.com, 8 Januari 2019). Saya sepakat dengan penyematan istilah ini kepada jenis orang-orang di atas karena kehadiran mereka dalam ruang politik sangat berpengaruh terhadap kualitas Pemilu. Sebagai mantan yang pernah hidup dalam masa lalu yang kelam, mereka berpotensi mendestruksi etika politik melalui kebiasaan-kebiasaan buruk yang kerap terbawa hampir dalam setiap sisi kehidupan.

Dengan berbagai strategi mereka akan melakukan manuver untuk mengembalikan kepercayaan publik. Hal ini harus menjadi perhatian bersama bahwa kehadiran mereka akan memanfaatkan ketidakberdayaan politik masyarakat. Pemberlakuan sistem Pemilu Legislatif Proporsional Terbuka akan memberikan ruang bagi mereka untuk menjalankan manuver-manuver politik itu.

Manuver Para Penjahat Politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun