Genap 57 tahun masyarakat sejagat merayakan Hari Literasi Sedunia yang jatuh pada tanggal 8 September 2022. Ini adalah momentum penting dalam sejarah dunia terkait dengan pendeklarasian keaksaraan sebagai dasar untuk belajar.Â
Berawal dari Konferensi UNESCO tanggal 17 November 1965 di Iran, tanggal 8 September secara resmi ditetapkan sebagai Hari Literasi Internasional.Â
Pendeklarasian ini tak terlepas dari vitalitas literasi dalam konteks pemberdayaan individu, komunitas dan masyarakat. Setenga habad lebih bukanlah sebuah ukuran kematangan literasi. Literasi butuh sentuhan refleksi kritis agar mampu membenahi diri demi menjawabi kebutuhan kognitif masyarakat.
Begitu masifnya kebutuhan terhadap literasi, membuat kata ini mengalami perluasan makna. Gee (1996) adalah salah satu ilmuwan yang berkontribusi memperdalam arti literasi.Â
Menurutnya literasi tak sebatas pada upaya pemberantasan buta aksara, melainkan lebih pada sebuah praktik sosial yang melibatkan kegiatan berbicara, menulis, membaca dan menyimak.
Aktivitas literasi tak terlepas dari proses memproduksi ide, dan mengkonstruksi makna yang terjadi dalam konteks budaya yang spesifik.Â
Lebih lanjut Kofi Annan menyatakan bahwa Literacy is the road to human progress and the means through which every man, woman, and child can realize his or her full potential (Literasi adalah jalan bagi kemajuan umat manusia dan alat bagi setiap pria, wanita dan anak-anak untuk mewujudkan potensinya).
Mungkin dengan ulasan makna literasi yang pluralistik di atas, publik cukup yakin mengklaim bahwa standar keberhasilan pendidikan di era modern tampaknya berada dalam pengaruh literasi.Â
Dalam pandangan yang lebih luas, Dewayani berpendapat bahwa literasi yang membawa pesan pengetahuan dan informasi mampu dijadikan sebagai alat transformasi diri bagi manusia terdidik.Â
Indikatornya bukan pada bagaimana seorang mencerna pengetahuan melainkan sejauh mana ia menggunakannya sebagai sarana transformasi diri baik dari segi politik, sosial maupun ekonomi.