Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Wajah Ganda Literasi dalam Politik

20 Oktober 2022   18:59 Diperbarui: 22 Oktober 2022   09:00 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan politik. (sumber: KOMPAS/JITET) 

Dengan demikian literasi sukses menjalankan fungsi sebagai pemberi pencerahan dan pemberdayaan politik masyarakat. Ini juga menguatkan beberapa pendapat di atas bahwa literasi mampu membantu individu untuk mentransformasi diri.

Kedua: Literasi sebagai media pencitraan politik. Tanpa disadari literasi ternyata tidak hanya membawa berkat melainkan bencana dalam politik. 

Dalam memenangkan kontes politik ada banyak strategi yang digunakan, salah satunya adalah pencitraan diri, sebuah cara berpolitik hitam yang sedang marak digunakan politisi. 

Menulis buku adalah salah satu cara para politisi untuk 'mencitrakan dirinya'. Buku yang adalah bentuk karya literasi difungsikan untuk menjual diri dengan membentuk konsep politisi cerdas di mata publik. Cara ini kerap dilakukan ketika mendekati zona pemilu seperti yang dilakukan oleh beberapa politisi besar di bangsa ini.

Ada beberapa contoh yang menguatkan argumentasi di atas, salah satunya adalah mantan Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama. Sebelum mencalonkan dirinya, Obama sudah dikenal oleh publik Amerika ketika ia menulis buku Dream from my father. 

Dalam buku ini Obama melukiskan kisah hidup dan pandangan politiknya yang sangat menginspirasi publik Amerika Serikat. Dalam negeri juga banyak ditemukan politisi jenis ini. 

Banyak tokoh-tokoh politik yang menulis buku ketika menjelang Pilpres 2009. Beberapa di antaranya bahkan menulis buku Autobiografi yang jelas berkiblat pada popularitas diri.

Menulis buku dengan mengunggulkan dirinya dan merendahkan orang lain sama dengan menulis buku untuk memperdayai masyarakat. Sumbangan literasi untuk dehumanisasi juga terjadi ketika para politisi bermain dengan media untuk membesarkan namanya.

Pada aras pemahaman ini media dan pers menjadikan literasi sebagai 'humas'nya para politisi. Ketika menjadi 'humas' para politisi maka segala komoditas politik entah baik atau buruk tetap diliterasikan.

Dualisme ini adalah fakta dalam literasi bagi perkembangan politik di negeri ini. Di satu sisi literasi memberikan pencerahan politik namun di sisi lain literasi menawarkan sisi gelap untuk mengaburkan rasionalitas pemilih. Lalu bagaimana? 

Jika ingin sebuah karya literasi lebih bernilai maka para penulis hendaknya menghindari tulisan yang bersifat personal dalam rangka promosi diri meskipun di balik itu banyak pelanggaran etika politik. Penulis seharusnya lebih banyak menawarkan ide-ide dan pemikiran yang inspiratif untuk memberdayakan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun