Dalam dunia kekinian, literasi hampir disematkan di setiap topik dan nyaris diidentikkan dengan pengetahuan. Literasi keuangan misalnya bermakna pengetahuan tentang pengelolaan keuangan dengan bijaksana.Â
Contoh lain adalah literasi moral yang mengandung pemahaman akan permasalahan moral serta kemampuan dalam pengambilan keputusan tanpa mengabaikan pertimbangan moral (Dewayani, 2017).Â
Apabila dibaca dari perspektif politik maka penulis berpendapat bahwa literasi adalah media pemberdayaan politik sekaligus media pencitraan politik.
Ini adalah dualisme yang terkandung dalam kerahasiaan makna literasi pada konteks politik. Dualisme ini ibarat dua sisi mata uang perak yang sulit untuk dipisahkan namun setidaknya mampu dibedakan satu dengan yang lainnya.Â
Keduanya adalah dua hal berbeda dan bertentangan yang harus dikaji lebih lanjut hingga keduanya bisa dibedakan satu dengan yang lainnya melalui kaca mata masyarakat.
Pertama: literasi sebagai media pemberdayaan politik masyarakat. Dalam kaitannya dengan politik, masyarakat tidak hanya dituntut untuk melek literas tetapi juga melek politik.Â
Agar dapat mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang melek politik maka dibutuhkan asupan literasi yang memadai.Â
Melek politik ini dalam bahasa Gol A Gong dan Agus M. Irkham (2012) dinamakan keberaksaraan politik, yaitu kesanggupan untuk mendaras informasi berupa teks maupun non teks di luar hal-hal yang bersifat teknis fungsional (Profesi).Â
Hal ini memungkinkan tumbuhnya empati, sikap kritis, sportivitas dan kesediaan untuk turut ambil bagian dalam proses penyelesaian masalah-masalah kolektif, misalnya budaya demokrasi.Â
Contoh yang paling kontekstual meng-Indonesia adalah pengambilan keputusan oleh masyarakat dalam ajang Pilpres, Pilkada, atau pun Pilcaleg yang dilakukan secara langsung.
Dengan bantuan asupan literasi, masyarakat mampu menggali, memilah dan menganalisis informasi dan klaim politik. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari literasi pula masyarakat dimampukan dan diberdayakan untuk melakukan pertimbangan rasional dalam menentukan satu pilihan dari sekian banyak figur pemimpin yang ditawarkan dalam pesta demokrasi.Â