Sebentar lagi umat Muslim akan merayakan Idullfitri. Saya cukup yakin bahwa sebagian umum kita mulai merencanakan apa saja yang akan dikonsumsi pada hari raya nanti.
Ada satu kelaziman yang reguler dilakukan setiap hari raya tiba adalah memilih kue kering terbaik. Selain untuk dikonsumsi, kue kering tersebut juga sebagai jamuan terhadap para tamu yang datang bersilaturahmi.
Namun di tengah ekonomi yang porak poranda oleh gempuran pandemi covid-19, maka pilihan terhadap kue kering juga mesti mendapatkan dukungan rasionalitas secukupnya. Jangan sampai demi sajian terbaik untuk para tetamu tetapi mengorbankan ekonomi atau kesehatan.
Setelah mendapatkan informasi dari beberapa narasumber, kebanyakan umat Muslim Flores lebih memilih kue adat seperti kompiang (Manggarai), jagung titi dan kue rambut (Flores Timur dan Lembata) sebagai jamuan pada saat hari raya Idulfitri nanti. Kue kering tersebut merupakan kue tradisional yang diproduksi oleh masyarakat lokal dari turun temurun.
Beberapa jenis kue tersebut dapat digunakan sebagai kue adat dalam beberapa jenis upacara adat. Hal itu membuat orang sering menyebutnya kue adat. Kue adat tersebut kini sering dipasarkan untuk meningkatkan ekonomi keluarga.
Kompiang adalah roti khas dari daerah Manggarai. Kompiang berwarna cokelat karena proses pembuatannya melalui pembakaran di atas bara atau oven. Di salah satu sisinya terdapat butiran-butiran kecil yang disebut longa. Inilah yang kemudian banyak orang menamakannya kompiang longa.
Sementara jagung titi adalah penganan khas nan unik dari daerah bagian Flores Timur seperti daratan Flores Timur, Solor, Adonara, dan Lembata. Dengan proses pengolahan yang khas, jagung titi mampu menghadirkan nilai orisinalitas tanpa sentuhan bahan kimia.
Dinamakan jagung titi karena memang proses pembuatannya dititi atau dipipihkan di atas batu. Biji-biji jagung tersebut dipanaskan terlebih dahulu di dalam sebuah periuk tanah atau tembikar lalu dititi di atas sebuah batu.
Kue rambut juga merupakan kue kering khas dari daerah Flores Timur dan Lembata. Kue ini juga lazim disebut jawada. Warnanya cokelat keemasan dan kebanyakan berbentuk segi tiga. Jika dilihat sepintas, jawada ini terlihat seperti gumpalan helai rambut, maka itu disebut kue rambut.
Kue ini terasa renyah dan manis karena terbuat dari kombinasi bahan-bahan seperti tepung beras, gula aren, santan, air nira, garam dan minyak.
Pilihan terhadap kue adat ini bukanlah pilihan tanpa pertimbangan yang matang. Ada rasionalitas yang membaluti alasan mengapa mereka lebih memilih kue tradisional seperti kompiang, jagung titi dan kue rambut.
Masa pandemi menjadi alasan di balik pemilihan kue adat sebagai kue sajian Lebaran. Mereka memilih lebih baik tinggal di rumah dan memproduksi kue tersebut daripada harus membelinya di pasar atau toko. Mereka tidak mau mengambil resiko terjangkit virus corona.
Selain itu alasan memilih kue adat tersebut adalah penghematan. Ekonomi yang rusak dan fluktuasi yang tak menentu membuat mereka tak menginginkan kue-kue lain yang menghabiskan banyak biaya.
Rasionalitas pemilihan kue tersebut mendapat pemakluman. Masa pandemi covid-19 mengharuskan kita tetap berada di rumah sambil menjaga 'dompet' kita masing-masing. Oleh karena itu sebaiknya kita memilih kue kering yang hemat dan dapat dibuat sendiri di rumah masing-masing untuk sajian hari raya nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H