Prabowo Subianto pernah mengutip sebuah novel tulisan dua ahli strategi dari Amerika yang memprediksikan bahwa Indonesia bakal bubar di tahun 2030. Pernyataan itu sontak mendapat reaksi pro-kontra pada diskursus ruang publik.Â
Terlepas dari semua reaksi yang berseliweran di ruang publik, saya justru memaknainya secara positif bahwa negara berkembang seperti Indonesia ini perlu membutuhkan warning untuk membangkitkan gelora altruisme.Â
Demikian pula dengan Pancasila, mungkinkah eksistensi Pancasila masih diakui dan bertahan di tahun 2030? Sebuah pertanyaan retoris yang perlu direnungkan bersama.
Sejak kelahirannya, Pancasila tak pernah hidup aman. Hantaman eksternal maupun internal terus membuat Pancasila babak belur dari waktu ke waktu. Padahal Pancasila diakui sebagai filsafat, dasar hukum, dan ideologi bangsa. Kurang sempurnahkah Pancasila itu hingga mendapat perlakuan tragis dari anak bangsa?
Kegelisahan Berbasis Data
Pancasila merangkul semua suku, agama dan budaya tanpa mengkebiri hak asasi kelompok tertentu. Bila demikian adanya maka Pancasila adalah milik bersama tanpa politisasi nilai-nilai. Namun faktanya, kehadiran Pancasila bagaikan ancaman bagi kelompok tertentu.Â
Rentetan peristiwa yang merong-rong keabsahan Pancasila sebagai sebuah ideologi justru menggambarkan penghayatan terhadap nilai-nilainya mengalami distorsi. Pada konteks ini, layakkah Pancasila perlu ditinjau kembali? Jawabannya sederhana, hanya orang yang merasa terancam dengan kehadiran Pancasila yang merasa layak.
Meskipun hanya kelompok tertentu yang menuntut ideologi Pancasila ditinjau atau diganti namun pewacanaan terhadap nasib Pancasila di tahun 2030 mesti dipergunjingkan sebagai sebuah langkah antisipatif.Â
Jangankan menunggu di tahun 2030, beberapa tahun ke depan pun masa depan Pancasila belum tentu cerah bila tak ada upaya untuk melindunginya dari jamahan tangan-tangan najis.
Adanya radikalisme, delegitimasi dan anti-Pancasila yang merambah hingga ke dunia pendidikan mengisyaratkan bahwa negara ini perlu memagari 'ayat sucinya' dengan sungguh-sungguh.