Mohon tunggu...
Richad Ade Sastra
Richad Ade Sastra Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

FST UNAIR

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Proses Refinasi-Fraksinasi Produk Edible Food Minyak Sawit

17 Februari 2022   14:14 Diperbarui: 17 Februari 2022   14:46 2005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Naiknya harga minyak goreng menjadi sorotan utama media massa di akhir-akhir ini. Harga minyak goreng yang sebelumnya bisa dijangkau berkisar 14 ribu per liter, saat ini bisa naik hingga 21 ribu per liternya. 

Walaupun beberapa kali terdapat wacana penstabilan harga minyak goreng oleh pemerintah yang bekerja sama dengan industri terkait, namun kebijakan tersebut masih terkesan alot untuk dilaksanakan. 

Mengingat, salah satu faktor penting dari produksi minyak goreng yaitu crude palm oil (CPO) harganya mengalami peningkatan yang cukup signifikan diduga juga adanya faktor mulai tertariknya eropa terhadap komoditi hasil sawit tersebut.

Terlepas dari trending topik tersebut, sebenarnya cukup menarik apabila kita memerhatikan proses pembuatan minyak goreng yang pada proses industrinya, tidak hanya minyak goreng yang dihasilkan tetapi banyak produk turunan yang dapat dihasilkan bergantung pada teknologi yang digunakan. 

Pada umumnya, proses pembuatan minyak goreng dari industri satu ke industri yang lain adalah hampir sama, yaitu kuncinya adalah pada proses refinasi dan fraksinasi. Kedua proses tersebut yang membuat setiap industri minyak goreng memiliki fasilitas berupa "refinery" dan "fractionation". 

Sumber kelapa sawit yang digunakan tidak sembarangan, mayoritas adalah bagian dari daging buah sawit yang kemudian minyaknya disebut sebagai crude palm oil (CPO), sedangkan untuk bijinya, istilah minyak yang diambil adalah crude palm kernel oil (CPKO). 

Sempat juga pada 2019 yang lalu, CPO yang berasal dari olahan minyak sawit dikenalkan oleh Indonesia kepada dunia, namun naas saat itu Uni Eropa menjadi fraksi yang menolak keras lantaran dalih deforestasi. 

Akan tetapi, dengan semangat ilmuwan bangsa yang berinovasi dengan CPO tersebut yang kemudian mengenalkan biodiesel, bioavtur hingga dewasa ini CPO sawit melambung harganya dalam perdagangan internasional.

Pada proses pembuatan minyak goreng, CPO adalah bahan utama yang digunakan karena memiliki banyak terdapat ikatan rangkap hidrokarbon sehingga membuat kondisi minyak yang digunakan tidak jenuh dan baik dalam penggorengan, sedangkan CPKO jarang dilibatkan dalam pembuatan minyak goreng karena dalam kandungannya cenderung lebih jenuh ketimbang CPO. 

Pada proses yang lebih kompleks lagi, CPKO dimanfaatkan untuk bahan penyusun margarin dan edible food lain. Awalnya, CPO yang diperoleh dari pabrik Mill kelapa sawit akan terlebih dahulu dilakukan proses "Degumming", yaitu proses penghilangan ikatan fospatida dan logam-logam yang mengotori CPO. 

Proses tersebut juga bisa disebut sebagai proses penghilangan getah pada crude palm oil yang akan digunakan. Proses degumming pada umumnya dilakukan menggunakan larutan asam, baik asam bronsted maupun asam lewis dalam kimia pada kadar yang ditentukan. 

Setelah dilakukan pencucian atau degumming, kemudian dilakukan pemucatan CPO dengan menggunakan agen pemucat atau istilah prosesnya adalah Bleaching Eearth. 

Proses bleaching dilakukan untuk menurunkan kandungan beta-caroten dalam kandungan CPO sehingga didapatkan minyak dengan warna kuning keemasan yang jernih dan tidak berawan. 

Pada industri minyak goreng umumnya, hasil bleaching CPO disebut dengan istilah bleach oil atau BO yang harus dianalisis parameternya secara detail dan waspada. Kemudian barulah bleached oil diproses lebih lanjut dalam refinery. 

Pada proses refinasi ini dilakukan pemanasan (deodorize) pada suhu tertentu agar tidak terjadi oksidasi terhadap kandungan olein dan stearin pada bleached oil. 

Proses refinasi ini harus dilakuka oleh engineer yang memiliki pengalaman cukup mengingat pentingnya menjaga parameter agar minyak refined yang dihasilkan memberikan parameter yang baik. Selain itu, proses deodorize juga dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan bau yang terdapat pada bleached oil.

Melalui proses refinasi maka dihasilkan produk Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), dan mungkin penyebutannya disetiap industri akan berbeda-beda. 

RBDPO ini yang menjadi cikal bakal pembuatan minyak goreng, margarin, kelompok shortening, biodiesel dan turunan oleokimia yang lain. 

Namun, karena topic pada pembahasan kali ini adalah mengenai edible food, maka hanya akan difokuskan pada proses pembuatan minyak goreng, margarin, shortening dan edible food yang lain. 

Setelah melalui proses refinasi, RBDO yang dihasilkan kemudian dilakukan proses fraksinasi untuk dihasilkan minyak olein (Refined Palm Olein) dan minyak stearin (Refined Palm Stearin). 

Proses fraksinasi juga bermacam-macam, tentunya prinsip yang digunakan adalah pemisahan dua minyak di atas. Pada umumnya, fraksinasi dilakukan dengan bantuan cooler, karena dua minyak yaitu olein dan stearin memilki titik beku yang berbeda.

Refined Palm Olein (RPO) dan Refined Palm Stearin (RPS) adalah buah akhir dari proses refinasi-fraksinasi. Dua produk ini memiliki karakter yang berbeda. 

RPO merupakan cikal bakal minyak goreng (80%) produk akan jadi, hanya tinggal ditambahkan dengan aditif sesuai formulasi industri. RPO memiliki ikatan rangkap (hidrokarbon tidak jenuh) yang lebih banyak dari RPS, sehingga wujudnya cenderung berwujud liquid. 

Sedangkan RPS memiliki banyak ikatan jenuh, sehingga pada penampakan fisiknya RPS adalah minyak yang gampang memadat. 

RPS ini nanti yang masih akan dikelola lagi melalui proses hidrogenasi dan juga texturizing sehingga didapatkan olahan palm stearin yang sudah terhidrogenasi dan didapatkan shortening maupun margarin yang sesuai dengan teksur yang ditentukan. 

Selain itu, di perusahaan yang mutakhir, olahan stearin juga bisa digunakan sebagai bahan baku pengganti cokelat atau CBS. Yang mana biasanya dinikmati masyarakat dalam bentuk cokelat putih beserta modifikasi yang lainnya.

Pada kesimpulannya adalah bagian dari olahan minyak sawit yang sudah siap digunakan adalah hasil dari refinasi dan fraksinasi yaitu berupa kandungan olein dan stearin. 

Dua kandungan oleokimia tersebut merupakan kandungan yang banyak dibutuhkan dalam dunia edible food. 

Selain karena kandungannya yang unik, kedua kandungan tersebut juga memiliki sifat fisik yang memudahkan produsen untuk memodifikasi olahan edible food pengembangannya. Demikian sedikit pengalaman dari saya, semoga bermanfaat    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun