Mohon tunggu...
Catatan

Wajah Perusahaan di Negeri Para Bedebah!

9 Desember 2010   23:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:52 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambaran pengelolaan negeri ini dapat kita lihat pada skup yang lebih kecil, yaitu perusahaan yang kini menjadi tempat anda dan saya bekerja saat ini. Wajah umumnya perusahaan bak pinang dibelah dua, tak begitu berbeda antara pengelolaan perusahaan dengan pengelolaan negara. Bila pemerintah bersengketa dengan rakyat, maka perusahaan berselisih dengan para karyawannya.

Ada beberapa hal yang umumnya terjadi dalam pengelolaan sebuah perusahaan yang dampaknya dirasakan langsung oleh para karyawannya.

- Sistem Penggajian yang tidak mengenal jenjang dan peraturan yang ada tidak berdasarkan pada peraturan pemerintah dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja.

Hal ini saya alami saat ini, mungkin anda juga merasakannya. Untuk karyawan seperti saya yang bertugas sebagai staf operasional hampir 3 tahun lamanya hanya berpaut beberapa puluh ribu saja dengan karyawan yang baru direkrut oleh perusahaan, dengan tugas dan tanggung jawab yang lebih ringan.

Beberapa waktu yang lalu perusahaan menghadapi sidak yang dilakukan oleh Depnaker, ternyata ada hal-hal  mendasar yang selama ini telah diabaikan diantaranya yaitu soal prosentase penggajian, ternyata perusahaan tempat saya tempat bekerja selama ini telah melakukan kebohongan kepada para karyawannya. Prosentase gaji yang seharusnya 75% gaji pokok dan 25% tunjangan lain-lain menurut ketentuan Undang-Undang Naker ternyata diputar balik menjadi 25% gaji pokok dan 75% tunjangan. Dari sisi ini karyawan dirugikan saat terjadi jam tambahan bekerja (lembur) karena hasil yang didapat jauh lebih kecil dari yang seharusnya didapatkan, karena penghitungan uang lembur berdasarkan jumlah gaji pokok yang diterima sang karyawan.

Belum lagi dengan kebutuhan-kebutuhan karyawan yang seharusnya disediakan oleh perusahaan seperti air minum, padahal jelas-jelas telah tercantum dalam UU Naker yang telah berlaku.

- Penggelapan pajak. Cerita soal penggelapan pajak tentu sudah menjadi rahasia umum, apalagi jika perusahaan tersebut tak mentaati peraturan pemerintah khususnya UU Naker. Apakah perusahaan tempat saya dan anda  bekerja terbebas dari permainan manipulasi setoran pajak?, kalau anda bekerja sebagai staf yang bersinggungan dengan keuangan tentu akan bisa dengan mudah apakah perusahaan anda memanipulasi pajak atau tidak!.

Permainan manipulasi pajak tentu atas kesadaran pemilik perusahaan dengan pegawai pajak yang mempunyai akses untuk memuluskan rencana manipulasi tersebut. Tentu akan menjadi sangat aneh jika pelaporan pajak perusahaan bisa dilakukan diluar jam kerja dan dilakukan diluar kantor pajak, baik itu dirumah sang petugas pajak ataupun ditempat perusahaan yang menyetorkan pajak. Hal ini jelas rentan terhadap permainan dan kongkalikong nilai pajak yang harus disetor oleh perusahaan karena akan dengan mudah petugas pajak teriming-imingi sogokan.

-Perusahaan takut karyawan mendirikan serikat. Hal ini ditakutkan oleh para pengusaha yang tidak jujur dan tidak memahami pentingnya “karyawan” bagi mati dan hidupnya sebuah perusahaan. Pengusaha beranggapan dengan adanya serikat karyawan akan menghambat kinerja perusahaan dan selalu membuat potensi rusuh antara karyawan dan pengusaha atau management perusahaan. Serikat pekerja bila saya amati lebih kepada upaya “memanusiakan ” dan “menempatkan” karyawan pada posisi yang mempunyai daya tawar yang wajar terhadap perusahaan, tidak diperas tenaganya dengan upah yang minim dan diperlakukan semena-mena bila berseberangan dengan pengusaha/perusahaan atas peraturan-peraturan pemerintah yang memihak atau yang belum terimplementasi dengan baik.

Tidak adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Tentu kita menginginkan kondisi kita selama bekerja baik-baik saja, tidak mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan. Tetapi sebagai upaya “membawa payung” sebelum hujan, hal ini tak terpisahkan sebagai sebuah hak karyawan yang harus diberikan perusahaan, karena untuk urusan yang satu pun sudah diatur dalam UU Naker (silahkan searching ya bagi yang belum tahu ).

Kebebasan dalam menjalankan ibadah dan keyakinan. Apakah masih ada perusahaan yang mengekang karyawan untuk menjalankan ibadah dan keyakinannya?, secara terang-terangan mungkin sudah jarang kita dengar lagi. Seperti pelarangan penggunaan atribut keagamaan. Tetapi bila menyerahkan tanggung-jawab yang menyebabkan seorang karyawan tidak dapat beribadah dengan baik masih terjadi dimana-mana.

Dari kelima poin diatas kita bisa melihat bahwa antara pengelolaan negara dengan pengelolaan perusahaan hanya berbeda skup saja. Bila rakyat menuntut kesejahteraan, keadilan, kebebasan dalam menjalankan syariat agama, dan transparansi dalam pengelolaan negara, tidak berbeda jauh dengan sikap karyawan terhadap perusahaan/pengusaha, setidaknya hal-hal yang sudah diatur dalam UU Naker bisa terimplementasikan dengan baik.

Tetapi selama pengelolaan negara masih amburadul dan dikelilingi para bedebah, tentu kita tidak bisa berharap banyak perusahaan akan bersikap lebih baik kepada karyawannya. Karena bedebah negara akan berkolaborasi dengan para bedebah didalam perusahaan untuk menarik keuntungan pribadi dan memenangkan kepentingan para pemilik modal.

Setidaknya ada dua pertanyaan yang mengganjal, pertama : kenapa perusahaan yang sudah sepuluh tahun berdiri tidak terdaftar di instansi pemerintah dalam hal ini Depnaker? , dan tidak mengindahkan peraturan tenaga kerja yang telah diterbitkan?, bukankah ini bentuk separatisme perusahaan terhadap pemerintah?. Kedua : soal pajak ternyata masih begitu parah kebobrokannya, Gayus-Gayus kecil masih nyaman berkeliaran tanpa jerat hukum. Iklan-iklan soal pajak lebih cenderung menjadi lipstik belaka untuk menutupi permasalahan besar yang masih mengelayut didalam.

” Harapan sebagai seorang karyawan tentunya menginginkan perusahaan bersikap fair dan menjalankan peraturan tenaga kerja yang ada, tanpa intimidasi dan ancaman pemecatan atas penuntutan hak karyawan. Kerja profesional dengan diiringi keikhlasan tak akan tercapai bila perusahaan masih semena-mena terhadap karyawannya ”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun