[caption id="attachment_262621" align="aligncenter" width="495" caption="Tokoh OPM Beny Wenda dan Jennifer Robinson di TEDx Sydney 2013 (Foto: www.flickr.com/photos/95804330@N04/8757658216/)"][/caption]
Dalam satu tahun terakhir, Kedubes Australia di Indonesia sudah beberapa kali menjadi sasaran cercaan bangsa Indonesia. Itu terjadi lantaran ulah kelompok-kelompok warga di negara Kanguru itu yang secara terbuka mendukung gerakan Papua merdeka.
Pertama, terjadi akhir Februari tahun lalu ketika Ricard Di Natale dan Bob Brown (Pimpinan Partai Hijau) menjadi inisiator peluncuran International Parliamentarians for West Papua (IPWP) atau Kaukus Parlemen Internasional untuk Papua merdeka. Natale dan Brown berhasil menggalang sejumlah anggota parlemen dari negara tetangga seperti Ralh Regenvanu MP anggota Parlemen Vanuatu, Chaterine Delahunty anggota parlemen New Zealand dari partai hijau, dan Powes Parkop yang saat ini menjadi Gubernur Distrik Ibu Kota Nasional, Papua Nugini.Kaukus parlemen yang di-launching di gedung Parlemen Australia di Canberra tanggal 28 Februari 2012 itu diberi nama IPWP Asia Pasific. http://www.umaginews.com/2012/02/peluncuran-ipwp-di-australia-dukung-hak.html
Peristiwa kedua terjadi 4 Mei lalu di Sydney Opera House. Dalam forum organisasi non-pemerintah bertajuk TEDx Sudney 2013 itu, Jennifer Robinson, pengacara wanita warga Australia yang selama ini mendampingi Benny Wenda (mantan buron Interpol/tokoh OPM yang sejak 2002 mendapat suaka politik dari Pemerintah Inggris) melontarkan tudingan bahwa Indonesia telah menduduki Papua. Robinson juga menuduh militer Indonesia telah membunuh atau menghilangkan secara sengaja ratusan ribu warga Papua.
Dalam kesempatan itu, Benny Wenda yang dihadirkan oleh Jennifer Robinson menyampaikan terima kasih atas dukungan Australia bagi perjuangannya untuk melepaskan Papua dari NKRI.
Masihkah Pengakuan itu Bermakna?
Seperti biasa, kedubes Australia di Jakarta melalui juru bicaranya kembali menegaskan dukungannya kepada NKRI. Bahwa pihaknya telah lama mengakui keutuhan wilayah Indonesia, termasuk kedaulatan atas provinsi-provinsi Papua. Pengakuan itu bahkan sudah ditegaskan melalui penandatanganan dan ratifikasi Traktat Lombok bersama Indonesia.
Kedubes Australia di Jakarta menegaskan bahwa Pemerintahnya percaya, kesempatan terbaik untuk masa depan yang aman dan sejahtera bagi masyarakat Papua adalah sebagai bagian dari Indonesia. Pemerintah Australiasangat mendukung penerapan otonomi khusus (Otsus) sebagai jalan terbaik bagi Papua ke depan. http://zonadamai.wordpress.com/2013/05/20/australia-tak-akui-papua-merdeka/
Dalam catatan saya, pernyataan pemerintah Australia di atas sudah berulang kali dilontarkan. Namun, semakin sering dilontarkan semakin banyak pula warganya yang bikin ulah : mengganggu kedaulatan Indonesia.
Pemerintah Australia boleh saja marah atau pura-pura marah mendengar tudingan Jennifer Robinson di atas, sebagai tuduhan tanpa bukti. Tetapi setelah itu, tidak ada tindakan apa-apa terhadap warganya itu.
[caption id="attachment_262622" align="aligncenter" width="563" caption="para peserta acara launching IPWP Asia Pacific di Canberra, Australia (Foto: facebook IPWP)"]
Contohnya, ketika dua jurnalis radio Australia (ABC) yang menyusup ke Papua sebagai turis pada Juni tahun lalu dengan missi khusus.Setelah pulang ke negeranya, kedua jurnalis itu secara berani menyimpulkan bahwa ‘Densus 88 telah melancarkan kampanye berdarah terhadap para aktivis Papua’. Situs radio ABC menulis “…muncul bukti yang semakin besar bahwa satuan anti teroris itu terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang dalam upaya menumpas gerakan separatis di Papua“. http://hankam.kompasiana.com/2012/08/30/densus-88-dituduh-australia-tersudut/
Modus Timor Timur Geliat politik kelompok-kelompok masyarakat Australia untuk Papua merdeka sudah sampai pada tingkat mengkhawatirkan. Ada kelompok elit politik (green party), kelompok jurnalis (ABC), kelompok advokasi hukum (Jennifer Robinson), aktivis NGO dan mungkin masih ada lagi yang bergerak di bawah tanah. Jika kita hanya terbuai pada "proyek-proyek orang miskin" yang dibantu Australia, maka nasib Papua menjadi seperti Timor Timur tinggal menghitung waktu. Seperti apa peran Australia dalam kasus kemerdekaan Timor Timur yang sekarang bernama Republik Demokratis Timor Leste (RDTL) itu? Sebagai orang Timor, saya telah menyaksikannya dari dekat. Modusnya hampir serupa dengan sedikit "revisi" agar tidak terlalu kentara. Selama bertahun-tahun Australia menyembunyikan dan sekaligus membesarkan tokoh Timor Timur yang bernama Marie Alkatiri. Dan ibarat lakon wayang, pada saat yang tepat Marie dikeluarkan dari kotak wayang dan dijadikan Perdana Menteri pertama untuk negara RDTL. Setelah itu, Australia bisa leluasa mengatur pembagian pembagian sumber minyak di Celah Timor. "Marie Alkatiri-nya" Papua sangat mungkin adalah Benny Wenda. Dititipkan di "ibu asuhnya" Inggris, tetapi segala keperluannya untuk kampanye Papua merdeka (uang, advokasi hukum, lobby politik, media) semuanya disiapkan dan di-support dari Aussie. [Ricard]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H