Lalu, bagaimana dengan istilah "wali kota"? Saya pikir, perumusan istilah ini dan ejaan penulisannya sangat mengindahkan kaidah nalar. Istilah ini ingin menunjukkan bahwa wali kota adalah sosok penguasa yang mengurusi dan mengelola sebuah kota beserta kehidupan yang berlaku di dalamnya. Artinya, istilah wali kota lebih ditekankan pada peran seseorang sebagai---meminjam istilah Cak Nun---manusia ruang. Ia mewadahi seluruh kehidupan yang berlaku di kota yang dipimpin.Â
Saya akan mengambil analogi sebuah balon udara. Istilah ini mengandung dua entitas yang berbeda, baik bentuk maupun fungsinya. Balon adalah benda yang dapat dikenali bentuknya dan ukurannya sangat terbatas. Sementara udara, bentuknya tak dapat dilihat. Keberadaannya hanya bisa dirasakan hawa dan geraknya. Ia juga tersebar luas, melingkupi seisi jagat. Ia juga sangat berperan bagi seluruh kehidupan di muka bumi ini.
Lalu, mengapa balon dibuat? Salah satunya adalah untuk membuat udara memiliki fungsi lain. Semacam fungsi sekunder atau bahkan tersier. Balon akan mengambil sebagian kecil dari udara yang bertebaran di alam ini untuk kemudian dikelola. Gerak udara yang dihasilkan oleh perbedaan tekanan itu pun lantas dapat mendorong balon ke atas, terbang.
Namun begitu, sekalipun kedua entitas itu seolah menyatu dalam tubuh balon, tetap keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Mereka tidak menjadi senyawa yang membentuk makhluk baru atau zat baru, sebagaimana dalam kimia. Keduanya hanya memainkan peran dengan tetap memelihara keutuhan entitas masing-masing. Karena itu pula, ejaan penulisannya dipisah.Â
Begitu pula, pada hukum logika peristilahan "wali kota". Sebab, wali kota bukan sebuah senyawa atau makhluk baru yang dihasilkan oleh rekayasa genetika. Akan tetapi, keduanya adalah dua entitas yang berbeda. Hanya dipertemukan dalam peran dan fungsi masing-masing di dalam mengelola kehidupan bersama.Â
Ah, rasanya para perumus bahasa kita demikian jeniusnya. Saya kagum betul dengan perumusan ejaan yang demikian cerlang ini. Betapa, bahasa Indonesia demikian kaya pengetahuan dan kebijaksanaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H