Ciamis, saat berkunjung ke rumah mereka, mendadak hp android saya bergetaran. Saya abaikan getaran itu. Saya tak ingin membuat pembicaraan saya dengan warga Desa Sukajadi terganggu gara-gara sikap saya yang mengabaikan warga dan memilih membaca WA. Itu akan tidak mengenakkan bagi warga yang sedang menyambut ramah kedatangan saya.
Sabtu sore (23/12/2023), ketika saya sedang asyik bercengkerama dengan warga Desa Sukajadi,Baru setelah pertemuan itu usai, kembali ke tempat saya menginap, yaitu Sakola Motekar, saya meluangkan waktu untuk membuka-buka halaman hp saya. Rupanya ada sebuah pesan singkat terkirim ke nomor WhatsApp saya. Pengirimnya seorang mahasiswa semester 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Siapa namanya, tidaklah penting. Yang lebih penting adalah isi pesannya. Begini tulisan pesan itu:
"Maaf mengganggu waktu nya pak ribut  saya (menyebut namanya) untuk wawancara diskusi tentang jurnalistik misalnya kalo hari Senin sore jm 3/4 bisa nggak ya Asalnya saya ada tugas matkul sosiolinguistik untuk perihal jurnalistik"
Pesan itu dikirim pada pukul 17.31 dan baru saya baca 16 menit kemudian. Saya sempat tertawa kecil membaca kalimat pada pesan itu. Selain tata tulisnya kacau, struktur kalimat dan komunikasinya juga buruk. Antara kalimat dan maksud yang ingin disampaikan sama sekali tidak sinkron.
Tapi, saya maklum, barangkali mahasiswa yang satu ini belum mendapatkan pelajaran tentang bagaimana berkomunikasi secara tertulis melalui platform media sosial. Konon, di bangku kuliah yang ia ikuti, yang ada cuman mata kuliah kreasi konten. Jadi, mungkin saja mahasiswa yang satu ini lebih sibuk membikin konten ketimbang berkomunikasi.
Meski begitu, saya tetap berusaha menghargai usaha mahasiswa ini. Saya balas, "Kalau hari Selasa aja gimana? Senin saya masih ada agenda di Bandar."
Balasan itu selekas mungkin ditanggapi mahasiswa itu delapan menit kemudian. Ia bilang, "Maaf sebelumnya pak hari Selasa siang jm 11 udah dikumpulkan."
Sampai di sini, saya agak bingung. Sebenarnya apa hubungan saya dengan tenggat waktu pengumpulan tugas itu. Lagian, saya juga tidak tahu-menahu soal tugas itu. Apalagi, saya bukan dosennya.Saya tak langsung membalas. Kang Deni, pendiri Sakola Motekar, sedang asyik mengajak bincang-bincang. Saya mesti fokus pada perbincangan itu. Setelah benar-benar ada waktu, saya baru membalas. Kira-kira tujuh menit setelah kiriman WA mahasiswa itu nyantol di hp saya.
"Kalau gitu Senin malam aja gimana? Ketemunya di RKB aja," balas saya via WA. Maksud saya itu sekaligus solusi yang memudahkan untuknya. Terlebih, jarak antara kampus tempatnya kuliah tak jauh dari studio radio tempat kerja saya. Paling satu atau dua menit sampai.
Lima menit kemudian, mahasiswa itu mengirim pesan lagi. "Kalo misalnya hari Minggu sore jm 4 bertemu dengan pak ribut di gedung C," tulisnya di WA.
Saya langsung membalas balik, "Hari minggu saya baru tiba di Pekalongan jam 4 sore. Kalau malemnya sih gpp. Jadi saya ada jeda waktu untuk istirahat. Soalnya saya perjalanan dari Ciamis."