Kota Pekalongan, mata saya selalu tertancap pada sebuah bangunan yang berdiri gagah. Letaknya di sisi timur, berhadapan dengan Hypermart. Umur bangunan itu baru empat tahun sejak diresmikan 22 Desember 2019. Nama bangunan itu adalah Gapura Nusantara. Gagah kan namanya?
Setiap melintasi Alun-alunTapi, di balik kegagahan nama itu ada yang membuat saya penasaran. Pertama, mengapa namanya Gapura Nusantara? Kedua, apa hubungan nama bangunan itu dengan sejarah masa lampau? Ketiga, apa sebenarnya makna di balik bangunan itu?
Lantas saya cari tahu apa maksud dari pendirian Gapura Nusantara yang dinobatkan sebagai ikon wisata kota Pekalongan yang baru. Saya mulai buka-buka lagi kliping yang tersimpan di laptop saya. Juga, saya mulai mencari-cari informasi di berbagai media online.
Tahukah Anda, apa hasilnya? Ketika saya mengetik nama Gapura Nusantara, yang keluar dari google justru nama kelompok pendukung salah satu capres yang bakal berlaga di Pemilu 2024. Tentu, itu bukan informasi yang saya butuhkan.
Saya pun langsung mengetik frasa yang lain, yaitu bangunan Gapura Nusantara, barulah informasi seputar bangunan itu muncul di mesin pencarian andalan umat manusia sedunia itu.
"I got it!" seru saya dalam hati. Saya langsung saja menikmati kudapan informasi dari berbagai media. Saya buka-buka, saya baca satu per satu.
Informasi pertama menyebutkan, Gapura Nusantara sebagai sebuah cara yang ditempuh Pemerintah Kota Pekalongan untuk menata pusat-pusat keramaian kota. Itu diakui Wali Kota Saelany Mahfudz dalam berita itu.
Katanya lagi, ini juga bagian dari upaya peningkatan ekonomi di Kota Pekalongan. Diharapkan, Gapura Nusantara ini bisa menjadi salah satu destinasi wisata bagi masyarakat Kota Pekalongan dan mengundang para wisatawan luar daerah.
Okelah! Ide keren. Dan saya mendukung. Makanya, saya tambah semangat dan makin penasaran. Saking penasarannya, makin dalam informasi yang pengin saya ketahui. Saya sangat ingin tahu betul apa yang menginspirasi dibangunnya Gapura Nusantara? Minimal, alasan khusus yang membuat peresmian dilakukan tanggal 22 Desember 2019?
Menurut berita lagi, Wali Kota menghendaki agar Gapura Nusantara dijadikan ruang publik keratifnya masyarakat. Segala macam kegiatan bisa diselenggarakan di tempat itu. Wabilkhusus, para pegiat komunitas kreatif kota Pekalongan. Mereka boleh menyelenggarakan kegiatan di tempat baru itu. Namun, untuk alasan khusus dipilihnya tanggal 22 Desember saya tidak menemukan informasinya.
Iseng-iseng saya searching lagi di google. Barangkali saja ada peristiwa khusus pada tanggal itu. Informasi yang saya dapatkan cuma peringatan hari Ibu dan peristiwa mulai berlakunya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (1948) di Sumatera Barat. Lainnya? Tak ada hubungannya dengan peristiwa khusus di Indonesia. Entah di Pekalongan, mungkin ada yang lebih tahu.
Yang jelas, ada satu peristiwa khusus yang berkaitan dengan gerbang/gapura. Yaitu, peristiwa dibukanya kembali Gerbang Brandenburg di Jerman setelah ditutup selama 30 tahun. Peristiwa itu terjadi tahun 1989 yang sekaligus menandai akhir dari pembagian antara Jerman Timur dan Jerman Barat.
Tapi saya yakin, pemilihan tanggal itu tidak ada hubungannya dengan peristiwa di Jerman itu. Maka, saya masih saja berusaha menemukan informasi yang tepat. Sampai detik ini, belum saya temukan.
Saya masih asyik googling. Ketertarikan saya pada bangunan gapura itu rupa-rupanya makin menjadi. Apalagi karena desainnya. Ya agak-agak miriplah dengan gapura-gapura di sejumlah negara Eropa. Sebut saja misalnya Arc de Triomphe di negeri rantaunya penyanyi Anggun C. Sasmi, Perancis.
Seketika saya pun mencari-cari artikel tentang Arc de Triomphe, sebuah bangunan gapura setinggi 50 meter. Catatan britanica.com menyebutkan, bangunan ini didesain oleh seorang arsitek pengembang gaya neoklasik, Jean-Franois-Thrse Chalgrin. Selain sebagai ikon kota Paris, gapura ini merupakan salah satu monumen terkenal di dunia. Didukung kisah yang menginspirasi pembangunan gapura yang dibangun dalam kurun 30 tahun ini.
Pembangunan mulai dilakukan satu tahun setelah kemenangan pasukan Napoleon I berperang di Austrelitz (1805). Tepatnya, 15 Agustus 1806, atau saat Napoleon memperingati hari kelahirannya.
Sayang, sebelum rampung gapura itu, sang perancang malaikat pencabut nyawa menjemputnya (1811). Meski begitu, proyek tetap berjalan. Cuma sempat melambat ketika Napoleon lengser dari Kekaisaran akibat Restorasi Bourbon (1814).
Kendali proyek kemudian dipegang oleh Raja Louis XVIII. Tahun 1823, ia meminta agar proyek gapura itu dilanjutkan. Keinginan Raja Louis XVIII termotivasi oleh kemenangan Perancis atas Spanyol.
Namun, belum selesai juga bangunan itu Raja Louis XVIII kudu lengser duluan. Tetap saja proyek diteruskan ampai akhirnya selesai pada tahun 1836.
Ketika itu tampuk kepemimpinan sudah beralih ke Raja Louis Philippe. Dan, dialah raja yang beruntung, berkesempatan meresmikan bangunan bersejarah itu pada 29 Juli 1836.
Tetapi, tahukah Anda jika ternyata rancangan Chalgrin diinspirasi dari bangunan serupa, yaitu Arc of Titus di Roma yang dibangun pada tahun 81 Masehi?
Di dalam merancang Arch de Triomphe, Chalgrin tak bekerja sendirian. Sejumlah seniman patung seperti Franois Rude, Jean-Pierre Cortot, dan Antoine Etex.
Mereka membuat ornamen-ornamen dekoratif penting dalam monumen ini. Terutama, patung-patung dekoratif yang menggambarkan kemenangan militer Revolusi dan Kekaisaran Pertama. Terdapat pula ukiran nama ratusan jenderal dan pertempuran terpampang di dinding.
Selain itu, ada juga dek observasi yang tepat berada di puncak monumen. Di bawahnya, terdapat museum kecil yang menampilkan pameran interaktif tentang sejarah gapura. Pada tahun 1921, makam prajurit tak dikenal Prancis ditambahkan di bawah monumen. Sebagai pengingat, tahun 1923, diletakkanlah api kenangan di sana dan dinyalakan setiap malam. Di tempat ini pula digelar upacara tahunan untuk memperingati gencatan senjata 1918 yang mengakhiri Perang Dunia I.
Kini, ia menjadi ikon kota Paris dan negara Perancis. Peti mati sejumlah tokoh penting seperti penulis novel Notre-Dame de Paris (Victor Hugo) dan Ferdinand Foch (marsekal Perancis yang memimpin pasukan Sekutu di penghujung Perang Dunia I) disemayamkan di situ, sebelum akhirnya jasad mereka dikuburkan di tempat lain.
Tak heran jika bangunan ini menjadi salah satu tujuan kunjungan wisata di negeri yang katanya punya bahasa paling romantis di dunia. Mereka yang berkunjung, tak hanya sibuk berswafoto, akan tetapi juga berkesempatan mempelajari sejarah bangsa Perancis. Begitu juga dengan Arc of Titus di Roma yang umurnya jauh lebih tua.
Lengkap saya temukan informasi mengenai Arc de Triomphe. Puas rasanya. Lain waktu saya akan mencari informasi mengenai Arc of Titus. Saya yakin, pasti komplit juga.
Dan saya berharap ada informasi yang komplit pula tentang Gapura Nusantara, sehingga dapat menguatkan alasan mengapa orang harus mengunjungi Gapura Nusantara. Agar saya juga bisa sedikit bercerita kepada kolega-kolega saya tentang Gapura Nusantara ketika mereka berkunjung ke Pekalongan. Sehingga, mereka mendapatkan pengalaman lebih selama di Pekalongan. Sepulangnya dari Pekalongan, mereka juga bisa berkisah tentang Pekalongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H