Rasanya, teramat sulit untuk menemukan keadilan. Terlebih, ketika kebenaran telah terungkap, orang-orang yang kukenal baik itu tak mengambil sikap. Kecuali, melenyapkan kebenaran itu dan buru-buru menghapus catatan merah itu dengan sandiwara yang mereka ciptakan. Entah demi apa?
Mungkin mereka perlu mengerti, sebagaimana yang kualami di masa lampau, bahwa menjadi korban yang tak sanggup menyatakan dengan lantang apa yang mesti disuarakan, selamanya ia akan merasa dihantui oleh kecemakan. Apapun itu, tak akan menyembuhkan. Sebab, manusia tak sanggup hidup dalam kesendirian. Tetapi, teramat sedikit teman yang sanggup mengerti.
Aku ingin berteriak untuk mereka. Untuk perempuan-perempuan yang terzalimi. Tetapi, lagi-lagi suaraku tersangkut di tenggorokan. Ada aib yang mesti aku tutup rapat-rapat. Aib yang ditorehkan oleh masa lalu.
"Kasihan mereka," gumamku. Dan, aku hanya bisa mengelus dada. Menahan luapan kekecewaanku yang tak ingin kubiarkan menjadi kemarahan. Sambil lagi-lagi kutekan masa laluku agar tak menghantuiku.
Pekalongan, 7 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H