Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Intelektual, Saya Lebih Hina dari Telek Ayam

30 Agustus 2023   12:22 Diperbarui: 31 Agustus 2023   15:26 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya. Selalu ada jalan lain menuju Roma. Begitu pepatah kuno menyebutnya. Bahkan, bisa juga kok pakai metode mistik. Yang penting hasil akhirnya jelas!

Ada pula cara lain. Buku yang saya tulis---meski sebenarnya bukan menulis, melainkan sekadar keterampilan menempel-nempel kutipan, saya terbitkan. Bisa juga jadi modal yang mengalihkan pekerjaan saya menjadi seorang marketing killer. Sebab, mustahil rasanya buku saya terjual habis di toko-toko buku. So, daripada menunggu tapi tak ada hasil, kenapa tidak saya "jual-paksa" kepada mahasiswa yang saya ajar. Yang tidak beli buku saya, nilai D atau bahkan E. Selesai urusan!

Begitulah dunia saya waktu itu. Tak sekelebat pun pikiran saya cemas hanya untuk memikirkan nasib orang lain. Terutama, memikirkan mahasiswa saya. Terlalu banyak yang harus saya pikirkan tentang diri saya sendiri. Semua hal menuntut saya agar begini-begitu. Saya kudu memenuhi berbagai syarat dan menggenapi ketentuan yang ada. Dan semuanya, tidak ada yang gratis.

Sekarang, setelah selesai episode itu, saya agaknya bisa bernapas lega. Saya lebih banyak punya waktu untuk menceritakan ulang pengalaman yang pernah saya alami, sembari menginsyafi apa-apa yang pernah saya lakukan. Menginsyafi pula cara pikir saya yang dulu terlalu feodal dan mirip dengan gaya para pangreh praja yang di zaman kolonial Belanda kerap bikin susah bangsa sendiri.

Bahkan, malah bikin nggak maju bangsa sendiri. Saya malah senang kalau ada orang lain kesusahan. Saya malah berbahagia ketika orang lain dalam kerumitan yang tak bisa ia pecahkan. Saya merasa beruntung justru ketika mendengar kawan saya yang lain nasibnya terpuruk. Merasa bahwa segala yang saya peroleh seluruhnya usaha saya dan kehendak Tuhan, tetapi mengabaikan doa-doa dari kawan-kawan saya.

Ah, betapa brengseknya saya ini. Berlagak seorang intelek tetapi wataknya malah lebih rendah dari telek ayam. Maka, saya dukung keputusan yang baru dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, skripsi dihapus. Saya setuju 1000%. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun