Memang, tidak bisa ditolak pula anggapan sebagian lainnya, bahwa perguruan tinggi umum lebih menjanjikan bagi masa depan para konsumennya. Bahasa praksisnya, mereka yang bersekolah di perguruan tinggi umum memiliki kesempatan yang lebih longgar dalam urusan pekerjaan.Â
Hal itu tidak lepas dari penyusunan kurikulum di perguruan tinggi umum yang cenderung menyesuaikan kebutuhan industri. Pembekalan yang diberikan pun bisa beraneka rupa.
Begitu kompleksnya pendidikan yang diselenggarakan perguruan tinggi umum ini. Semua itu tidak lain demi mewujudkan harapan para pengguna jasa layanan perguruan tinggi umum. Yaitu, mendapatkan pekerjaan.
Berbeda dengan pesantren salaf yang mengarusutamakan keilmuan. Sesuatu yang mungkin saja dianggap abstrak. Bahkan, ada pula yang menganggap ilmu sebagai sesuatu yang tidak bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya untuk mencari cuan atau mencari makan. Anggapan itu muncul lantaran jarak antara realitas sosial dengan ilmu pengetahuan terlalu senjang.
Dan memang, antara ilmu dan dunia kerja memiliki jarak. Ilmu berfokus pada upaya pengenalan diri melalui olah pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan penghayatan atas segala fenomena kehidupan di alam semesta.Â
Agar ilmu terejawantahkan ke dalam kehidupan sehari-hari, ia mesti menjalani serangkaian proses hingga memiliki kegunaan yang tepat dan benar. Tidak sekadar dapat dimanfaatkan secara praksis. Oleh sebab itu, diperlukan moralitas dan etika dari pelaku ilmu itu sendiri. Sebab, ilmu bisa saja akan membawa mudarat apabila diterapkan secara serampangan, tanpa mengindahkan akhlak.
Rangkaian panjang ini pula yang menjadi tantangan bagi para santri pondok pesantren salaf. Setelah lulus dari pesantren, mereka mesti diuji oleh berbagai macam hal. Tidak terkecuali dalam urusan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.Â
Tak ayal pula jika kemudian muncul pula adagium, bahwa atribut santri akan terus melekat walau telah dinyatakan lulus. Bahkan, hubungan di antara santri dengan para gurunya pun masih terjalin erat meski kedua pihak tidak lagi hidup satu atap di dalam pesantren salaf. Lebih-lebih ketika seorang santri tersebut masih menggunakan waktunya untuk belajar setelah lulus dari pesantren.
Inilah yang menurut pandangan saya sebagai awam, keistimewaan pesantren salaf. Pengalaman faktual para santri dan guru-guru mereka boleh jadi adalah pengejawantahan dari model pendidikan yang telah dikonsepsikan di pesantren salaf.Â
Seperti telah disinggung sebelumnya, pesantren salaf merupakan lembaga pendidikan yang menjaga dan merawat keterhubungan dan keberlanjutan tradisi keilmuan dari masa ke masa, hingga sampai pada akar sejarahnya.
Menariknya, sebagaimana dituturkan Gus Haidar, salah satu studi yang diwajibkan untuk dipelajari di pesantren salaf adalah sastra, khususnya sastra Arab. Tentu, saya dan mungkin saja Anda akan bertanya-tanya, mengapa sastra? Kata Gus Haidar, sastra Arab memiliki hubungan yang kuat dengan agama Islam.Â