Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pondok Pesantren Itu Milik Masyarakat, Bukan Milik Pribadi

22 Juni 2023   13:04 Diperbarui: 23 Juni 2023   22:55 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lampu hias yang terpasang di tiang-tiang pondok pesantren Al Maliki (dok.pribadi)

Tentu, ia tak sendirian. Ia punya kelompok pejuang yang biasa diajak keliling. Bahkan ustaz muda, Handy Bonny diajak juga untuk keliling motoran. Melihat masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dan berusaha membantu menyelesaikannya. Ada juga ustaz Fahmi, seorang kepala Madrasah Aliyah serta penggerak literasi di Bandung. Kerap turut bersafari, menemani warga daerah yang mereka kunjungi.

Kembali ke pertemuan tadi. Singkat cerita, dalam pertemuan itu banyak hal menarik yang kami bicarakan. Termasuk, kondisi saat ini. Tetapi, dari sekian banyak hal itu yang paling menarik adalah tentang sikap Pak Yai. Terutama, dalam hal menjaga idealismenya.

Tutur beliau, saat beliau mulai membangun dan mengembangkan Majelis Taklim Al Maliki, banyak pihak yang tertarik dan datang pada beliau. Mereka bermaksud baik, yaitu menawarkan bantuan-bantuan dalam beragam bentuk. Terutama, untuk pengembangan Majelis Taklim Al Maliki agar memiliki Pondok Pesantren.

Boleh dibilang, bantuan-bantuan itu sangat menggiyurkan. Apalagi bagi saya yang belum pernah melihat langsung nominal yang angka nolnya berderet-deret kayak gerbong kereta api. Wah, pasti tergiur saya.

Tetapi, beliau rupanya tak mudah silau oleh tawaran itu. Dengan santun, beliau tak menerima bantuan itu. Beliau memilih untuk bersikap sangat hati-hati. Beliau menjunjung tinggi rasa persaudaraan dengan siapapun. Namun, untuk menjaga rasa persaudaraan itu, beliau bersikap tegas, jangan sampai bantuan-bantuan yang ditawarkan itu justru akan merusak rasa persaudaraan.

Sikap itu ditunjukkan pula lewat perjuangan beliau membangun Pondok Pesantren. Beliau memilih agar Pondok Pesantren itu dibangun secara swadaya, dengan mendayakan para jemaah dan para dermawan yang benar-benar tulus ingin membantu. Padahal, andai beliau mengiyakan tawaran bantuan-bantuan dari pihak-pihak itu, jelas-jelas pembangunan Pondok Pesantren akan lekas selesai. Tetapi, demi menjaga rasa persaudaraan dan menumbuhkan rasa memiliki jemaah majelis taklim yang beliau asuh, beliau memilih berswadaya.

Dari tuturan panjang beliau, saya kemudian menangkap kesan. Bahwa apa yang dilakukan Pak Yai mungkin saja sebagai cara beliau mendakwahkan perilaku mandiri. Akan tetapi, kemandirian itu bukan sikap individualis. Justru sebaliknya, kemandirian baru akan bisa terbangun manakala di antara sesama dapat dan sanggup saling mendukung. Apapun bentuk dukungannya. Dan memang, tidak gampang membangun kemandirian itu. Butuh perjuangan yang berdarah-darah. Seperti yang beliau alami sampai saat ini di dalam membangun Pondok Pesantren.

Beliau hanya ingin mengatakan bahwa Pondok Pesantren yang beliau bangun itu adalah milik warga. Bukan milik pribadi. Maka, mesti diupayakan bersama-sama agar kelak juga dijaga bersama-sama pula.

Sebuah sikap yang sangat patut dihormati. Salut untuk beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun