Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Iklan Lowongan Kerja

3 Juni 2023   03:04 Diperbarui: 3 Juni 2023   03:08 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tapi bikin sesek ati, Dul!”

“Memang, yang nama kejujuran itu kadang menyakitkan, Kang. Nggak semua kejujuran itu menyenangkan, walau jujur itu baik,” balas Dulkenyot.

Seketika, Dulmangap tergelagap. Ia tak sanggup membalas kata-kata Dulkenyot. Ia menyadari bahwa duduk persoalannya ada pada dirinya. Bahwa ia sangat ingin bisa mengajukan lamaran pekerjaan di perusahaan pemasang iklan itu. Ia juga menginginkan posisi yang ditawarkan dalam iklan itu.

Sudah sangat lama ia mengidam-idamkan kesempatan itu. Tetapi, ketika iklan lowongan kerja itu muncul, ada persyaratan yang sungguh-sungguh sangat membebaninya; berpenampilan menarik. Ia tak tahu, siapa lagi yang mesti dimintai pertanggungjawaban. Menggugat Tuhan? Tidak mungkin ia lakukan. Ia takut kuwalat.

Menggugat kedua orang tuanya? Mana mungkin? Karena ia tahu, murkanya orang tua adalah murkanya Tuhan. Dan itu  akan membuahkan petaka baginya. Ia tak menginginkan itu terjadi padanya.

Kalaupun ia mesti mengajukan somasi, tentu butuh ongkos. Mahal. Sementara, ia masih belum memiliki pendapatan tetap. Belum punya cukup uang yang tersimpan di rekening bank. Belum lagi perlu dukungan dari banyak orang. Ya, kalau banyak yang sepakat dan mau berjuang bersama. Kalau tidak? Bisa-bisa ia sendiri yang mesti menanggung malu.

“Mm... atau gini aja, Kang. Aku punya usul,” seloroh Dulkenyot.

Dulmangap lekas-lekas memiringkan badannya, mendekatkan telinga ke arah Dulkenyot duduk. Ia bersiap menerima usulan Dulkenyot.

“Sampean bikin saja iklan tandingan. Di situ sampean tulis, DIBUTUHKAN LOWONGAN PEKERJAAN KHUSUS BAGI PARA PELAMAR KERJA YANG PENAMPILANNYA TIDAK MENARIK. AKAN TETAPI, MEREKA DIWAJIBKAN BERPENAMPILAN MENDORONG! Gimana?” seloroh Dulkenyot.

Seketika, teras rumah Dulmangap dipenuhi tawa. Sepasang sahabat itu terbahak-bahak. Seolah, apa yang tadi menjadi masalah terhempas begitu saja. Luntur dalam ingatan. Menjadi kabur. Dan, lowongan pekerjaan itu seperti terhapus dari benak Dulmangap. Pagi yang bermuram-muram, seketika berubah menjadi cerah kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun