Ruangan seakan sunyi. Bu Rina tidak berbicara beberapa detik. Aku menundukkan kepalaku. Bersiap menerima konsekuensi atas perbuatanku.
Namun yang terdengar hanyalah suara lembut Bu Rina. "Saya senang kamu mau jujur, Tono. Itu lebih penting dari apapun. Kesalahan bisa diperbaiki tetapi kejujuran adalah kualitas yang harus selalu kamu jaga."
"Ibuk... Nggak marah? " Hanya itu yang dapat aku keluarkan karena terkejut.
Bu Rina tersenyum lembut. "Tentu saja saya kecewa karena kamu menyontek. Tapi saya lebih menghargai kejujuranmu. Kita akan bicarakan ini lebih lanjut. Tapi yang penting kamu sudah melakukan hal yang benar dengan mengaku.
Aku merasa lebih lega. Meski kesalahannya belum terselesaikan. Ada beban yang hilang dari dadanya. Aku belajar bahwa kejujuran adalah harta yang lebih berharga daripada apapun.
Aku duduk dengan perasaan lebih ringan. Bagas yang melihat itu juga tersenyum melihatnya. Hari itu aku belajar sebuah pelajaran penting. Bukan dari buku melainkan dari diriku sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H