Bagas menatapku dengan simpati. "Tapi Ton menyontek bukan jawaban. Kamu tahu bukan? "
Masih dengan tampang pasrah ku. "Aku tahu dan itu yang bikin aku gelisah sekarang. Aku dapat apa yang kuinginkan. Bukannya senang malah itu membuatku merasa kalah... dari diriku sendiri."
Bagas tersenyum bangga. "Semua orang pernah berbuat salah. Yang penting sekarang kamu tahu itu salah. Kamu nggak akan lakuin itu lagi. Mungkin kamu bisa bilang sama Bu Rina biar kamu lega."
Saran dari Bagas membuatku terdiam. Mengakui perbuatanku di hadapan Bu Rina adalah hal yang sulit. Tapi mungkin itu satu-satunya cara untuk dapat meredakan rasa bersalahnya."
"Bu Rina mungkin marah. Tapi dia juga guru yang baik. Dia pasti lebih menghargai kejujuran daripada menutupi kesalahan." Lanjut Bagas membujuk ku.
Aku mengangguk. "Mungkin kamu benar. Aku harus jujur sama Bu Rina... dan sama diriku sendiri. "
Bagas menyeringai. "Itu baru temanku."
Dengan hati diliputi rasa cemas. Aku berdiri dan melangkah maju menuju meja Bu Rina. Setiap langkahku berat. Tapi hatiku berkata ini adalah jalan yang tepat.
"Buk Rina... " Ucapku ketika sudah berdiri didepan meja guruku.
"Ada apa Toni? " Ucap Bu Rina dengan ramah.
Aku menghela nafas untuk menenangkan jantungku yang berdebar kencang. "Saya... mau ngaku buk. Saya menyontek saat ulangan tadi... "