Mohon tunggu...
Riazul Iqbal
Riazul Iqbal Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Penulis dari Aceh, Humoris, manis dan kalian dapat membaca tulisan Saya yang luar biasa Gratis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gempa Pidie Jaya, Gempa Hati Kita?

17 Desember 2016   11:13 Diperbarui: 17 Desember 2016   14:21 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa jam setelah gempa Pidie Jaya (Pijay), Aceh. Ayah saya langsung menuju lokasi. Sedangkan saya yang tidak nyenyak tidur pada malamnya, ditambahkan lagi shubuh saat gempa di Pidie, lari ke tempat yang jauh dari laut untuk mencari perlindungan, karena takut Tsunami terjadi lagi.

Saya ke Pijay, sore hari itu dengan ambulan Dompet Dhuafa. Melintasi Banda Aceh medan kita sudah melihat bangunan yang retak, rubuh dan  ambruk, masjid-masjid yang pernah saya singah kini kubahnya jatuh ketanah. Ini baru nampak dampak gempa di pinggir jalan. Bagaimana bagunan di pedalaman yang jauh dari jalan utama?

Kalau tuan masuk kedalam, bencana ini makin parah. Jalan didalam perkampungan banyak yang retak dalam, bahkan terbelah. Rumah yang kita lihat tegak berdiri, kita masuk kedalam, rupanya banyak tiang yang retak dan beton penyangga tengah patah. Rumah-rumah warga dipedalaman juga banyak yang rubuh.

Malam itu saya ke rumah sakit Pidie Jaya. Melihat banyak ruagan RS yang tidak bisa dipakai lagi karena dinding yang roboh, dan retak disana sini sehingga tidak memungkinkan menaruh pasien disini. IGD rusak parah dan tak boleh dimasuki. Hanya ruang rawat inap yang berfungsi. Malam ini tak ada listrik. Listrik padam dikarenakan banyak tiang yang tercebur ke empang. Karena getaran hebat gempa, PLN harus mengecek semua tiang dan gardu untuk kembali mengalirkan listrik.

Puluhan ambulan dari berbagai daerah memarkirkan diri di sekitar rumah sakit. Dari berbagai kabupaten dan berbagai rumah sakit dan lembaga kesehatan. Ambulan mengantar pasien korban Gempa ke Bereunuen, Sigli dan Banda Aceh. korban luka parah banyak sekali, karena terhimpit reruntuhan, tertimpa batu bata dikepala, patah tulang dan luka lain. Ambulan juga disiagakan ditempat eskavator yang sedang bekerja mencari korban didalam reruntuhan bangunan yang belum ditemukan jasadnya.

Setelah sehari semalam bersama Dompet Dhuafa di Pijay, saya kembali diantar pulang. Karena ada tugas negara yang harus dikerjakan.

Doto Ilham yang merupakan alumni S2 Unsyiah jurusan Kebencanaan mengatakan bahwa yang penting saat bencana adalah papan informasi desa, memuat data korban, kerusakan dan update bantuan apa saja yang sudah diberikan dan apa yang dibutuhkan. Selain itu dijalan besar harus ada juga papan informasi tentang peta posko,

Memberi bantuan adalah hal yang baik. Manusia terbaik, dalam hadits adalah manusia yang paling besar manfaatnya bagi orang lain. Kalau kita memudahkan orang lain, Allah akan memudahkan kita dalam segala urusan.

Bantuan berdatangan ke Pijay merupakan bagian dari tolong menolong, empati, dan perpanjangan tangan para pemberi bantuan melalui relawan.

Bagi masyarakat pijay yang khatib temui, katanya gempa pijay lebih parah dari Tsunami, kalau gempa Tsunami bisa lari tapi gempa ini tak bisa lari, yang mencoba lari dari rumah banyak yang terhimpit bangunan.

Masalah bantuan juga ada, misalnya tidak merata akibat tidak adanya data akurat. Mana posko gampong atau kecamatan yang sudah mendapat bantuan dan mana yang kurang.

Data yang tidak akurat dan tidak di update per-hari ini menyebabkan ada gampong yang bantuan menumpuk dan ada yang belum dapat banyak bantuan.

Lalu keesokan harinya saya ditelpon sama imam besar Foba Ikhsan Efendi. Katanya mereka mau ke Pijay dan membawa satu ton bantuan dan puluhan juta donasi.

Saya langsung bergabung di Sigli dan menuju lokasi. Kami masuk keperkampungan terpencil penduduk, setelah berasumsi bahwa tempat terpencil-lah yang jarang memperoleh bantuan, sedangkan posko pengungsi di pinggir jalan sudah banyak orang yang memberi.

Tapi asumsi ini tidak sepenuhnya benar dan mungkin malah kejadian sebaliknya, para donatur bantuan selalu masuk-masuk gampong pelosok, sedangkan di posko sepanjang jalan Banda Aceh – Medan yang banyak hanya spanduk saja.

Sehari semalam bersama anak-anak Foba yang beranggotakan Rahmat Yusuf Nuga, Rahmat Zakas, Agung, Jack, Arifin dan Fajar kami berhasil memberikan sedikit bantuan ke kampung sebagai berikut. Menasah Sagoe, Trienggadeng. Aki Neugoh, Kecamatan Bandar Baru. Gampong Paru Keude, Kec Bandar Baru. Gampoeng Teugoh, Pante Raja. Gampoeng Ulee Glee, dan Keude Ulee Glee. Kemudian, para Relawan bergerak ke   Gampong Grong-Grong Capa, Ulim. Masjid Tuha, Menasah Meucat, Pangwa. Gampong Kuta Pangwa, Gampong Dayah Pangwa, gampong Masjid Trienggadeng dan Gampong Ara.

Bantuan kami pilah setelah diskusi dengan para pengungsi tentang apa yang mereka butuhkan, berapa korban dan kerusakan serta apa-apa yang sudah diberikan pihak lain.

Untuk teman-teman yang membaca ini, selamat  berakhir pekan. Kalau ada kesempatan, main-main lah ke posko bantuan. Menurut Noval, sarjana S2 Paud yang merupakan alumni Foba,

 “Tingkat Trauma yang terjadi pada anak-anak tergantung mindset orang tuanya saat menghadapi musibah, kalau orang tuanya tidak panik dan dengan tenang mencari tempat aman, keluar rumah, menghindari bangunan tinggi atau dengan hati-hati mengevakuasikan diri, anak-anak mereka juga akan seperti itu” ungkapnya

“Tapi kalau para orang tua panik saat terjadi bencana, lari kesana kemari dan berteriak ketakutan, maka pada anak-anak mereka juga akan berlaku demikian.”tambahnya di ujung pertemuan.  

Maka dari itu, selalu jaga hatimu... #eh. Selalu ada gempa dihati kita saat sesama muslim ditimpa musibah. Suriah, Palestina dan pengusiran muslim minoritas di berbagai belahan dunia membuat hati kita didera gempa 10 skala rither, jika hatimu tidak gempa. Update-lah aplikasi keislaman dengan banyak-banyak membaca qur’an dan sering duduk dengan ulama untuk membicarakan tentang bagaimana sikap sosial kita. Untuk menjadi muslim seutuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun