Mohon tunggu...
Ria
Ria Mohon Tunggu... Akuntan - Pemilik akun

Akuntant Mengerti Pajak Suka Menulis

Selanjutnya

Tutup

Horor

Anak Tumbal Pesugihan

19 Juli 2023   19:19 Diperbarui: 19 Juli 2023   19:21 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebulan kemudian, Lastri berniat untuk menyapih Arif, kini Arif sudah terbiasa tinggal dirumah Laras dan sudah jarang mencari ibunya, dia sudah jarang minum ASI sehingga Lastri berniat untuk menyapihnya. Suatu malam ketika sudah lewat tengah malam, tiba – tiba suhu tubuh Arif naik dengan drastis, Laras yang tidur dengan memeluk Arif segera terbangun merasakan keadaan ini, dia berfikir mungkin karena Arif kekurangan asupan ASI, dia pergi kerumah Lastri dan menyuruh Lastri menyusui Arif. Namun Arif justru tidak mau menyusu, suhu tubuhnya semakin panas dan dia mengigil sambil mengigau bahkan berteriak – teriak kepanasan yang membuat seisi rumah menjadi panik. Laras lalu pergi ke semua tetangga meminta bantuan, ayah Laras pergi ke rumah mbah Jambrong, tabib yang ada di kampung tersebut, namun karena ini lewat tengah malam maka mbah Jambrong sedang tidur dan butuh waktu yang cukup lama hingga akhirnya mbah Jambrong berhasil membuat ramuan penyembuh untuk Arif. Hampir satu jam kemudian ayah Lastri kembali membawa air ramuan obat yang diberikan mbah Jambrong lalu meminumkannya kepada Arif, keadaan untuk sementara mereda, namun beberapa waktu kemudian Arif kembali memburuk, dia berteriak – teriak kepanasan dan bola matanya membulat seperti orang kerasukan, disini Laras hanya bisa menangis sambil memeluk Arif. Salah satu tetangga Laraspun mencoba mencari kendaraan sewaan untuk membawa Arif ke klinik yang ada dikota, namun usahanya belum juga menemukan hasil.

Kondisi Arif semakin memburuk, para tetangganya berkumpul di sekeliling Arif namun tidak bisa membantu apapun dan hanya bisa merasakan kesedihan, sedangkan laras sejak tadi hanya menangis disamping Arif sambil berdo’a, sesekali Arif diam seperti tak bergerak sama sekali dan beberapa waktu kemudian berteriak – teriak sambil menggeliat, begitu seterusnya. Pukul 03.45 tepat sebelum adzan subuh hari itu, Arif menghembuskan nafas terakhirnya dipelukan Laras, serentak tangisan pecah dirumah tersebut, semua orang yang ada dirumah tersebut baik lelaki maupun perempuan menangis dengan hebat dan merasakan kesedihan yang sangat mendalam, duka ini sangat dirasakan tidak hanya oleh keluarga Lastri dan laras namun juga oleh semua warga kampung tersebut. Laras menangis kejer hingga tak sadarkan diri dan baru tersadar ketika matahari telah terbit, dia bahkan menggila dan harus dijaga oleh anggota keluarga yang lain supaya tidak menyakiti dirinya sendiri.

Tujuh hari berturut – turut diadakan tadarus dan pengajian dirumah Laras untuk mengantar kepergian Arif, namun hingga hari ketujuh sejak kepergian Arif, Laras masih belum beranjak dari tempat tidurnya, dia tidak makan, tidak mandi dan bahkan tidak buang air, dia sudah seperti mayat hidup. Malam itu Lastri memberanikan diri masuk ke kamar kakaknya dengan pelan – pelan, lalu dia memeluk kakaknya yang masih tidur dengan lembut. Lastri ingin menyampaikan kepada kakaknya bahwa selama ini ada hal yang ditutupi olehnya, sebenarnya sejak awal kehamilannya Lastri sudah mengetahui bahwa ayah dari anak yang dikandungnya adalah Bimo, demikian juga Bimo mengerti bahwa dia adalah ayah dari anak yang dikandung Lastri namun Bimo tidak mau mengakui karena masih ada keraguan di benaknya. Kala itu Lastri membuat perjanjian dengan Bimo, jika anak yang dilahirkan adalah perempuan, Bimo akan mengakui sebagai anaknya dan menikahi Lastri karena Bimo menginigkan anak perempuan namun hingga kini istrinya tidak pernah hamil anak perempuan, namun jika anak yang dilahirkan adalah laki – laki, maka pada usia ke tiga Bimo akan mengambilnya dan menggunakannya dan kala itu Lastri menyetujui perjanjian itu. Saat menyetujui perjanjian itu, Lastri tidak mengetahui jika maksud dari kata – kata Bimo “mengambil dan menggunakannya” itu adalah menggunakan anaknya sebagai tumbal pesugihan, Lastri baru mengetahui beberapa waktu kemudian, Lastri saat itu berniat untuk membatalkan perjanjian tersebut, namun karena perjanjian itu telah terucap maka tidak bisa dibatalkan. Lalu Lastri meminta maaf kepada kakanya sambil menangis  dan memeluk kakaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun