Lastri adalah anak terakhir dari empat saudara, dia memiliki dua kakak laki – laki dan satu kakak perempuan bernama Laras dengan usia yang hanya terpaut dua tahun dengannya. Berbeda dengan ketiga kakaknya yang berkulit sawo matang dan sebagian berambut keriting, Lastri terlahir bagaikan anak yang sempurna, dia memiliki paras yang cantik, dengan rambut hitam lurus berkilau dan kulit berwarna kuning langsat, tak hanya itu, Lastri juga memiliki tubuh yang sangat langsing, dia pandai menari dan menyanyi juga. Sebagai gadis yang mendapatkan gelar kembang desa, tentu saja Lastri menjadi incaran bagi banyak para lelaki yang ada di desanya, bahkan kepopuleran Lastri tersohor hingga ke desa lain karena Lastri bergabung dengan kelompok sinden daerah.
Tiada gading yang tak retak, mungkin peribahasa itu sangat sesuai dengan kehiduan Lastri, Lastri sepertinya jatuh cinta kepada laki – laki yang salah. Di usianya yang ke 17 tahun, Lastri jatuh cinta kepada laki – laki yang sudah beristri dan lebih sakitnya lagi, Lastri kini sudah dalam keadaan mengandung anak dari laki – laki tersebut, sehinga mau tidak mau Lastri harus menikah dengan laki – laki beristri tersebut sebagai istri kedua, dari sini Lastri yang dulu menjadi kebanggaan di desanya menjadi kebalikannya, dia sudah di cap sebagai wanita perebut suami orang dan tentu saja dia juga mendapat label sebagai cewek material karena suami Lastri berasal dari keluarga berada yang cukup dipandang di desanya.
Tiga tahun setelah pernikahannya, Lastri di ceraikan oleh suaminya, sehingga Lastri terpaksa harus mencari nafkah sendiri untuk menghidupi dirinya dan anak semata wayangnya, mantan suaminya tentu saja menafkahi anaknya namun tidak mencukupi untuk kehidupan Lastri yang sudah terbentuk sejak dia menikah dengan mantan suaminya yang dulu serba ada. Kini Lastri bekerja seadanya untuk mencari nafkah, ayah Lastri sudah melarang Lastri untuk kembali ke dunia sinden karena ayahnya khawatir Lastri akan terjerumus ke jalan yang salah lagi.
Kabar tentang Lastri yang sudah menjanda ini akhirnya tersebar. Lastri kini mendapat julukan janda kempling dan tentu saja para lelaki hidung belang mulai beraksi melihat keadaan Lastri yang kini sudah menjanda. Meskipun sudah menjada, tetapi Lastri masih tetap wanita yang cantik dan pandai berdandan sehingga masih tetap menjadi incaran para lelaki hidung belang. Tentu saja Lastri menggunakan kesempatan ini untuk mencari nafkah dan menghidupi dirinya. Hampir setiap malam selalu saja ada tamu dirumah Lastri, namun para tetangga tidak ada yang menghiraukan, selama tamu yang datang bukan berasal dari warga kampung Lastri sendiri, mantan suaminya pun kadang masih datang kerumah Lastri untuk menengok anaknya.
Dua tahun menjanda Lastri kembali membuat kabar yang menggemparkan, kini Lastri hamil lagi. Namun kali ini Lastri tidak bisa mengatakan siapa ayah dari anak yang dikandungnya karena terlalu banyak lelaki yang datang dan pergi di hidupnya, para lelaki yang datangpun terkadang saling kenal satu dengan yang lainnya dan tidak ada satupun yang bersedia mengakui anak yang dikandung oleh Lastri, tentu saja hampir semua lelaki yang singgah di kehidupan Lastri adalah lelaki yang sudah beristri. Keluarga Lastripun kini sudah tidak banyak melakukan pembelaan seperti dulu kala pertama Lastri hamil, kini keluarga Lastri hanya diam sambil menanggung malu atas keadaan yang menimpa Lastri.
Lama – kelamaan kabar tentang kehamilan Lastri ini pun mereda dan masyarakat sekitar sudah mulai tidak membicarakan lagi, beberapa diantara mereka justru merasa kasihan dengan Lastri dan memberikan bantuan, hingga pada akhirnya anak Lastri lahir. Lastri melahirkan seorang anak laki – laki yang berparas tampan, tanpa cacat sedikitpun, satu - satunya kekurangannya hanyalah anak tersebut tidak memiliki ayah yang mengakui sebagai anaknya, saat anak itu lahir, kakak pertama Lastri yang mengumandangkan adzan, bahkan kelahirannya disaksikan oleh banyak para tetangga yang merasa terharu dengan keadaan Lastri, bagaimana mungkin ditengah isu yang sangat tidak baik ini Lastri masih tetap berjuang dan mempertahankan kehamilannya. Anak ini diberi nama Arif Wicaksana oleh kakeknya, sebagai doa supaya kelak menjadi anak laki – laki yang arif dan bijaksana.
Arif bertumbuh menjadi anak yang sangat pintar, dia berjalan lebih cepat dari anak seusianya dan berbicara lebih cepat dari anak – anak bayi pada umumnya. Para tetanggapun sangat menyukai Arif dan bahkan ketika Lastri sedang ada keperluan untuk keluar rumah, semua tetangga rela untuk mengasuh Arif dengan Cuma – Cuma. Selain lucu dan menggemaskan, Arif juga tidak pilih – pilih makanan dan tidak mudah menangis sehingga banyak yang jatuh hati padanya.
Anehnya wajah arif tidak mirip dengan ibunya, namun justru sangat mirip dengan wajah ayah kandungnya, sehingga warga kampung tersebut secara otomatis mengetahui siapa ayah Arif tanpa harus diberitahu atau tanpa ada pengakuan dari ayah kandung Arif, namun warga kampung hanya bisa diam karena orang yang diduga ayah kandung Arif adalah orang terkaya di desa tersebut, sebut saja namanya Bimo. Pak Bimo berprofesi sebagai blantik (penjual hewan) dan dia sudah menjadi bagaikan Bank bagi masyarakat sekitar di desanya, siapapun yang membutuhkan uang mendadak dalam jumlah besar pasti akan datang kerumah pak Bimo dengan membawa jaminan berupa hewan peliharaan, sertifikat tanah atau benda berharga lainnya. Pak Bimo pun terkenal dermawan, suka membantu yang berkekurangan, suka menyumbang ke pembangunan masjid maupun pembangunan jalan yang ada di sekitar dan selalu mengurbankan sapi di setiap hari raya Idul Adha, sehingga semua warga masyarakat menjadi hormat kepada pak Bimo meskipun pak Bimo berwajah agak seram dan berperilaku agak sombong.
Keadaan masyarakat yang sudah mengetahui tentang ayah kandung Arif membuat Bimo akhirnya secara terang – terangan sering mendatangi rumah Lastri lagi, dan sering memberikan sokongan dana. Lama kelamaan masyarakat menjadi terbiasa dan melihat Lastri seperti istri kedua Bimo, para lelaki hidung belangpun mulai tak berani lagi datang kerumah Lastri karena takut akan kepergok Bimo. Melihat keadaan ini, Laras sebagai kakak Lastri menjadi gelisah, sesekali dia mengingatkan Bimo supaya tidak terlalu sering menemui Lastri, supaya Bimo sedikit lebih menghargai perasaan istrinya, namun Bimo justru membentak Laras dan keadaan menjadi semakin rumit, akhirnya Laras memilih untuk mengalah dan tidak ikut campur urusan Lastri dan Bimo.
Menginjak usia Arif kedua tahun, Laras meminta kepada Lastri supaya dia diijinkan untuk mengadopsi Arif karena Laras tidak memiliki anak. Dia menyarankan kepada adiknya supaya mulai menata hidupnya kembali, menikah dengan lelaki yang benar – benar ingin hidup baik dengannya, mengingat anak pertama Lastri kini sudah besar dan sebentar lagi harus masuk sekolah, Laras tidak ingin nanti keponakannya mendapatkan perlakuan tidak baik dari teman – temannya di sekolah. Usulan laras ini disetujui oleh Lastri dan Laraspun mulai mendekatkan diri pada Arif, sesekali Arif diajaknya menginap dirumah Laras yang jaraknya tidak lebih dari seratus meter dari rumah lastri sehingga jika di tengah malam Arif tiba – tiba mencari ibunya pun tidak akan kesulitan untuk memulangkannya. Laras mulai mempersiapkan semuanya mulai membeli mainan – mainan untuk Arif, memelihara kucing untuk teman main Arif hingga mulai berhenti merokok untuk menjaga Arif.
Suatu malam ketika Bimo datang untuk menengok Arif, dia tidak bertemu Arif dirumah Lastri karena Arif sedang berada dirumah Laras. Mengetahui hal itu Bimo lalu menyuruh Lastri untuk menjemput Arif saat itu juga dan Lastripun hanya bisa menurut. Lastri menjemput Arif dengan paksa karena Arif sedang asyik bermain dengan kucingnya dan tidak ingin pulang dengan Lastri, sehingga Arif dibawa Lastri dalam keadaan menangis kencang, hal itu membuat Laras marah, dia mengikuti Lastri kerumahnya dan kali ini dia mengatakan kepada Bimo bahwa Laras akan mengadopsi Arif, Lastripun hanya bisa mengiyakan apa yang dikatakan Laras dengan wajah takutnya. Mendengar perkataan Lastri tersebut, Bimo menjadi terlihat sangat marah, namun kali ini dia hanya diam dan meninggalkan rumah lastri, dia merasa di khianati oleh Lastri dan sejak saat itu Bimo tidak pernah datang kerumah Lastri lagi.
Sebulan kemudian, Lastri berniat untuk menyapih Arif, kini Arif sudah terbiasa tinggal dirumah Laras dan sudah jarang mencari ibunya, dia sudah jarang minum ASI sehingga Lastri berniat untuk menyapihnya. Suatu malam ketika sudah lewat tengah malam, tiba – tiba suhu tubuh Arif naik dengan drastis, Laras yang tidur dengan memeluk Arif segera terbangun merasakan keadaan ini, dia berfikir mungkin karena Arif kekurangan asupan ASI, dia pergi kerumah Lastri dan menyuruh Lastri menyusui Arif. Namun Arif justru tidak mau menyusu, suhu tubuhnya semakin panas dan dia mengigil sambil mengigau bahkan berteriak – teriak kepanasan yang membuat seisi rumah menjadi panik. Laras lalu pergi ke semua tetangga meminta bantuan, ayah Laras pergi ke rumah mbah Jambrong, tabib yang ada di kampung tersebut, namun karena ini lewat tengah malam maka mbah Jambrong sedang tidur dan butuh waktu yang cukup lama hingga akhirnya mbah Jambrong berhasil membuat ramuan penyembuh untuk Arif. Hampir satu jam kemudian ayah Lastri kembali membawa air ramuan obat yang diberikan mbah Jambrong lalu meminumkannya kepada Arif, keadaan untuk sementara mereda, namun beberapa waktu kemudian Arif kembali memburuk, dia berteriak – teriak kepanasan dan bola matanya membulat seperti orang kerasukan, disini Laras hanya bisa menangis sambil memeluk Arif. Salah satu tetangga Laraspun mencoba mencari kendaraan sewaan untuk membawa Arif ke klinik yang ada dikota, namun usahanya belum juga menemukan hasil.
Kondisi Arif semakin memburuk, para tetangganya berkumpul di sekeliling Arif namun tidak bisa membantu apapun dan hanya bisa merasakan kesedihan, sedangkan laras sejak tadi hanya menangis disamping Arif sambil berdo’a, sesekali Arif diam seperti tak bergerak sama sekali dan beberapa waktu kemudian berteriak – teriak sambil menggeliat, begitu seterusnya. Pukul 03.45 tepat sebelum adzan subuh hari itu, Arif menghembuskan nafas terakhirnya dipelukan Laras, serentak tangisan pecah dirumah tersebut, semua orang yang ada dirumah tersebut baik lelaki maupun perempuan menangis dengan hebat dan merasakan kesedihan yang sangat mendalam, duka ini sangat dirasakan tidak hanya oleh keluarga Lastri dan laras namun juga oleh semua warga kampung tersebut. Laras menangis kejer hingga tak sadarkan diri dan baru tersadar ketika matahari telah terbit, dia bahkan menggila dan harus dijaga oleh anggota keluarga yang lain supaya tidak menyakiti dirinya sendiri.
Tujuh hari berturut – turut diadakan tadarus dan pengajian dirumah Laras untuk mengantar kepergian Arif, namun hingga hari ketujuh sejak kepergian Arif, Laras masih belum beranjak dari tempat tidurnya, dia tidak makan, tidak mandi dan bahkan tidak buang air, dia sudah seperti mayat hidup. Malam itu Lastri memberanikan diri masuk ke kamar kakaknya dengan pelan – pelan, lalu dia memeluk kakaknya yang masih tidur dengan lembut. Lastri ingin menyampaikan kepada kakaknya bahwa selama ini ada hal yang ditutupi olehnya, sebenarnya sejak awal kehamilannya Lastri sudah mengetahui bahwa ayah dari anak yang dikandungnya adalah Bimo, demikian juga Bimo mengerti bahwa dia adalah ayah dari anak yang dikandung Lastri namun Bimo tidak mau mengakui karena masih ada keraguan di benaknya. Kala itu Lastri membuat perjanjian dengan Bimo, jika anak yang dilahirkan adalah perempuan, Bimo akan mengakui sebagai anaknya dan menikahi Lastri karena Bimo menginigkan anak perempuan namun hingga kini istrinya tidak pernah hamil anak perempuan, namun jika anak yang dilahirkan adalah laki – laki, maka pada usia ke tiga Bimo akan mengambilnya dan menggunakannya dan kala itu Lastri menyetujui perjanjian itu. Saat menyetujui perjanjian itu, Lastri tidak mengetahui jika maksud dari kata – kata Bimo “mengambil dan menggunakannya” itu adalah menggunakan anaknya sebagai tumbal pesugihan, Lastri baru mengetahui beberapa waktu kemudian, Lastri saat itu berniat untuk membatalkan perjanjian tersebut, namun karena perjanjian itu telah terucap maka tidak bisa dibatalkan. Lalu Lastri meminta maaf kepada kakanya sambil menangis dan memeluk kakaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H