konsep dramaturgi Goffman untuk mempelajari perilaku sosial pengguna narkoba pada kalangan remaja di kota Surabaya. Fokus penelitian ini adalah bagaimana remaja berinteraksi dalam masyarakat dan menampilkan diri mereka dalam berbagai konteks sosial. Penelitian ini menemukan bahwa remaja yang menggunakan narkoba cenderung memainkan peran tertentu dalam kehidupan sehari-hari mereka untuk menyembunyikan kebiasaan mereka dan menghindari stigma sosial.
Mereka sering menampilkan diri mereka di "depan panggung" sebagai orang-orang yang 'normal' dan 'sehat', sementara di "belakang panggung" mereka melakukan hal-hal yang berhubungan dengan narkoba. Studi ini menunjukkan cara remaja yang menggunakan narkoba di Surabaya berinteraksi dalam masyarakat dan mengelola identitas mereka dalam konteks sosial yang lebih luas.Â
Hasil ini dapat membantu dalam pencegahan dan rehabilitasi pengguna narkoba remaja. NAPZA adalah akronim dari Narkotika, Psikotropika, dan Narkoba Sederhana. Narkoba tersebut antara lain heroin, opium, ganja, morfin, kokain, dan zat psikotropika seperti ekstasi, metamfetamin, amfetamin, dan opium.Â
Alkohol, stimulan (seperti permen karet, pengencer, minyak, penghapus cat kuku), tembakau dan kopi merupakan zat adiktif lainnya (UU Narkotika 35 Tahun 2009). NAPZA terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah obat. Ada tiga jenis narkoba: heroin, kokain, dan ganja adalah contoh narkoba; kelompok kedua adalah narkoba lain, seperti morfin; Namun seiring berjalannya waktu, narkoba mulai disalah gunakan, terutama di kalangan generasi milenial atau generasi muda zaman now.Â
Tidak hanya masyarakat yang berubah, kebutuhan generasi muda juga berubah. Keinginankeinginan yang dibawa oleh masa kanak-kanak lambat laun berkurang dan digantikan oleh keinginan-keinginan di masa dewasa. Hal ini dikarenakan tanggung jawab pribadi meningkat pada masa remaja dibandingkan masa kanak-kanak.Â
Pertemuan juga membantu kaum muda menilai kebutuhan mereka Tidak hanya lingkup sosial yang berubah, tetapi minat remaja juga berubah. Minat yang dibawa dari masa kanak-kanak berkurang saat remaja dan digantikan oleh minat yang lebih matang. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa tanggung jawab pribadi akan meningkat selama masa remaja dibandingkan dengan masa kanak-kanak.Â
Pengalaman juga membantu remaja menilai minatnya secara lebih kritis dan menentukan apa yang benar-benar penting bagi mereka, menurut Hurlock (1996:217). ini menunjukkan bahwa konsumsi narkoba/NAPZA merupakan tindak pidana berat kedua setelah pencurian.Â
Kecamatan Tandes menyumbang 3% dari 9,5% pengonsumsi napza. Namun, remaja ini dapat mengelabuhi orang dan mengendalikan emosinya dengan baik. Beberapa remaja berperilaku baik di sekolah, berteman dengan orang-orang, dan menyembunyikan bahwa mereka adalah pengguna NAPZA.Â
Kemudian, saat berada dalam pergaulan kelompoknya di luar sekolah, yaitu kelompok pengguna, mereka berperilaku bebas, berbicara apa pun yang mereka inginkan, bahkan hal-hal yang tidak jelas atau bahasa zaman sekarang kerandoman pun akan dibicarakan dan dibahas.Â
Berbagai faktor mungkin terlibat dalam citra diri seorang pengguna narkoba. dan asumsi identitas yang terkait dengan definisi sesuatu yang ingin menonjol. Berisi symbol simbol tertentu baik dalam bentuk komunikasi verbal ataupun non-verbal, sehingga memungkinkan dia untuk memperkuat identitas peran yang dimainkannya.Â
Pengguna narkoba dapat membuka diri dan menjadi dirinya yang sebenarnya ketika: dia berada di peran lingkungan dengan visi dan misi yang sama, namun, Ketika berada di lingkungan yang berbeda, mereka berusaha menutup pikiran dan menunjukkan tingkat kepekaan yang tinggi. Goffman memandang hal ini dari perspektif dramaturgi.Â
Manusia secara ilmiah mempunyai kekuatan untuk mengendalikan sikap dan tindakannya berdasarkan kebutuhan dasar kemanusiaannya. orang perlu mengidentifikasi dirinya dengan orang lain. Untuk itu ia memulai perjalanan membuat pertunjukan dan bertemu orang lain yang memproyeksikan diri mereka dalam peran yang mewakili kehidupan dan kehidupan di atas panggung dengan cara yang imajiner.Â
Goffman menyamakan interaksi sosial dengan pertunjukan teatrikal di mana individu memainkan peran tertentu di depan penonton dan menciptakan kesan yang diinginkan. Penerapan teori dramaturgi Goffman pada kenakalan remaja memberikan wawasan menarik tentang kemunculan dan pemeliharaan perilaku bermasalah di masa muda.
 Di bawah ini adalah beberapa cara penerapan teori dramaturgi Goffman pada kenakalan remaja
1. Peran Sosial 2. Stigmatisasi 3. Panggung Depan dan Panggung Belakang 4. Kontrol EksposurÂ
Goffman berpendapat bahwa individu memainkan peran sosial yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari dan peran ini dapat berubah tergantung pada situasinya. Seorang remaja nakal mungkin mengambil peran sebagai "remaja nakal" di antara teman-temannya, tetapi mungkin mengambil peran lain di rumah dan di sekolah. Mereka menggunakan kostum, bahasa tubuh, dan bahasa yang sesuai dengan peran yang mereka mainkan.Â
Manajemen kesan: Konsep ini mengacu pada upaya individu untuk mengontrol bagaimana dia dipandang oleh orang lain. Remaja yang terlibat dalam perilaku nakal mungkin menggunakan strategi manajemen kesan untuk menampilkan diri mereka sebagai "keren" atau "berani" di hadapan teman-temannya sambil berusaha menyembunyikan diri dari orang tua dan guru.Â
Stigmatisasi: Goffman mengembangkan konsep stigmatisasi untuk menjelaskan bagaimana individu yang karakteristik atau perilakunya dipandang negatif oleh masyarakat mengalami diskriminasi dan penolakan sosial. Remaja yang melakukan kejahatan seringkali mendapat stigma dari masyarakat, dan perilakunya dianggap tidak pantas atau bahkan berbahaya.Â
Panggung Depan dan Panggung Belakang; Goffman membedakan antara "panggung depan", di mana individu tampil secara sosial di depan penonton, dan "panggung belakang", di mana individu dapat bersantai dan menjadi diri mereka yang sebenarnya. Remaja yang menjadi penjahat mungkin berperilaku berbeda di depan teman-temannya (front stage) dibandingkan di depan orang tua dan gurunya (backstage).Â
Goffman menyarankan bahwa individu cenderung mengontrol jumlah dan jenis informasi yang mereka berikan kepada orang lain tentang diri mereka sendiri. Remaja nakal cenderung membatasi informasi tentang perilaku bermasalah mereka hanya kepada teman sebaya yang melakukan perilaku serupa, dan berpotensi menyembunyikan informasi dari orang dewasa yang mungkin akan memaksakan konsekuensinya.Â
Dengan menerapkan konsep tersebut, dapat dijelaskan bahwa bagaimana teori dramaturgi Goffman dapat memberikan wawasan yang berguna mengenai dinamika dan motivasi di balik perilaku kriminal remaja. Bentuk Pengelolahan Kesan Panggung Depan (Front Stage) Pengguna Narkoba berurusan dengan kesan yang mereka dapat. Hal ini didasarkan pada kesadaran akan perilaku luar batasan norma norma pada umum nya .Â
Sebagai makhluk sosial, para remaja pengguna narkoba pun berusaha mencoba untuk meninggalkan kesan yang baik pada masyarakat. aktivitas ini Diwujudkan melalui penciptaan simbol-simbol Bertujuan untuk menciptakan spekulasi positif di mata masyarakat Simbol-simbol tersebut biasanya berbentuk sikap sosial.Â
Empati, gotong royong, dan lain lain. Hal ini merupakan bentuk kebebasan atau reflek diri yang sengaja diciptakan oleh para remaja pengguna narkoba dalam memerankan front stage guna untuk menutupi identitas mereka sebagai kalangan antarteman narkoba.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H