Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemilih pemula, di antaranya afilasi politik orang tua, figur tokoh dan identifikasi politik yang ada di lingkungan sekitar. Oleh sebab itulah, Key Opinion Leader yang lebih tepat untuk menjadi icon bagi pemilih pemula adalah pemuda.
Berbagai peristiwa Pemilu 2019, termasuk kecurangan harus menjadi pengalaman kita bersama bagi penyelenggaraan Pemilu 2024 akan datang. Apalagi Pemilu 2024 diprediksi akan memiliki tantangan tersendiri jauh akan lebih sulit ketimbang Pemilu sebelumnya. Bawaslu sebagai garda terdepan dalam mengawal penyelenggaran Pemilu harus memberikan garansi untuk tidak terjadinya korupsi politik. Puncak pertaruhan nasib rakyat Indonesia dalam lima tahun ke depan justru ada di TPS. Masa pencoblosan suara merupakan puncak pembuktian fair play bagi seluruh stakeholder dalam penyelenggaraan Pemilu, baik untuk KPU, Bawaslu, Pemerintah, Partai Politik, tim kampanyenya, dan bahkan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Terlebih lagi bila proses penghitungan suara terjadi menjelang sore, sering sekali TPS dalam kondisi kosong. Oleh karena itu, gerakan penyelamatan suara rakyat pasca-pencoblosan harus dikumandangkan menjadi visi besar semua penyelenggaraan Pemilu 2024, terutama Bawaslu. Di antaranya dapat menggerakan pemuda untuk menjadi pengawasan partisipatif lapis kedua selain pengawasan TPS. Mereka harus menjadi penyelamatan suara rakyat Indonesia, sehingga calon pemimpin yang terpilih itu betul-betul kehendak suara rakyat.
Oleh karena itu, KPU dan Bawaslu tidak dapat bekerja sendirian, tetapi harus melibatkan seluruh rakyat, terutama kelompok-kelompok pemuda. Pemilu 2024 nanti akan menjawab asas Luber dan Jurdil. Pemuda dapat diperankan sebagai pengawal penyelenggaraan Pemilu 2024 agar tidak terjadi lagi pelanggaran, dan korupsi politik. Oleh karena itu, Bawaslulah yang paling tepat untuk menggandeng kelompok-kelompok pemuda dan memaksimalkan energi pemuda menjadi lebih berarti.
Dinamika ini juga seharusnya mendorong para generasi muda guna berkiprah melalui peran aktifnya di lapangan. Pemuda perlu ambil bagian dalam perannya untuk menciptakan dan mensukseskan hajat demokrasi yang sehat alih-alih berpangku tangan karena merasa suara pemuda sebagai suara mayoritas.
Seluruh peran diharapkan dapat membentuk sisi idealisme sebagai ekspresi yang identik dan melekat dalam jiwa generasi muda, di tengah tantangan dan dinamika di tahun politik. Terlebih fakta sebagai pemilih mayoritas yang disemat oleh kelompok milenial dan generasi Z juga membuat kedua kalangan ini akan dilirik banyak partai. Â Godaan tentu akan datang dari berbagai sudut. Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, kita mungkin akan melihat banyak deklarasi dukungan yang mengatasnamakan pemuda di berbagai daerah. Tinggal bagaimana para pemilih di kedua segmen usia yang rata-rata dihuni para pemuda ini memanfaatkan momentum penting dalam menentukan arah bangsa ke depan secara objektif.
Tantangan elektoral terbesar bagi generasi pemilih muda saat ini; sejauh mana mereka dapat mempertahankan kemandirian intelektualnya dalam gempuran opini dan propaganda di tahun politik. Yang paling membuat khawatir adalah ketika pemuda diambil dan diracuni oleh emosi politik yang diproduksi oleh para elit. Hal ini berlaku bagi partai yang dengan sengaja mempersempit perspektif dan objektivitasnya, yang dapat mempengaruhi pemilih pemula.
Kajian Teoritis
Perilaku memilih dalam pemilu langsung merupakan perilaku politik yang bisa dikategorikan sebagai tindakan sosial. Dimana tindakan sosial merupakan proses aktor terlibat dalam pengambilan-pengambilan keputusan subjektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, tindakan tersebut mengenai semua jenis perilaku manusia, yang dengan penuh arti diorientasikan kepada perilaku orang lain, yang telah lewat, yang sekarang dan yang diharapkan diwaktu yang akan dating.
Tindakan sosial seluruh perilaku manusia yang memiliki arti subjektif dari yang melakukannya. Baik yang terbuka maupun yang tertutup, yang diutarakan secara lahir maupun diam-diam, yang oleh pelakunya diarahkan pada tujuannya. Sehingga tindakan sosial itu bukanlah perilaku yang kebetulan tetapi yang memiliki pola dan struktur tertentu dan makna tertentu.
Terdapat sejumlah konsep atau pengertian tentang partisipasi politik. Misalnya dari Kevin R. Hardwick berikut ini: "Political participation concerns the manner in which citizens interact with government, citizens attempt to convey their needs to public officials in the hope of having these needs met, (Frank N. Magill, eds, 1996: 1016)."Sedangkan menurut Samuel Huntington, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah (Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, 1994: 5). McClosky (1972), menegaskan: "The term 'political partisipation' will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public pulicy." (Partisipasi politik mencakup kegiatankegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan, secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum)."
PENUTUP