Menurut saya, beberapa hal tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya beberapa faktor, diantara:
- Kurangnya keamanan dalam penggunaan aplikasi kencan dan komunikasi online
- Mudahnya mengakses aplikasi, sehingga kurangnya penyaringan pengguna atau bebas.
- Lamanya proses pelaporan jika ada yang terkena pelecehan seksual.
Diantara berbagai factor yang disebutkan, diperlukan peran dari masyarakat sangat diperlukan dan terkhusus pihak aplikasi tersebut untuk lebih memperketat verifikasi identitas pengguna serta memjelaskan dampak dari akun yang tidak diverifikasi. Beberapa aplikasi dan komunikasi online gratis tidak mewajibkan para pengguna untuk melakukan verifikasi identitas secara wajib. Hal ini berarti seluruh masyarakat yang memiliki nomor telepon serta alamat email dapat mengunduh dan bergabung secara bebas. Tinder yaitu salah satu aplikasi kencan atau komunikasi online terpopuler saat ini, memberitakan tahun lalu bahwa mereka akan memperkenalkan fitur terbaru untuk memverifikasi akun pengguna di platformnya, tetapi sampai saat ini masih bersifat sukarela. Selain itu, perlunya peran pemerintah untuk mengubah RUU atau Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan Online demi memastikan bahwa aplikasi kencan atau komunikasi disertakan.
Menurut saya, aplikasi kencan atau komunikasi online sebenarnya tidak hanya dapat menimbulkan dampak negatif atau buruk saja, namun terdapat juga dampak positif atau baik yang didapatkan dari aplikasi kencan atau komunikasi online seperti Tinder, MiChat dan lain-lain seperti mendapatkan pasangan, mempromosikan pekerjaan, dan masih banyak lagi. Aplikasi kencan atau komunikasi online akan lebih berdampak baik apabila para penggunanya menggunakan aplikasi dengan bijak.
Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa aplikasi kencan dan komunikasi online mulai mengambil alih pasar di kampus-kampus. Beberapa aplikasi kencan telah mengumumkan fitur baru untuk membuat mudah para pengunduh aplikasi, terutama untuk mahasiswa agar lebih mudah cari jodoh di kampus. Salah satu aplikasi yang saat ini tengah gempar digunakan oleh kalangan mahasiswa adalah Tinder.[1] Sebuah trobosan terbaru bernama Tinder U ini dibuat guna menolong para mahasiswa, terkhusus para mahasiswa untuk berjumpa dengan teman kencan sampai teman dekat di sekitaran kampus mereka.Â
Salah satu kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus, yaitu sindikat pemerasan seksual lintas Negara yang bukan hanya menyasar pada kalangan mahasiswa, tetapi juga msyarakat umum. Interpol belakangan ini mengungkap sindikat pemerasan seksual lintas negara. Temuan ini merupakan investigasi hasil kerja sama interpol dengan kepolisian Hong Kong dan Singapura.
Pelaku ditangkap dalam rentang Juli sampai Agustus usai selesainya penyelidik menangkap para terdakwa yang memmbujuk calon korban melalui aplikasi kencan dan komunikasi online untuk bermain aplikasi yang tidak aman serta berpartisipasi dalam "obrolan dan dialog mesum". Para korban sebenarnya tidak begitu paham jika aplikasi tersebut dibuat untuk mengambil data serta nomor-nomor yang ada dalam kontak mereka, yang dimana hal tersebut dapat digunakan pelaku untuk melakukan pemerasan dan pengancaman berupa membagikan video syur mereka kepada orang tua, keluarga serta teman para korban.
Selanjutnya, salah satu kasus kekerasan seksual di Indonesia yang menimpa mahasiswa aplikasi kencan online yaitu seorang oknum Tentara Nasional Indonesia atau TNI yang mengaku bujangan pada aplikasi kencan online dan mengincar mahasiswa hingga hamil. Tetapi yang membuat lebih miris adalah oknum TNI tersebut telah memiliki istri yang sedang hamil. Tersangka dalam kasus ini adalah oknum TNI berinisial HY yang merupakan anggota TNI sejak tahun 2015, sedangkan mahasiswi atau korban dari HY inisialnya disamarkan.
Dalam kondisi yang sudah menikah, oknum TNI berinisial HY tersebut berkenalan dengan seorang mahasiswa melalui salah satu aplikasi kencan online yang terkenal yaitu Tinder. Dalam dakwaan yang tertuang dalam putusan hakim, diketahui bahwa HY melakukan hubungan seksual dengan seorang mahasiswi yang menjadi korban antara bulan Juni - Agustus 2020. Pada Agustus 2020, korban atau mahasiswi tersebut mengetahui dirinya tengah hamil setelah melakukan tes kehamilan. Â HY kemudian sempat meminta korban untuk menggugurkan kandungannya. Tetapi, dokter mengungkapkan bahwa janin tersebut sudah tidak dapat digugurkan karena usianya sudah menginjak 17 minggu.
Dalam analisis teori Tindakan Sosial oleh Talcott Parsons mengungkapkan bahwa, kejadian dapat terjadi ketika suatu kondisi dimana beberapa penyebabnya sudah pasti, sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak itu sebagai alat menuju tujuan itu. Dalam kasus ini, tindakan yang dilakukan oleh korban dalam situasi dimana terjadi kekerasan atau pelecehan seksual yang dialami oleh mahasiswi dan melalui aplikasi kencan online adalah elemen yang sudah pasti. Sedangkan elemen aplikasi kencan online digunakan oleh pelaku sebagai alat untuk menuju tujuan yaitu melakukan kekerasan atau pelecehan seksual kepada korban yaitu mahasiswi.
Selanjutnya tindakan pelecehan seksual tersebut, diatur berhubungan dengan penentu alat serta tujuan. Secara singkat tindakan tersebut dimaknai sebagai satu kesatuan dari fakta sosial yang paling kecil dan paling fundamental. Komponen-komponen dasar dari satuan tindakan merupakan tujuan, alat, kondisi serta norma. Dalam kasus ini, alat yang digunakan adalah aplikasi kencan online yang tengah marak di masyarakat. Sedangkan tujuan dari penggunaannya adalah negatif yaitu memiliki tujuan untuk kejahatan pelecehan seksual terhadap perempuan dan dalam kasus ini korbannya adalah seorang mahasiswi.
KESIMPULAN