Mohon tunggu...
Ria Risdiana
Ria Risdiana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Music Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maraknya Kasus Suap-menyuap dalam Dunia Pendidikan

12 April 2020   12:43 Diperbarui: 12 April 2020   12:38 6688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat pula, kasus dimana murid bermasalah namun karena orang tuanya tidak ingin anaknya mendapatkan sanksi atau hukuman akhirnya melakukan suap terhadap gurunya entah dapat berupa uang maupun barang.

Kemudian contoh kasus suap yang lebih tinggi lagi dapat dilihat dari banyaknya tenaga didik yang ingin naik jabatan dengan cara instan dan tidak mengikuti prosedur melalui penyuapan, atau bahkan yang lebih parah lagi ada beberapa contoh kasus yang ditemukan dimana pihak-pihak di sekolah menyalahgunakan dana bantuan dari pemerintah yang seharusnya digunakan untuk keperluan peningkatan fasilitas sekolah dan bantuan dana untuk peserta didik yang kurang mampu namun kemudian agar tindakannya tersebut tidak dilaporkan.

Pihak-pihak yang melakukan penyalahgunaan tersebut kemudian memberikan salam tempel maupun barang, fasilitas secara cuma-cuma ataupun janji kenaikan jabatan kepada pihak-pihak yang awalnya tidak terlibat yang akhirnya secara tidak sadar pihak yang menerima salam tempel maupun hadiah dari pihak-pihak bermasalah tersebut jadi ikut terlibat.

Menurut pandangan sosiologis, ini semua dapat terjadi karena adanya ketidakberlangsungannya peran dan fungsi masing- masing individu maupun kelompok secara baik dan benar yang biasa dikenal dengan istilah Teori struktural fungsional yang dicetuskan oleh Sosiolog yang bernama Emile Durkheim. Teori struktural fungsional melihat ini sebagai suatu disfungsi atau sebuah bentuk rusaknya sistem sosial.

Seharusnya masing-masing dari individu atau kelompok tersebut menjalankan peran dan fungsinya dengan sebagaimana mestinya, wali murid tidak memaksakan kehendak jika anaknya tidak dapat bersekolah di sekolah tertentu yang dianggap favorit, karena memang pada dasarnya semua sekolah sama saja dijadikan tempat untuk mencari ilmu, menambah wawasan, membina akhlak mulia dan meningkatkan keterampilan. 

Jadi sebenarnya tidak perlu sampai terjadi kegiatan "sogok menyogok" ketika ingin masuk sekolah. Kemudian peserta didik menjalankan tugas dan kewajibannya untuk belajar dengan baik dan benar, tidak perlu melakukan hal-hal yang melanggar dan dilarang oleh pihak sekolah agar tidak mendapatkan sanksi atau hukuman. 

Para tenaga didik juga harus melakukan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, tidak pilih kasih dan tegas dalam menjalankan aturan yang diterapkan untuk peserta didik, serta tidak menggunakan uang pelicin untuk dapat menaikkan status jabatannya.

Sebab, pada hakikatnya tenaga pendidik adalah pelaku utama dalam pembentukkan moral dan karakter peserta didik, bagaimana pendidikan akan semakin berkualitas jika banyak dari tenaga didiknya melakukan hal yang tidak bermoral. 

Jadi, menurut teori struktural fungsional tersebut, sebuah sistem akan berjalan dengan baik, benar dan lancar apabila masing-masing dari individu atau anggota maupun kelompok didalamnya dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan sebagai mestinya sehingga terciptanya suatu keselarasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun