Mohon tunggu...
Ria Risdiana
Ria Risdiana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Music Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maraknya Kasus Suap-menyuap dalam Dunia Pendidikan

12 April 2020   12:43 Diperbarui: 12 April 2020   12:38 6688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suap. Sumber Foto: kolakaposnews.com

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan merupakan sarana untuk mentransformasi budaya, pendidikan juga diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab terjadinya berbagai masalah budaya dan karakter bangsa Indonesia. 

Memang hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak cepat, tetapi sebenarnya pendidikan mempunyai dampak yang kuat di masyarakat dalam waktu yang relatif lama sehingga karakter bangsa itu sendiri dapat dilihat dari pendidikannya.

Ada ungkapan yang mengatakan "ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh". Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Itu mengartikan bahwa karena buta berarti tidak bisa berjalan, jika bisa berjalan pun pasti akan mudah menabrak. 

Kalaupun bisa berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Begitupun sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan oleh orang lain.

Namun bagaimana jika dalam dunia pendidikan itu sendiri masih banyak terjadi hal-hal yang menyimpang? Seperti adanya kasus suap-menyuap, yang entah itu dapat dilakukan oleh para murid, wali murid, bahkan guru serta pejabat-pejabat kalangan atas dalam dunia pendidikan. Mengapa hal demikian dapat terjadi?

Menurut Dr. Yusuf Qardhawi seorang cendekiawan asal Mesir mengatakan bahwa suap merupakan sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan atau apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya atau menyingkirkan musuhnya. 

Dalam arti yang lebih luas suap tidak hanya dalam bentuk uang saja melainkan juga dapat berupa pemberian barang ataupun fasilitas lain secara cuma-cuma.

Contoh kasus suap-menyuap dalam dunia pendidikan dapat dilihat mulai dari mudahnya masuk sekolah negeri favorit melalui jalur belakang atau lebih dikenal dengan istilah "menyogok" yang seharusnya sekolah tersebut memiliki standar ketentuan tersendiri dalam penerimaan siswa namun karena adanya penerimaan siswa melalui jalur belakang ini secara tidak langsung mencurangi peserta didik lain yang benar-benar mengikuti standar ketentuan untuk dapat masuk kedalam sekolah tersebut.

Adapun contoh kasus untuk menaikkan nilai peserta didik tidak jarang para wali murid berani memberikan salam tempel kepada tenaga pendidiknya agar nilainya dikatrol dan dapat naik kelas atau lulus dengan nilai yang memuaskan.

Selanjutnya adapula contoh kasus dimana peserta didik yang merupakan anak dari seorang donatur sekolah bisa lepas dari masalah yang dia buat dikarenakan sekolah tidak mau menindaklanjutinya, mungkin ini dapat disebut dengan penyuapan terselubung atau tidak langsung. 

Terdapat pula, kasus dimana murid bermasalah namun karena orang tuanya tidak ingin anaknya mendapatkan sanksi atau hukuman akhirnya melakukan suap terhadap gurunya entah dapat berupa uang maupun barang.

Kemudian contoh kasus suap yang lebih tinggi lagi dapat dilihat dari banyaknya tenaga didik yang ingin naik jabatan dengan cara instan dan tidak mengikuti prosedur melalui penyuapan, atau bahkan yang lebih parah lagi ada beberapa contoh kasus yang ditemukan dimana pihak-pihak di sekolah menyalahgunakan dana bantuan dari pemerintah yang seharusnya digunakan untuk keperluan peningkatan fasilitas sekolah dan bantuan dana untuk peserta didik yang kurang mampu namun kemudian agar tindakannya tersebut tidak dilaporkan.

Pihak-pihak yang melakukan penyalahgunaan tersebut kemudian memberikan salam tempel maupun barang, fasilitas secara cuma-cuma ataupun janji kenaikan jabatan kepada pihak-pihak yang awalnya tidak terlibat yang akhirnya secara tidak sadar pihak yang menerima salam tempel maupun hadiah dari pihak-pihak bermasalah tersebut jadi ikut terlibat.

Menurut pandangan sosiologis, ini semua dapat terjadi karena adanya ketidakberlangsungannya peran dan fungsi masing- masing individu maupun kelompok secara baik dan benar yang biasa dikenal dengan istilah Teori struktural fungsional yang dicetuskan oleh Sosiolog yang bernama Emile Durkheim. Teori struktural fungsional melihat ini sebagai suatu disfungsi atau sebuah bentuk rusaknya sistem sosial.

Seharusnya masing-masing dari individu atau kelompok tersebut menjalankan peran dan fungsinya dengan sebagaimana mestinya, wali murid tidak memaksakan kehendak jika anaknya tidak dapat bersekolah di sekolah tertentu yang dianggap favorit, karena memang pada dasarnya semua sekolah sama saja dijadikan tempat untuk mencari ilmu, menambah wawasan, membina akhlak mulia dan meningkatkan keterampilan. 

Jadi sebenarnya tidak perlu sampai terjadi kegiatan "sogok menyogok" ketika ingin masuk sekolah. Kemudian peserta didik menjalankan tugas dan kewajibannya untuk belajar dengan baik dan benar, tidak perlu melakukan hal-hal yang melanggar dan dilarang oleh pihak sekolah agar tidak mendapatkan sanksi atau hukuman. 

Para tenaga didik juga harus melakukan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, tidak pilih kasih dan tegas dalam menjalankan aturan yang diterapkan untuk peserta didik, serta tidak menggunakan uang pelicin untuk dapat menaikkan status jabatannya.

Sebab, pada hakikatnya tenaga pendidik adalah pelaku utama dalam pembentukkan moral dan karakter peserta didik, bagaimana pendidikan akan semakin berkualitas jika banyak dari tenaga didiknya melakukan hal yang tidak bermoral. 

Jadi, menurut teori struktural fungsional tersebut, sebuah sistem akan berjalan dengan baik, benar dan lancar apabila masing-masing dari individu atau anggota maupun kelompok didalamnya dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan sebagai mestinya sehingga terciptanya suatu keselarasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun