Selama ratusan tahun, merdunya keroncong mengalun dari Kampung Tugu di Pesisir Utara Jakarta, menyebar ke seluruh pelosok negeri hingga dunia. Dari musik budak tawanan Belanda, yang awalnya menggunakan alat musik sederhana dari leluhur, keturunan Portugis ini melestarikannya. Unsur Betawi pun ada.
"Kampung Tugu di Pesisir Utara tenpat ku dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang. Rukun damai saudara bersaudara Walau kini, semua telah berubah, tapi di hati akan tetap kucinta. Kampung Tugu di Pesisir Utara, tempat 'ku nanti akan menutup mata."
Lagu keroncong berjudul "Kampung Tugu" dari kelompok musik Kerontjong Toegoe yang mengalun di Roemah Toegoe, terdengar merdu. Mereka yang mendengarkan seakan terbawa.
Seperti liriknya, kondisi Kampung Tugu yang terletak di Semper, Cilincing, Jakarta Utara dan menjadi tempat bermukim para keturunan Portugis sejak empat abad lalu, pasti sudah berubah. Namun, Kampung Tugu tetap punya kekayaan sejarah, budaya, dan kuliner yang terus diupayakan bertahan seiring perkembangan zaman.
“ Ayo, ada yang mau minta lagu?” tanya Ira Lathief, dari Wisata Kreatif Jakarta kepada semua yang hadir di Roemah Toegoe, dalam walking tour Kampung Tugu bersama Sudin Prarekraf Jakarta Utara, berkaitan peringatan Hari Pariwisata Sedunia, akhir September 2023.
Kapan lagi, bisa mendengarkan pertujukan musik keroncong Tugu secara langsung? Ini jarang-jarang, apalagi beberapa lagu sekaligus. Setelah lagu Kampung Tugu yang video klipnya dibuat di sela manggung di Lisboa, Portugal, November 2016, akhirnya mengalunlah lagu "Oh Kekasihku" yang pernah dipertujukkan di Museu Do Fado di portugal.
Musik Keroncong dan Kampung Tugu
Musik keroncong dan Kampung Tugu tak bisa dipisahkan. Namun demikian, masih ada saja yang belum tahu jika keroncong berasal dari Kampung Tugu. Demikian halnya dengan lokasi kampung yang sudah ditetapkan menjadi salah satu rintisan desa wisata di Jakarta.
Padahal, pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara sudah menjadikan Kampung Tugu dalam p12 destinasi wisata pesisir di Jakarta Utara melaui Surat Keputusan Walikota No. 345/2011. Plang berwarna cokelat terpampampang di ketinggian sebelum pintu gerbang ke cagar budaya Gereja Tugu.
Gereja Tugu penanda paling mudah. Kampung Tugu punya kekayaan kisah sejarah, budaya, dan kuliner yang bisa menjadi potensi pariwisata yang dapat neningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Ikatan Keluarga Besar Tugu (IKBT), berperan di Kampung Tugu.
Kampung Tugu, Keunikan Desa Wisata Rintisan
Apa uniknya Kampung Tugu? Sambil mendengarkan lagu-lagu yang dilantunkan oleh Kerontjong Toegoe, mata saya memandang Roemah Toegoe, tempat kami berkumpul. Banyak foto-foto dan piagam penghargaan terpasang.
Sudah banyak berubah dari beberapa tahun lalu saat saya datang di bulan Januari. Terasa adem duduk sambil mendengarkan musik keroncong dan minum air mineral, setelah berjalan kaki dari Gereja Tugu lebih dari 50 meter.
Matahari kemarau begitu garang padahal baru pukul 10.00. Beberapa truk besar dan kontainer pelabuhan beroda besar melintas. Saya dan teman-teman juga dengan mudah melihat parkiran truk besar di kiri dan kanan jalan menuju Roemah Toegoe. Debu-debu menerpa.
“Apa keunggulan dari Kampung Tugu ini yang merupakan desa wisata di Jakarta? Kenapa tidak sepopuler destinasi wisata lain seperti Glodok?” pertanyaan yang sudah lama tersimpan, akhirnya terlontar kepada Arthur J Michiels.
Tanpa bermaksud membandingkan tapi karena kata ‘jarang-jarang bisa mendengarkan musik keroncong secara langsung’ atau ucapan beruntung bisa mencicipi kuliner Kampung Tugu ‘ jarang-jarang bisa merasakan kalau tidak ada kegiatan’ tertanam di kepala. Apalagi, jika bicara transportasi menuju desinasi.
Arthur Michiels terdiam sejenak. Lelaki bertubuh tinggi yang juga pemain bas grup musik Kerontjong Toegoe ini berbesar hati mengakuimasih banyak yang perlu dibenahi dari Kampung Tugu sebagai tujuan wisata.Sarana prasarana belum memadai dan lingkungan tidak memanjakan mata. Namun, segala yang dibutuhkan akan dilengkapi dan dibereskan seiring status desa wisata rintisan yang disandang.
Shinta N, dari Sudin Parekraf Jakarta Utara mengatakan soal infrastruktur sudah menjadi catatan, yakni adakah jalan yang berbeda untuk jalan kontainer dengan jalan perumahan. Selain kemungkinan solusi untuk menggunakan kereta untuk mengganti truk yang lewat di Kampung Tugu.
"Kami mendedikasikan rumah ini menjadi Living Museum, sehingga agar semua orang bisa datang bisa meihat dan mendapatkan informasi yang benar. Karena kalau datang ke tempat lain, misalnya ke gereja bertemu orang yang tidak tahu sejarah Tugu," kata Atrhur.
Dari Gereja Tugu, Roemah Toegoe, Keroncong, Hingga Gado-Gado
Kisah sejarah para keturunan Portugis, Gereja Tugu, Roemah Toegoe, adat budaya dan kebiasaan yang bercampur Portugis, hingga kuliner khas yang dimilikinya sangat menarik. Itulah yang membuat saya datang lagi ke Kampung Tugu. Karena itu, seperti kata Arthur Michihels, andai berkesempatan ke Kampung Tugu, jangan lupa datangi dan nikmati :
1. Gereja Tugu
Bangunan Gereja Tugu yang terletak di Jl. Raya Tugu no. 20, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara ini tidaklah begitu luas. Di sisi kiri gereja, ada komplek makam keturunan IKBT (Ikatan Keluarga BesarTugu) dengan nama keluarga. Nisan tertua dan unik adalah pendeta Leimena.
Di sebelah kanan gereja, ada lonceng tua sebagai panggilan ibadah atau pengumuman. Menurut Arthur J Michiels, Gereja Tugu merupakan salah satu gereja tertua di Jakarta. Gereja Protestan ini termasuk gereja awal yang dibangun di luar tembok kota tua Jakarta, atas kemurahan hati tuan tanah Cilincing bernama Yustinus Vinck.
Setelah selesai dibangun pada 29 Juli 1747 , selain untuk ibadah juga digunakan sebagai sekolah. Hingga kini, Gereja Tugu masih digunakan.. Dulu, para keturunan Portugis diharuskan berpindah agama dari Katolik menjadi Protestan sebagai syarat dimerdekakan sebagai tawanan atau budak oleh Belanda.
Bentuk Gereja Tugu sederhana, tidak semewah gereja tua masa dulu. Keasliannya masih dipertahankan sampai sekarang dari bentuk jendela dan bangunan. Sangat menarik saat tahu dan mendengar musik pengiring ibadah gereja adalah keroncong Tugu.
Gereja ini menghadap sungai tua yang dulu sangat erat dengan kehidupan masa lalu sebagai alat angkut ke Pelabuhan Tanjung Priok. Namun sayangnya, kini hanya berupa sungai kecil yang berbau dan ada sampahnya.
2. Roemah Toegoe
Tanyalah Rumah Tua, maka orang akan langsung mengarahkan ke rumah berusia lebih dari 250 tahun. Satu-satunya rumah zaman baheula yang masih ada hingga kini . Rumah milik Keluarga Michiels ini sekarang menjadi Living Museum Roemah Toegoe.
Michiels adalah nama fam Belanda sebagai ganti tawaran dimerdekakan. Para keturunan Portugis ini menukar agama dan nama mereka dari nama Portugis menjadi nama Belanda. “Seperti nama keluarga kami, Michiels nama Belanda. Yang mau tidak mau yang harus kami ikuti supaya mendapatkan kemerdekaan dan agama orang Tugu menjadi Protestan karena Belanda agama nasionalnya merupakan protestan,” kata Arthur J Michiels, salah satu keluarga Michiels keturunan ke-10.
Dulu ada 23 nama fam Tugu, yang sekarang tinggal 7 fam. Itupun satu fam yakni Hendriks dipastikan akan punah karena tinggal seorang perempuan yang tidak menikah. Garis patrilineal menyisakan enam nama fam saja, yakni Michiels, Hendriks, Abraham,Andris, Broune, Cornelis, Hendriks, dan Quiko. Di Roemah Toegoe bisa bertanya tentang bahasa Kreol, atau Bahasa Portugis Tugu.
Roemah Toegoe juga merupakan markas kelompok musik Keroncong Toegoe yang bermula dari grup keroncong Tugu Moresco tahun 1920-an.Kelompok keroncong ini sering mengisi acara hingga jenjang istana kepresidenan dan manca negara. Dari peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) hingga Istana Berkebaya di istana negara 2023,mewakili Indonesia pada acara Seoul Friendship Festival 2023.
3. Pesta Adat dan Budaya Mande-Mande hingga Keroncong
Tahun 2015 musik keroncong Tugu dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Pemprov DKI Jakarta. Tahun 2019, musik yang memperkaya kebudayaan nasional ini menerima Anugerah Kebudayaan kategori Pelestari dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Musik keroncong Tugu menjadi salah satu bagian unik karena dimainkan saat adat Rabo-Rabo yang datang ke rumah-rumah hingga membentuk barisan panjang. Pesta Adat Mande-mande dengan saling mencoreng bedak di wajah dengan iringan keroncong juga sangat unik sebagai saling memafkan dan penanda awal tahun. Ya, pesta adat ini hanya bisa dinikmati setiap Tahun Baru saja. Biasanya dilakukan di halaman Roemah Toegoe.
4. Jejak Peninggalan Tugu Masa Purnawarman
Selain kisah jejak keturunan Portugis, Kampung Tugu juga punya keunikan lain karena ada peninggalan masa Prasasti Tugu dari masa Kerajaan Tarumanegara saat pemerintahan Raja Purnawarman. Prasasti Tugu ditemukan di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu, wilayah Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Isinya mengenai enggalian Sungai Cabdrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian saluran (sungai) Gomati untuk mencegah bencana kekeringan yang terjadi dengan pengairan. Ada lagu Keroncong Tugu yang menggambarkannya.
5. Cicipi Kuliner dari Gado-Gado hingga Ketan Unti
Jika ke Kampung Tugu, usahakan bisa mencicipi kulinernya karena saat ini memang hanya ada saat pesta adat atau kegiatan. Saat Mande-Mande, usai saling mencoreng bedak biasanya para pengunjung dipersilakan mencicipi hidangan dari Pindang Srani, Gado-Gado Siram, Kue Ketan Unti, Pisang Udang, dan apem kinca. Rasanya tentu berbeda karena merupakan khas Tugu.
Saya suka semua suguhan Kampung Tugu. Meskipun terkenal sebagai kampung kristen, semua makananya halal dan aman bisa dikonsumsi bagi yang beda agama.
Ke Kampung Tugu, Kendaraan Online saja!
Mau ke Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara? Naik Mikro Trans Jak 05 jurusan Semper-Rorotan .Rutenya melewati KBN Marunda. Namun, saya lebih memilih kendaran online, baik yang motor ataupun mobil. Paling murah dari halte Trans Jakarta Plumpang Pertamina. Bisa juga dari Stasiun atau halte Trans Jakarta Tanjung Priok tapi dengan ongkos ojek yang lebih besar.
---Jakarta, 0923---
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI