Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Catatan Tak Terlupa, Renungan dan Rekaman Reformasi 25 Tahun dalam Karya Drawing

3 Juni 2023   23:56 Diperbarui: 6 Juni 2023   13:45 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu karya pameran Mei 98 di BBJ (dok.windhu) 

 

Tidak terasa, peristiwa Mei 98 sudah berlalu selama seperempat abad. Bukan waktu yang singkat. Jejak rekam 25 tahun itu membekas lekat dan kuat dalam ingatan siapapun yang mengalaminya. tak akan pernah bisa dilupakan hingga kapanpun. 

Penasaran. Itulah yang membawa langkah kaki untuk melihat karya para seniman dalam menuangkan peristiwa Mei 98 di atas kanvas. 

Ternyata, luka dan kenangan pahit itu tampak kuat terasa dalam pameran Drawing Experimental" Indonesia Kini, 25 Tahun Peristiwa Mei 98" yang dilangsungkan di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan. 

Untunglah, masih sempat menyaksikan karya-karya menarik yang tak hanya membuka memori peristiwa yang menyertai reformasi seperempat abad. 

Di Sabtu sore pekan terakhir, 27 Mei 2023, saya tuntas melihat dan berkeliling di galeri utama dan dua galeri sisi. 

Meski bisa saja berkisah pencapaian reformasi pada masa kini, karya-karya perupa itu lebih banyak menyampaikan kegelisahan, kepedihan, dan kepahitan peristiwa dalam pameran yang berlangsung pada 19-29 Mei 2023 dengan dibuka Menkop UKM Teten Masduki dan menghadirkan Wahyu Susilo, adik aktivis hilang Wiji Thukul. 

Jika bicara peristiwa Mei 98 pada tahun 2023, bisa jadi tak semua mengalaminya. Pada usia 25 tahun, seseorang sudah menjadi dewasa dan mungkin hanya mengetahuinya sebagai bagian sejarah yang mengubah bangsa. 

Karya seniman di BBJ (dok.windhu) 
Karya seniman di BBJ (dok.windhu) 

Namun, bagi yang merasakan dan melihatnya langsung, berapapun usianya pada saat Mei 98, kepedihan, duka, dan kekecewaan itu sangat kuat. 

Itulah yang dituangkan para perupa dalam menyampaikan karyanya. Para seniman ini menuangkannya di atas kanvas, di atas kertas, belacu, kertas koran, goni dan lạinnya. 

Mereka menggoreskannya antara lain dengan menggunakan acrylic, pensil,pena, hingga charcoal. 

Begitu kreatif dan lugas mengisahkan peristiwa Mei 98 dan Reformasi yang saling menyertai. Sehingga, bagi yang pernah mengalaminya, terasa membuka kembali kenangan-kenangan yang sudah berlalu. 

Saya berdiri cukup lama pada beberapa karya untuk merenungi dan mengingat kembali masa-masa kelam bangsa, yang dialami saat itu. 

Untuk generasi yang tidak merasakan atau bahkan belum dilahirkan akan menjadi sebuah pengetahuan mengenai peristiwa Mei 98.

Kerusuhan, Penjarahan, Demonstrasi Mahasiswa

Mei 1998, terjadi demonstrasi di mana-mana. Sejumlah mahasiswa menjadi korban tewas mengenaskan. Harga-harga melambung sangat tinggi. Inflasi parah. 

Kerusuhan terjadi. Penjarahan dan pembakaran pusat perbelanjaan dan perkantoran terjadi. Ketakutan mendera. Tulisan "Pribumi" tiba-tiba saja ada di depan rumah-rumah. 


Kata " Reformasi" dipekikkan di mana-mana. Tidak ada kendaraan. Tentara dan polisi ada di mana-mana. 

Peristiwa Mei 98 inilah yang kemudian mengakhiri pemerintahan orde Baru selama 32 Tahun dari Presiden Suharto. Tanggal 21 Mei 1998, Presiden ke-2 RI itu mengundurkan diri. Aksi demonstrasi sudah memenuhi gedung DPR/MPR Senayan. 

Aqil Reza dalam karyanya yang berjudul Saksi Bisu Rekaman Traumatis, menghadirkan tragedi Mei 98 dengan ukuran 108,5 x 79 cm menggunakan Mix Media on Canvas (drawing eksperimen). 

Dalam keterangan karyanya tertulis: hal yang paling susah dihapus adalah luka yang menjadi trauma . Trauma adalah kata pertama yang keluar dari hampir setiap wawancara dengan korban dan saksi peristiwa mei 1998.

Trauma bukan saja dirasakan para korban dan keluarga korban namun juga mereka yang melihat kejadian tersebut. 

Banyak saksi mata yang tidak mau menjadi saksi atau bahkan dia bagian dari pelaku. Kerusuhan menelan banyak korban dan meninggalkan ruang trauma. 

I Nyoman “Polenk” Rediasa melalui karya Tangan Misteri, dengan ukuran 70 x 100 cm menggunakan Pencil, charcoal, oil on Canvas mengkritisi kasus HAM yang belum tuntas setelah 25 tahun reformasi.

Hingga tahun 2023 kini, banyak kasus yang yang masih misteri, seperti kasus korban Trisakti 12 Mei 1998, Munir, Wiji Thukul dan lain-lain. 

Beberapa karya perupa lain tak kalah menarik untuk menggambarkan tragedi Mei 98 dan keadaan yang terjadi pada masa yang sudah berlalu 25 tahun itu. 

Foto Tragedi dan Berita Harian Kompas

Hal yang tak kalah menarik adalah foto-foto selama peristiwa Mei 1998. Foto mahasiswi yang terkapar di pinggir jalan Grogol dekat Kampus Trisakti karya Julian Sihombing terpampang. Dulu, foto ini jadi perbincangan hingga ke warung kopi. 

Penjelasan mengenai yang terjadi di redaksi foto dan berita Harian Kompas juga disampaikan dalam bentuk tulisan. 

Halaman pertama Kompas sejak peristiwa kerusuhan hingga mundurnya Presiden Suharto juga dipamerkan di galeri sisi. Bahkan sudah dalam bentuk NFT. 

Peristiwa Mei 98 dalam. Foto (dok.windhu) 
Peristiwa Mei 98 dalam. Foto (dok.windhu) 

Sebuah Tragedi, Sebuah Pembelajaran

Peristiwa Mei 98 memang sudah berlalu seperempat abad lalu. Namun, kenangan pahitnya masih terasa hingga kini. Sejumlah penyelesaian dan pengungkapan belum selesai, terutama terkait HAM. 

Sebuah lorong waktu sejarah yang mengubah bangsa secara besar-besaran. Meski menyakitkan, tetap ada hikmah pembelajaran. 

Setidaknya, melalui karya seni para perupa mengenai peristiwa Mei 1998 dan reformasi, banyak hal berharga bisa dipetik. Seakan melengkapi kisah yang sebelumnya pernah tertuanya dalam karya film. Salah satunya, Di Balik Mei 98.

---Jakarta,dhu 030623++

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun