Saya dan Adica memandang bangunan berwarna merah dengan patung naga berhadapan di atapnya. Bangunannya tidak besar tapi unik.Â
Ada pesona yang terpancar dari kelenteng yang sudah berusia 5 abad ini. Ratusan rupang ada di Kelenteng yang berdiri pada tahun 1689 ini.Â
Altar Dewa Bumi, Dewi Kwan Im, patung Buddha tertata. Ada satu altar yang menarik perhatian saya, yakni altar Embah Dalem Raden Suria Kencana Winata. Guling kecil dan beberapa cangkir teh dideretkan disitu.Â
Raden Suria Kencana, menurut Ira Lhatief dari Festival Kebhinekaan, merupakan keturunan Prabu Siliwangi. Di tanah Jawa, penguasa tanah Padjajaran ini sangat dihormati.Â
Sangat menarik karena wujud toleransi terlihat di Kelenteng ini. Pengunjung dari berbagai agama dan etnis diperkenankan mengambil gambar.Â
Kelenteng di Jl. Pasar Baru Dalam Pasar No 146 untuk kegiatan keagamaan ini didirikan di atas rawa pada masa orang-orang Tionghoa banyak yang mẹnjadi petani di wilayah sekitar Lapangan Banteng sekarang.Â
Kitab Kuno Berbahasa Belanda di Gereja AyamÂ
Gereja Ayam Ä‘i Jl. Samanhudi menjadi destinasi rumah ibadah yang juga menarik dikunjungi. Dari kejauhan, penunjuk arah berbentuk ayam sekaligus penangkal petir di puncak bangunan tinggi gereja terlihatÂ
Menurut Oci, salah seorang pengurus gereja ayam, mereka meyakini simbol ayam sebagai penanda Petrus yang menyangkal Tuhan Yesus sebanyak 3 kali sebelum ayam berkokok 3 kali. Hal ini juga untuk mengingatkan umat Kristen agar tidak mengingkari Tuhan Yesus.Â