Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mau Tahu Pasangan Kamu Toxic atau Gak? Begini Cara Mengenalinya!

25 Maret 2022   12:08 Diperbarui: 25 Maret 2022   20:01 1995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasangan toxic (Sumber gambar: unsplash via kompas.com)

Pendidikan tinggi lebih berani untuk melapor sehingga terungkap kasus-kasusnya. KDRT juga tak melulu soal materi, tetapi bisa menurun dari orang tua. Ternyata, bukan hanya terjadi di rumah saja.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat, laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Dikutip dari Kompas.com, Menteri PPPA Bintang Puspayoga pada awal tahun 2022 mengatakan, berdasarkan Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) sepanjang 2019-2021, terjadi peningkatan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan maupun anak.

Angka laporan kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat dari 8.864 kasus pada 2019, 8.686 kasus pada 2020, menjadi 10.247 kasus pada 2021. Jumlah korban kekerasan terhadap perempuan juga meningkat dari 8.947 orang pada 2019, 8.763 orang pada 2020, lalu menjadi 10.368 kasus pada 2021.

Secara statistik, pelaku KDRT sebagian besar adalah laki-laki. Namun, KDRT bisa dilakukan oleh siapa saja yang dominan di rumah tangga itu memiliki kemungkinan melakukan penyiksaan fisik, psikis, dan mengekang. Misalnya pada istri yang punya power. KDRT merupakan tindak pidana sehingga boleh dilaporkan.

"Yang saya tahu KDRT adalah dipukul," Kata Maria G. Soemitro. Padahal, KDRT itu beragam. 

Berdasarkan UU RI No.23 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dalam pasal 5 disebutkan: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga.

Kekerasan fisik merupakan perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Penelantaran rumah tangga juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Ilustrasi KDRT (Sumber gambar: shutterstock via kompas.com)
Ilustrasi KDRT (Sumber gambar: shutterstock via kompas.com)

Lalu, Apa yang Dilakukan Jika Terjebak Hubungan Toxic?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun