Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Setelah HET Dicabut Minyak Goreng Kemasan Kembali Mahal, Haruskah Beralih ke Curah?

18 Maret 2022   07:47 Diperbarui: 18 Maret 2022   13:01 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumbergambar:tangkaplayar kompastv/sajiansedap.grid.id)

Harga Eceran tertinggi (HET) minyak goreng dicabut. Hanya minyak goreng curah yang disubsidi.  Harga minyak goreng kemasan kembali mahal. Saat membuka aplikasi dari sebuah marketplace untuk mencari minyak goreng kemasan yang kebetulan habis, selain melihat harga yang berubah,  mata saya menangkap minyak goreng curah dibungkus plastik dan diikat karet juga dijual!

Sebelumnya, di marketplace setahu saya hanya dijual minyak goreng kemasan bermerek. Kini ada minyak goreng curah yang dijual per kilogram hingga dalam dirijen. Biasanya, minyak goreng curah lebih mudah ditemui di pasar-pasar tradisional atau warung. Bukan di marketplace, minimarket apalagi supermarket.

Wah, apakah sekarang minyak goreng curah mulai dilirik oleh pembeli secara online? Apakah ini dampak dari harga minyak goreng kemasan kembalikan pada mekanisme pasar sejak 16 Maret 2022 sehingga harganya kembali melaju naik? 

Pemerintah tak lagi menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng. Sebelumnya, ada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit yang sudah dicabut.

Minyak goreng curah (sumber gambar: tribunnews.com)
Minyak goreng curah (sumber gambar: tribunnews.com)

Ketika penetapan HET  berlaku sejak 1 Februari 2022,  harga minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter. Harga minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500 per liter. Harga minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter.

Namun, sejak tanggal 16 Maret, penetapan itu telah dicabut karena ketersediaan minyak goreng di pasaran tetap langka meski sudah ada subsidi. Antrian membeli minyak goreng kemasan terjadi dimana-mana demi mendapatkan harga Rp 14.000 per liter. Setiap pembeli dibatasi hanya bisa membeli sebanyak dua liter seharga Rp.28.000.

Drama memilukan minyak goreng saat HET berlaku terjadi. Seorang ibu di Berau, Kalimantan Timur meninggal dunia saat mengantri minyak goreng di salah satu ritel hanya untuk mendapatkan minyak harga lebih murah.

Selain itu, kemendag sempat mencurigai jika terjadi penimbunan minyak di rumah tangga. Ah, berapa banyakah minyak goreng yang bisa dibeli masyarakat kecil, pun dengan mengerahkan seluruh anggota keluarganya karena dibatasi satu orang hanya maksimal dua liter seharga Rp.28.000?

Sajian berita minyak goreng langka, orang mengantri minyak goreng dan penimbunan minyak goreng tak pernah hilang dari layar kaca setiap hari. Siapakah yang tega menimbun sehingga  pemerintah pun memutuskan tak lagi mengontrol harga eceran minyak goreng dan mengembalikannya pada mekanisme pasar.

Pemerintah hanya akan menyubsidi minyak goreng curah agar bisa didapatkan Rp.14.000. Begitu diumumkan, harga minyak goreng kemasan bermerek pun langsung melejit. Stok juga tiba-tiba tersedia. Pada marketplace, harga minyak goreng kemasan dua liter dalam kisaran di atas Rp. 45.000 hingga Rp. 60.000.

Sumbergambar:tangkaplayar kompastv/sajiansedap.grid.id)
Sumbergambar:tangkaplayar kompastv/sajiansedap.grid.id)

Sempat Akan Dilarang Beredar, Migor Curah Kini Disubsidi

Setelah harga minyak goreng (migor) kembali pada 'harga normal' satu liter di atas Rp.20 ribuan, memang minyak goreng tersedia dimana-mana. Hanya saja, meski tetap begitu ada yang janggal terasa.

Apakah minyak goreng curah kini akan jadi incaran selain untuk konsumsi masyarakat miskin? Apakah semata-mata karena harga saja? Saat HET Rp. 14.000, sepertinya masyarakat antri di minimarket bukan untuk membeli minyak goreng curah. Mereka mengantri untuk membeli minyak goreng kemasan, entah yang bermerek seperti di iklan ataupun dalam kemasan sederhana.

Sebenarnya, saya agak bingung dengan perbedaan minyak goreng kemasan sederhana dan minyak goreng kemasan premium. Soalnya, perbedaannya sangat tipis. Minyak goreng kemasan premium dikenali selain bermerek dari perusahaan tertetntu, jelas ada informasi nilai gizinya.

Kalau minyak goreng curah, saya sangat mengenalinya karena jelas tanpa merek. Saya biasa melihat penjual minyak goreng curah menuang minyak satu per satu ke dalam kantung plastik bening satu kilogram dari jerigen besar, kemudian mengikatnya dengan karet gelang.

Namun setahu saya, di pasar tradisional dekat rumah, pembeli lebih banyak yang mencari minyak goreng kemasan, baik dalam bentuk pouch maupun botol. Masyarakat di sekitar perumahan lebih menyukai minyak goreng kemasan dan bukan curah.  

Lagipula, semula minyak goreng curah di warung dan pasar tradisional sempat dilarang untuk diedarkan atau dijualbelikan. Pemerintah sempat akan memberlakukan wajib kemasan minyak goreng curah mulai 1 Januari 2022. Namun, akhirnya pemerintah mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2020 tentang minyak goreng sawit wajib kemasan dengan pertimbangan kondisi pandemi.

Minyak goreng (sumber gambar: kompas.com)
Minyak goreng (sumber gambar: kompas.com)

Minyak Goreng Curah akan Jadi Incaran?

Dulu, ibu sempat menggunakan minyak goreng curah untuk menggoreng, menumis, dan menyajikan bebagai masakan lainnya di rumah. Namun itu sudah sangat lama. Puluhan tahun berlalu.

Minyak goreng curah yang cenderung lebih cepat berubah warna menjadi gelap setelah sekali digunakan dan lebih mudah berbau tengik membuat ibu kemudian beralih untuk tidak menggunakannya lagi.

Tidak hanya ibu, sepertinya nyaris semua tetangga juga tak terlihat lagi menggunakan minyak goreng curah berdasarkan obrolan sehari-hari. Mutu minyak goreng curah jelek. Tak sebagus minyak goreng bermerek yang diproduksi oleh produsen minyak goreng saat digunakan untuk menggoreng.

Warung dekat perumahan pun sudah lama menyesuaikan. Hanya menjual minyak goreng bermerek dalam bentuk kemasan isi ulang dan bentuk botol saja. Penjual gorengan dan makanan di dekat perumahan juga lebih menyukai minyak goreng dalam kemasan karena lebih bagus untuk menggoreng.

Akankah kemudian nantinya masyarakat  beralih ke minyak goreng curah jika harga minyak goreng premium atau kemasan sederhana dirasa lebih mahal? Kini hanya minyak goreng curah yang disubsidi.

Namun rasanya, tidak mngkin semua akan beralih dari biasa menggunakan minyak goreng kemasan premium ataupun kemasan sederhana ke minyak goreng curah untuk penggunaan di rumah tangga.

Minyak goreng kemasan (sumber:kompas.com)
Minyak goreng kemasan (sumber:kompas.com)

Minyak goreng curah  tampaknya masih akan jadi  idola bagi masyarakat miskin, bahkan mungkin pembelinya bisa bertambah karena daya beli masyarakat menurun. Akan tetapi bagaimana dengan kesehatan mereka yang mengonsumsi? Minyak goreng kemasan dengan minyak goreng curah tentu saja berbeda. Bukan hanya dari segi kualitas. Hal ini berkaitan juga dengan sesuatu yang  masuk ke dalam tubuh.

Dikutip dari halodoc, minyak goreng curah dapat menyebabkan meningkatnya radikal bebas dalam tubuh, Penggunaan minyak goreng curah dalam waktu lama bisa memicu berbagai masalah kesehatan. Sebut saja mulai dari kolesterol, diabetes, penyakit kardiovaskular, keracunan makanan, hingga kanker payudara.

Demi kesehatan, minyak goreng curah belum tentu diburu untuk konsumsi rumah tangga. Meski lebih mahal, lebih baik membeli minyak goreng kemasan bermerek jelas. Penyaringannya lebih dari sekali. Selain itu mempunyai nilai informasi gizi di kemasannya. Ada baiknya pemerintah juga memperhatikan hal ini. Semakin banyak yang mengonsumsi minyak goreng curah semakin banyak risiko kesehatan yang mengiringi. 

Soal harga minyak goreng kemasan yang naik dan tetap ingin sehat, saat ini tak ada cara lain selain membatasi makanan dengan penggunaan banyak minyak goreng. Solusi terbaik adalah harus membiasakan lebih banyak makanan sehat, seperti  rebusan. Untuk beralih menggunakan margarin itu masih dinilai mahal biaya. 

Mungkin inilah yang terbaik. Setidaknya, minyak goreng kemasan tak lagi langka, terlebih menjelang bulan puasa.Namun tetap, masih ada sedikit harapan minyak goreng kemasan bisa turun karena Kemendag mengakui adanya mafia dalam permasalahan minyak goreng. Semoga saja!

***

Baca Juga : 

Tempe dan Tahu Tak Hanya Sekali Menghilang, Kenapa Harus Terulang?

Setelah Tahu Tempe, Tidak Ada Penjual Daging Sapi di Pasar

Jakarta,dhu170322

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun