Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tempe dan Tahu Tak Hanya Sekali Menghilang, Kenapa Harus Terulang?

22 Februari 2022   13:36 Diperbarui: 23 Februari 2022   08:10 1528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempe goreng tepung yang tipis, lebih tebal tepungnya (dok.windhu) 

Oh pantas, masih ada stok tempe sebelum demo mogok produksi massal tempe dan tahu selama tiga hari, yang digelar mulai Senin 21 Februari. Semoga saja benar karena selain produsen dan penjual tahu dan tempe merugi, tentu saja penggemar dan pembeli tempe juga tidak bisa menikmati makanan kebangsaan ini.

Nah ngomongin tempe bagus, saya jadi ingat ayuk Sri, salah seorang saudara yang dulunya pernah menjadi salah seorang perajin tahu dan tempe di wilayah Musi Banyuasin,Sumatera Selatan.

Tempe goreng (dok.windhu)
Tempe goreng (dok.windhu)

Ayuk Sri pernah cerita kalau tempe yang dibuat dengan kedelai impor, hasilnya lebih bagus ketimbang yang dibuat dari kedelai lokal. Saat masih jadi produsen tempe dan tahu, ayuk Sri lebih suka membuatnya dengan kedelai Malaysia.

Hasil fermentasi ragi pada kedelainya lebih sempurna. Jadi bentuk dan rasa juga lebih bagus. Ketika itu, aku tidak bertanya banyak dan hanya sebagai obrolan jelang makan siang berlauk tempe.

Seandainya ayuk Sri masih hidup, tentu dia bersedia untuk bercerita banyak alasannya. Tentu saja, kondisi ini  bisa berbeda pada perajin tempe dan tahu lainnya. Kedelai Indonesia pun tak kalah bagus. Soalnya terkadang ada tempe yang digoreng hasilnya terlihat hitam.

Namun, satu hal yang terlintas adalah, kenapa Indonesia yang tanahnya luas dan subur, serta orangnya banyak tidak mampu untuk menyediakan sendiri kebutuhan kedelainya? Kenapa harus selalu impor sampai 80 % padahal penggemar tempe dan tahu di dalam negeri sangat banyak?

Kata lagu jadul Koes Plus berjudul Kolam Susu," Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman"

Mogok massal produsen tempe dan tahu tidak hanya sekali. Tempe lenyap di pasaran pun tak hanya kali ini. Kenapa masih harus terulang lagi? Inilah pekerjaan rumah bagi pemerintah agar bisa mengendalikan harga impor kedelai dan menciptakan Indonesia swasembada kedelai. Petani pun bisa lebih mendapatkan keuntungan dengan menanam kedelai lokal.

Mahalnya impor kedelai bisa jadi merupakan sebuah jalan agar kedelai lokal Indonesia bisa bersaing dengan kedelai impor dari segi volume dan mungkin saja kualitas. Ah semoga saja, ke depannya tempe dan tahu sudah bisa ada lagi di pasaran tanpa harus diselingi mogok massal produksi tempe dan tahu.

*****

Jakarta,dhu220222

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun