Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tempe dan Tahu Tak Hanya Sekali Menghilang, Kenapa Harus Terulang?

22 Februari 2022   13:36 Diperbarui: 23 Februari 2022   08:10 1528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempe goreng untuk orek (dok. windhu)

Perlahan bungkusan kertas nasi uduk kubuka. Di sebelah nasi putih bersantan dengan taburan bawang goreng tipis, ada sejumput bihun cokelat muda yang tercampur sambal merah. Selain itu, masih ada sedikit orek tempe yang seakan menjadi bagian wajib dari nasi uduk pinggir jalan. Inilah salah satu menu sarapan pagi bagi kebanyakan orang.

Menu murah meriah cuma Rp.6000 sudah kenyang. Adanya tempe orek ikut menambah rasa nasi uduk yang terkadang kuat beraroma sereh atau daun salam. Nasi uduk tanpa tempe orek tentulah hambar.Tidak ada bihun masih tak apa. Tidak ada kerupuk merah di plastik kecil juga bukan masalah. Asalkan, tetap masih ada tempe orek.

Nasi uduk dengan orek tempe dan tempe gorengtepung (dok.windhu)
Nasi uduk dengan orek tempe dan tempe gorengtepung (dok.windhu)

Untunglah, sebungkus nasi uduk yang kumakan sebagai sarapan pagi ini masih lengkap semua isinya. Sebagai lauk tambahan yang juga disertai tambahan harga  sesuai jenisnya, masih ada sebutir telur kecil dibalado, bakwan goreng isi cacahan kol, dan masih ada tempe goreng tepung! Meski potongannya sangat tipis dan lebih banyak tepungnya! 

Menemukan masih ada sedikit orek tempe dan tempe tipis goreng tepung adalah kejutan karena sejak Senin 21 Februari 2022, para produsen tempe dan tahu melakukan mogok massal gara-gara harga kedelai impor yang melambung. Selama tiga hari, akan sulit berjumpa makanan berbahan dasar kedelai seperti tempe dan tahu.

Bisa tetap ada jika para pedagang warung makan atau penjual nasi uduk seperti mbak Lia langgananku, yang sudah bersiap-siap dengan stok tempe ketika ada informasi akan mogok masal. Beberapa  penjual masakan matang ada yang memborong tempe pada hari minggu. Jadi, harga nasi uduk dengan tempe orek tidak berubah. Hanya jumlah tempe oreknya saja lebih sedikit. 

Tempe tahu lenyap di tukang sayur (dok.windhu)
Tempe tahu lenyap di tukang sayur (dok.windhu)

Lapak Penjual Tempe yang Kosong

Hari pertama mogok massal, masih ada tempe yang dijual di tukang sayur-sayuran pasar. Namun, lapak khusus penjual tempe langganan yang ada di pasar sudah tidak berjualan. Kabarnya, tutup selama tiga hari.

Saat  melintas di lapak salah satu penjual tempe tahu yang ada di depan penjual ikan asin itu, yang ada hanya papan-papan penutup berwarna cokelat dengan kunci tergembok. Kosong. Tidak ada dagangan apapun.

Biasanya, lapaknya yang berada pada jajaran paling depan dekat tangga menuju lantai dua Pasar Slipi, bisa dibilang komplit dengan jualan berbahan dasar kacang kedelai. Ada tempe papan bungkus daun, tempe papan bungkus plastik, dan tempe tahu satuan bungkus daun berbentuk segitiga.

Untuk tahu, ada tahu putih besar, tahu putih kecil dan tahu kuning kecil. Ada juga tahu cina. Selain disusun rapi di atas meja lapak, biasanya semua tahu diletakkan dalam kaleng-kaleng di bawahnya. Tempe papan biasa dijual Rp.6000, untuk tahu kuning/putih kecil yang satuan Rp.500.

Baiklah, hari pertama masih berharap mungkin di tukang sayur dorong yang biasa mangkal dekat perumahan masih ada. Ternyata, beneran tidak ada dan berlanjut pada hari kedua. "Tempe tahu nggak ada. Kan mogok selama tiga hari." katanya. Duh!

Tempe selalu hadir dalam sajian makan (dok.windhu)
Tempe selalu hadir dalam sajian makan (dok.windhu)


Tempe dan Tahu, Lauk yang Tak Ketinggalan

Buat banyak orang Indonesia, tempe dan tahu merupakan lauk yang nyaris tak pernah ketinggalan di meja makan. Sederhana saja alasannya. Gizi didapat. Harga lebih murah ketimbang telur yang kemarin juga melonjak harganya, lebih hemat di kantong daripada daging sapi yang per kilogramnya mencapai Rp.140.000 dan ayam yang sekilonya Rp45.000.

Pilihan yang lebih ekonomis juga sebagai pengganti ikan laut. Lebih cocok dengan semua makanan daripada ikan asin yang meskipun asin ada juga yang mahal, seperti cumi asin dan ikan teri.

Keluargaku termasuk cukup sering memanfaatkan tempe dan tahu. Baik hanya digoreng polos saja, digoreng dengan tepung, dibuat bacem atau dijadikan kering tempe yang sangat awet sampai beberapa minggu jika pengerjaannya benar.

Selain dijadikan lauk, tempe dan tahu juga dijadikan bahan sayur. Misalnya saja, sayur tahu santan cabai hijau, orek tempe, bahan sayur lodeh, tempe santatn, tumis sawi tahu, dan lainnya.  Tempe dan tahu bagian dari menu di meja makan, minimal satu atau dua kali dalam seminggu di rumah.  

Itu cerita mengenai konsumsi tempe di rumahku. Sejumlah rumah tangga lain di Indonesia bisa jadi juga seperti itu. Bisa juga tidak. Namun yang pasti, konsumsi makanan berbahan dasar kedelai , seperti tempe dan tahu di Indonesia sangat banyak.

Begitu tingginya kebutuhan kedelai, sampai-sampai hanya bisa disuplai 20 % saja dari petani Indonesia dan sisanya harus impor kedelai. Sedihnya, lantaran harga kedelai melambung, para perajin tempe dan tahu harus menghentikan produksi untuk sementara.

Mereka bingung dengan pilihan untuk menjual harga tempe dan tahu lebih mahal ataukah harus memperkecil ukuran tahu dan tempe yang dijual. Sama-sama pilihan yang membingungkan karena ada konsumen yang berada di tingkat  pembeli. 

Dikutip dari Harian Kompas dalam artikel 'Momentum Kedelai Lokal', Selasa 22 Februari, menurut catatan Trading Economics Jumat 18 Februari 2022,  harga kedelai telah menyentuh 16 dollar AS per gantang. Grafik harga cenderung meningkat sejak November 2021 atau setelah sempat turun hingga 11,66 dollar AS per gantang. Tahun lalu, harga tertinggi tahun mencapai 16,61 dollar AS per gantang  pada 12 Mei 2021.

Tentu saja, kenaikan harga kedelai impor sangat berimbas di Indonesia. Harga di tingkat importir Indonesia mencapai Rp.11.200 per kilogram, sedangkan di tingkat produsen tempe dan tahu di DKI Jakarta mencapai Rp.12.000 per kilogram.

Tempe goreng segitiga (dok.windhu)
Tempe goreng segitiga (dok.windhu)

Kedelai Impor Mahal, Tahu Tempe Langka

Kebutuhan impor kedelai di Indonesia sangat tinggi. Masyarakat Indonesia  suka dengan makanan berbahan dasar kedelai, seperti tempe dan tahu. Kebutuhan konsumsi kedelai Indonesia merupakan tertinggi kedua di dunia setelah Cina.

Dikutip dari Kata Data, Indonesia mengimpor kedelai dari berbagai negara. Bahan baku dasar tempe dan tahu yang impor menyebabkan harga mengikuti perkembangan dunia. Jika harga kedelai naik, imbasnya langsung terasa pada produsen tempe dan tahu. Dampaknya berlanjut pada hidangan tempe dan tahu di meja makan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, Indonesia mengimpor 2,49 juta ton kedelai dengan nilai mencapai US$ 1,48 miliar pada 2021. Negara adi daya Amerika Serikat menjadi pemasok kedelai terbesar dengan nilai US$ 1,29 miliar. Jumlahnya setara dengan 86,5% dari total impor kedelai Indonesia. Banyaknya sebesar 2,15 juta ton atau 86,3% dari keseluruhan jumlah kedelai impor.

Impor kedelai Indonesia lainnya berasal dari negara Kanada di posisi kedua sebesar US$ US$ 135,89 juta dan volume 232 ribu ton. Argentina posisi ketiga dengan nilai impor US$ 52,08 juta dan volume 89,95 ribu ton.

Impor kedelai keempat tertinggi dari Brasil sebesar US$ 5,34 juta dan volume 9,2 ribu ton. Bahkan dari negara tetangga Malaysia, senilai US$ 2,46 juta ton dan volume 5,5 ribu ton.

Tempe goreng tepung yang tipis, lebih tebal tepungnya (dok.windhu) 
Tempe goreng tepung yang tipis, lebih tebal tepungnya (dok.windhu) 


Tempe Bagus, Kedelai Darimana?

Selasa, 22 Februari 2022, seorang teman memposting di tampilan facebook berupa gambar tempe yang sudah dipotong-potong ukuran kecil dalam sebuah wadah. Nantinya untuk dibuat orek tempe dengan cabai merah.

Obrolan pun dimulai. "Masih ada tempe dijual disana?" tanyaku. Barangkali saja di tempat tinggalnya Cibinong masih ada, sedangkan di tempat tinggalku sudah tidak ada.

"Ini tempe beli hari Minggu, eh hari Sabtu. Tempe yang gue beli ini di langganan, jadi biarpun udah beberapa hari masih bagus, win. Ga asem," kata mbak Diah.

Oh pantas, masih ada stok tempe sebelum demo mogok produksi massal tempe dan tahu selama tiga hari, yang digelar mulai Senin 21 Februari. Semoga saja benar karena selain produsen dan penjual tahu dan tempe merugi, tentu saja penggemar dan pembeli tempe juga tidak bisa menikmati makanan kebangsaan ini.

Nah ngomongin tempe bagus, saya jadi ingat ayuk Sri, salah seorang saudara yang dulunya pernah menjadi salah seorang perajin tahu dan tempe di wilayah Musi Banyuasin,Sumatera Selatan.

Tempe goreng (dok.windhu)
Tempe goreng (dok.windhu)

Ayuk Sri pernah cerita kalau tempe yang dibuat dengan kedelai impor, hasilnya lebih bagus ketimbang yang dibuat dari kedelai lokal. Saat masih jadi produsen tempe dan tahu, ayuk Sri lebih suka membuatnya dengan kedelai Malaysia.

Hasil fermentasi ragi pada kedelainya lebih sempurna. Jadi bentuk dan rasa juga lebih bagus. Ketika itu, aku tidak bertanya banyak dan hanya sebagai obrolan jelang makan siang berlauk tempe.

Seandainya ayuk Sri masih hidup, tentu dia bersedia untuk bercerita banyak alasannya. Tentu saja, kondisi ini  bisa berbeda pada perajin tempe dan tahu lainnya. Kedelai Indonesia pun tak kalah bagus. Soalnya terkadang ada tempe yang digoreng hasilnya terlihat hitam.

Namun, satu hal yang terlintas adalah, kenapa Indonesia yang tanahnya luas dan subur, serta orangnya banyak tidak mampu untuk menyediakan sendiri kebutuhan kedelainya? Kenapa harus selalu impor sampai 80 % padahal penggemar tempe dan tahu di dalam negeri sangat banyak?

Kata lagu jadul Koes Plus berjudul Kolam Susu," Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman"

Mogok massal produsen tempe dan tahu tidak hanya sekali. Tempe lenyap di pasaran pun tak hanya kali ini. Kenapa masih harus terulang lagi? Inilah pekerjaan rumah bagi pemerintah agar bisa mengendalikan harga impor kedelai dan menciptakan Indonesia swasembada kedelai. Petani pun bisa lebih mendapatkan keuntungan dengan menanam kedelai lokal.

Mahalnya impor kedelai bisa jadi merupakan sebuah jalan agar kedelai lokal Indonesia bisa bersaing dengan kedelai impor dari segi volume dan mungkin saja kualitas. Ah semoga saja, ke depannya tempe dan tahu sudah bisa ada lagi di pasaran tanpa harus diselingi mogok massal produksi tempe dan tahu.

*****

Jakarta,dhu220222

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun