***
Kamto menerima tumpukan edisi koran yang diberikan pemilik penyalur surat kabar.Â
Matanya melirik sekilas tumpukan koran yang harus diantarkan loper lain. Jumlahnya semakin berkurang.Â
Kamto tersenyum getir. Dulu, dia pernah merasakan masa ketika Jumlah koran yang diantarnya begitu banyak.Â
Lebih dari seratus koran? Kamto senyum sendiri mengingatnya.Â
Masih dirasanya bahagia yang menjalar saat setiap bulan menerima uang koran hasil antaran ke pelanggan.Â
Emak sangat senang saat disisihkannya uang kala itu. Mata emak berbinar dan penuh syukur.Â
Semakin banyak koran yang diantar, makan semakin banyak uang yang diterimanya.Â
Lantaran hasil yang lumayan itu, Kamto juga memberanikan diri mendekati Dewi, yang beberapa tahun kemudian jadi istrinya.Â
Tapi itu dulu. Tahun 90-an. Itu sudah 30 tahun lalu. Zaman sudah berubah.
Setiap pagi, banyak orang yang menantikan koran yang diantarnya. Saat itu, Kamto seakan merasa jadi pahlawan pembawa kabar berita penting.Â