Namun ternyata, tak hanya mereka yang bekerja secara formal di media cetak yang sebenarnya terkena imbas era digital.Â
Lihatlah para penjual koran dan majalah. Jumlahnya juga semakin berkurang. Dulu, dengan mudah para penjual itu ditemukan di halte-halte bus kota, depan pasar atau depan perkantoran.Â
Dulu, orang masih membeli tak hanya satu, tetapi lebih dari itu. Dulu orang tak hanya berlangganan satu, tapi beberapa sekaligus.Â
"Langganan koranku berkurang lagi satu mulai bulan ini," kata Pak Mudji, lelaki yang kukenal sudah puluhan tahun menggantungkan hidup sebagai pengantar koran.Â
Pelanggan yang tersisa hanyalah yang sudah lama. Mereka yang sudah berumur dan tak familiar dengan membaca melalui layar.Â
Memang Sudah Saatnya berubah
Zaman memang harus berubah. Â Mereka yang bertahan hanyalah mereka yang mengikuti perubahan dan menyesuaikannya.Â
Tampaknya, pers nasional juga harus begitu. Termasuk, mereka yang selama ini bekerja di sekitaran arus.Â
"Jumlah langganan dan yang beli terus berkurang. Bisa habis. Harus cari penghasilan lain, " ucap seorang pengantar koran.Â
Tetap Menjadi Rujukan
Apapun bentuknya, edisi cetak maupun digital, siapapun yang membaca tentu menginginkan informasi yang disampaikan akurat dan bisa dipercaya. Pers nasional bisa menjadi wadah aspirasi.Â
Tetiba, teringat jika dulu ada beberapa lagu terkait media cetak. Salah satunya, lagu berjudul Koran Koranku yang dinyanyikan Iwan Fals feat Jocky (Swami).Â
Sementara kehidupan masih harus berputar
Sementara masih banyak orang terpaksa bertahan
Menunggu mendengar melihat apa yang kan terjadi
Koran koran berikanlah kami jawaban yang pasti
Engkau koranku. (Lirik Koran-Koranku).Â