Lihat saja, masalah rasialis yang dihadapi Assane dan ayahnya Babakar yang berkulit hitam imigran Senegal dan miskin.Â
Berbanding terbalik dengan keluarga Pellegrini yang kaya, terhormat dan berkulit putih.Â
Tak hanya itu, Lupin menyuguhkan sebuah tontonan adanya permainan politik dan kejahatan tingkat tinggi di balik sebuah muka kedermawanan.Â
Assane menemukan ayahnya yang bekerja sebagai supir dijebak bosnya untuk mengakui sebuah pencurian yang tak dilakukannya. Semata, hanya untuk mendapatkan klaim asuransi.Â
Sebagai orang kaya, terhormat dan berada di kalangan atas, semuanya bisa terselesaikan oleh permainan licik, iming-iming uang dan jabatan.Â
Bahkan, kebenaran yang coba disuarakan oleh seorang jurnalis dari sebuah media pun bisa dibungkam dan disingkirkan.Â
Meski begitu, menonton Lupin pun bisa senyum-senyum kala polisi dikelabui oleh begitu banyaknya pengantar makanan dengan sepeda keliling.Â
Belum lagi, kecanggihan penggunaan teknologi komputer dan digital untuk mempermulus semua aksi pencurian. Penulis George Kay dan Franois Uzan mampu menghadirkan karakter legenda dengan baik.Â
Jadi, bila punya waktu tak ada salahnya menonton Lupin. Setidaknya, jadi tahu kisah legenda asal Prancis, yang tak kalah menarik dari legenda Sherlock Holmes asal Inggris.Â
--240121dhu--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H