Kenapa sih, valentine selalu identik dengan cokelat dan bunga? Nyaris di semua pusat  perbelanjaan sampai mini market, selalu ada hiasan berwana merah jambu. Segala yang serba pink bergambar love, sehingga membuatku mengharu biru, eh mengharu pink tepatnya.
Maklum bulan cinta, kata orang-orang. Di grup-grup whatsapp yang ada di smartphone pun, obrolan soal valentine seakan ada saja. Ada yang berpendapat begini dan ada yang punya pikiran begitu. Seperti biasa, aku cuma baca saja. Soalnya, aku fokus pada obrolan tentang banyak promo dan diskon cokelat di supermarket ini dan mimarket itu.
Promo dan diskon cokelat itu begitu menggoda. Ada yang beli satu dapat satu, ada yang diskon nyaris setengah harga. Ups sebentar, aku sebenarnya bukan ingin ngomongin soal diskon dan promo cokelat. Aku cuma ingin tanya, adakah perempuan yang mengaku nggak suka cokelat?
Manfaat Cokelat Itu Kenal Kamu
Aku yakin lebih banyak perempuan yang suka cokelat. Cokelat itu enak dan manis. Ya, aku senang sekali cokelat. Makanan yang disebut-sebut kesukaan para dewa. Kenapa? Â karena saat memakannya, aku berasa seperti sang dewi #halah. Pastinya, aku suka cokelat karena punya banyak manfaat dan aku percaya itu.
Hahaha, salah satu manfaatnya adalah mengenal kamu. Ya, kamu. Lelaki bertubuh tinggi yang selalu dan seakan senang melintas di depan mejaku kerjaku di kantor saat itu. Membuat aku bingung awalnya, tapi kemudian terbiasa.
Cuma kamu lelaki yang identik dengan cokelat buatku. Tidak setiap hari, tapi selalu memberikannya di saat yang mengejutkan. Mengalahkan ingatan baiknya pak guru yang juga suka menyediakan cokelat, kalau aku mengerjakan tugas dengan baik dan mampu menjawab pertanyaan dengan cepat, saat masih sekolah.
Ya, cuma kamu. Cuma kamu yang seromantis itu mengungkapkannya lewat cokelat. Berkat cokelat-cokelat yang kamu kasih, aku lebih berbahagia melalui waktu. Seakan hari terasa lebih indah karena hormon endorfin yang dihasilkan zat phenethylamine pada cokelat bekerja dalam tubuhku.
Seperti cokelat, hatiku meleleh saat aku merasa kamu begitu perhatian. Kamu tak tak hanya memberikan satu cokelat. Seringkali lebih karena aku selalu berada pada lingkaran teman-teman di ruangan kerjaku.
"Buat kamu," tiba-tiba lelaki itu muncul dengan senyum manis. Kuterima bungkusan yang diberikan. Isinya cokelat batang. Lalu sadar, lebih dari satu. "Buat aku? Semua?" Â tanyaku bingung. Kamu semakin tersenyum.
"Cokelat itu buat kamu sama teman-temanmu. Satu cokelat khusus buat kamu, untuk dimakan nanti  kalau sudah pulang. Biar kamu selalu ingat aku," ucapmu, sehingga membuat aku tersipu.
Teman-teman dekatku jelas senang, tapi aku lebih berbahagia. Cokelat-cokelat yang lumat dalam mulut  membantuku merasa tenang. Anandamide di dalamnya membuat otakku rileks dan mampu kembali berpikir jernih kala mulai kalut.
Cokelat Penyemangat
Sebenarnya aku tak menyangka bisa terdampar di pulau yang ada di luar tanah Jawa untuk bekerja. Entah kenapa aku ditugaskan ke situ oleh kantor pusat. Aku kira sebentar, hanya beberapa hari saja untuk suatu keperluan, tapi nyatanya lebih lama. Hingga berbulan-bulan.
Aku baru  menyadari surat kontrak kerja yang pernah kutanda tangani, yakni bersedia ditempatkan dimana saja. Aku kira itu sekedar bagian dari tes, awalnya. Ingin membatalkan, tapi ada rasa komitmen dan gengsi. Ada rasa ingin tahu juga seperti apa bekerja di luar pulau Jawa. Aku bukan perempuan yang memang ingin banyak tahu.
Namun ternyata ada saja yang membuat hati berubah sendu dan sedih. Seorang rekan kerja lebih senior memandang tajam dan bilang, biasanya orang bekerja dari pulau luar Jawa  itu ke tanah Jawa. Nah kalau ada yang dari Jakarta ditugaskan di luar pulau Jawa, pastilah dia bukan pekerja yang bagus.
Huhuhu, aku sedih. Aku sempat  termakan kata-kata itu. Untunglah, tiba-tiba muncul kamu dengan cokelat-cokelatmu sebagai penyemangat. Kamu yang sering melintas di depan meja kerjaku. Ruang kerjamu memang tak jauh dari ruang kerjaku. Kita berada dalam satu gedung kantor.
Saat Tumbuh Cinta LokasiÂ
Sering bertemu, saling melempar senyum, dan kemudian saling bicara.  Bertemu setiap hari dan menumbuhkan benih cinta lokasi. Oh ya, tentu dengan cokelat  sebagai penanda dan pengingat  momen yang indah.  Â
Terjerat cinta lokasi, memang tak selalu mudah karena berada dalam lingkungan kerja yang sama. Masing-masing harus tetap bekerja dengan penuh profesionalitas. Tetap fokus agar kerjaan tidak kacau.
Selain itu, perlu mengabaikan  selentingan omongan dan gosip yang mungkin tak ingin atau tak perlu didengar. Tetap positif. Kalem saja. Pandai membagi waktu untuk dia dengan kerjaan kantor yang menumpuk. Jadi tetap bisa pulang kantor bareng kalau memungkinkan, hehehe.
Yups, tetap harus  bisa jadi yang diandalkan dalam setiap situasi. Positifnya, bekerja menjadi lebih semangat  karena ada yang lebih memperhatikan dan ada yang memberikan usulan solusi ketika ada suatu pekerjaan yang membutuhkan banyak energi . Semuanya tetap terasa lebih indah. Lebih indah karena selalu ada cokelat.
Kala Jarak Memisahkan
Hingga... Â aku harus ke Jakarta. Aku hanyalah seorang karyawan yang ditugaskan. Ketika atasan alias bos mengabarkan aku harus kembali ke kantor awal, aku harus terima. Suatu hal yang sejak hari pertama bertugas di luar pulau Jawa, sebenarnya aku inginkan. Aku tak menyangka masa tugas dipercepat dari ketentuan.
Aku tidak bisa memilih tetap tinggal menetap dan menolak tugas. Daya tawarku lemah. Â Lalu kamu? Lalu bagaimana? Kebersamaan selama ini? Kamu adalah karyawan kantor lokal. Kenapa ada rasa bimbang? Kamu terdiam. Tiba-tiba aku merasa serba salah berada pada situasi tak menentu. Tak bisa memutuskan sikap yang bijak. Semuanya terasa berbeda begitu saja. Seakan begitu jauh dan memang semakin lama menjauh. Memudar. Â
Usai sudah cerita karena jarak yang terpisah. Rasa yang tersekat pada lokasi yang menyatukan untuk beberapa waktu. Cokelat memang memberikan rasa pahit dan rasa manis. Tergantung bagaimana menakarnya.Terkadang  Bagian yang terasa pahit, justru memberikan kekuatan dan kekebalan untuk bertahan ketika suatu hal terjadi. Ada sebuah pelajaran berharga yang bisa diambil, lantaran sikap dan rasa hati yang muncul kala itu.
Aku melepasmu. Aku pamit. Â Seperti kata Tulus, dalam judul lagunya Pamit. Â Kau masih bisa melihatku. Kau harus percaya. Kutetap teman baikmu.
Selamamya, kita akan tetap berteman baik. Namun, nyatanya sejak saat itu tak pernah berjumpa lagi. Kamu, lelaki yang senang menghadiahi cokelat untukku, kudengar kabarmu  kini kau sudah menikah. Berbahagialah dengan keluargamu. Terima kasih atas kenangan manisnya cokelat yang diberikan pada waktu galau di masa silam. Aku, kamu, cinta lokasi itu membuat aku bisa bercerita tentang cokelat mantan.
***
Tulisan estafet  perdana Sambung Menyambung Menjadi Konten ini adalah konten pertama  dari tim  Trio Srikandi Kompasianer Menawan yang terdiri dari Dewi Puspa, Khairunisa Maslichul dan Riap Windhu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H